Stockholm, 1 Desember 1999

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

GUS DUR TAMPILKAN ISLAM CARA LONDOK
Ahmad Sudirman
XaarJet Stockholm - SWEDIA.

 

Tanggapan untuk Pres Gus Dur.

KEPEMIMPINAN GUS DUR PAKAI CARA LONDOK

Setelah Gus Dur menjabat sebagai Presiden Daulah Pancasila, ternyata cara londok (binatang yang bisa berganti-ganti warna kulit sesuai lingkungannya) yang dipakainya.

Ketegasan sebagai seorang pemimpin muslim seperti yang dicontohkan Rasulullah tidak membekas pada diri Gus Dur. Ketika Rasulullah menjadi pempimpin Daulah Islam Rasulullah dan menyampaikan dakhwah Islamnya kepada para pemimpin Dunia terlihat betapa tegas, jelas dan terangnya antara Islam dan non Islam. Dengan Rasulullah menyatakan dalam surat dakhwahnya yang berbunyi, "Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dari Muhammad ibn Abdullah untuk Heracleus, Pemimpin Romawi. Semoga kedamaian dilimpahkan kepadanya yang mengikuti petunjuk. Adapun setelah itu, saya mengajak saudara untuk mengikuti dakhwah Islam. (Bila) berserah diri tentu saudara akan menikmati keselamatan dan Allah akan memberi balasan yang berlipat ganda kepadamu. Tetapi bila saudara berpaling, maka dosa yang saudara lakukan akan dilimpahkan kepadamu". (Ibnu Sa'd, Ath-Thabaqat al-Kubra).

Bandingkan dengan apa yang dikatakan Gus Dur kepada mantan Presiden Filipina Corry Aquino. "Pada beliau saya katakan, kita di Indonesia sangat kagum pada perjuangan beliau menegakkan demokrasi bersama Kardinal Sin dan kita juga terkesan dengan kenyataan bahwa beliau tidak berusaha memperpanjang masa jabatan sebagai presiden, walaupun popularitasnya cukup untuk itu". ( http://www.kompas.com/kompas-cetak/9911/30/nasional/perj06.htm )

Jadi disini kelihatan dengan terang dan jelas, dimana seorang pemimpin muslim yang tegas, jelas, terang dan tetap mengikuti apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya dengan pemimpin muslim yang hanya menggunakan cara londok.

Seorang pemimpin muslim yang menggunakan cara londok adalah satu saat ketika jumpa dengan orang yang berbeda politiknya mengatakan "Saya kagum kepada politik anda yang telah menerapkan demokrasi sekuler". Begitu juga ketika jumpa dengan pemimpin yang sama-sama menggunakan label Islam keluar ucapannya: "Silahkan datang kepada kami dan tujukkan kepada rakyat kami agar supaya mereka mengerti menjadi muslim yang baik tidak usah membangun negara Islam dan contohlah rakyat negara kami yang sekuler. Dengan sekularisme kehidupan beragama terjamin dan kehidupan negara akan tenang. Karena dengan sekularisme agama tidak ikut campur dalam urusan pemerintahan dan negara.

POLITIK LUAR-NEGERI-RANGKUL-JERAT-NYA GUS DUR

Memang kelihatan politik yang dipakai Gus Dur dalam membangun Daulah Pancasila ini. Dengan jelas kelihatan politik luarnegerinya yang menerapkan politik rangkul dan jerat tanpa memandang ideologi dan agama. Suatu politik yang berdasarkan sekularisme.

Jumpa dengan Pemimpin-pemimpin negara Asia, Amerika, Jepang, Timur Tengah dan sekarang dengan pemimpin Cina yang beraneka ragam, dipakailah baju yang beraneka ragam sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat pertemuan. Yang penting usaha untuk membuka jalan, merangkul dan menjerat lawan berhasil. Seperti yang diungkapkannya: "untuk mengangkat nama baik Indonesia sehingga tercapai suasana yang menggairahkan untuk investasi, karena kita memerlukan penanaman modal besar-besaran di negeri ini" ( http://www.kompas.com/kompas-cetak/9911/30/nasional/perj06.htm )

POLITIK ACEH-PISAH-RANGKUL-JERAT-NYA GUS DUR

Ternyata metode diam-diam yang tidak formil dengan taktik pisah, rangkul dan jerat telah diterapkan oleh Gus Dur untuk memisahkan, merangkul dan menjerat rakyat Aceh.

Beberapa tokoh ulama, thaliban (santri) dan intelektual di Aceh seperti Sofyan Ibrahim Tiba (Universitas Muhammadiyah Aceh), Naimah Hasan (tokoh wanita Aceh), Teungku Baihaqi (Himpunan Ulama Dayah dan Penasihat Thaliban), M Daud
Yoesoef (ahli tata negara Universitas Syiah Kuala) datang ke jakarta hari Senin (29 Nopember 1999) untuk memenuhi undangan yang tidak menggunakan surat resmi kepresidenan, melainkan melalui lisan orang per orang untuk bertemu dan berdialog dengan Gus Dur. ( http://www.kompas.com/kompas-cetak/9911/30/nasional/toko07.htm )

Politik pisah-rangkul-jerat-Aceh-nya inilah yang dipakai Gus Dur sebelum hari ini Rabu (1 Desember 1999) pergi melakukan 3 hari kunjungan resmi ke Cina.

Jadi, kalau terjadi pada tanggal 4 Desember 1999 ketegangan dan kerusuhan yang diakibatkan GAM/AGAM dan rakyat Aceh memperingati hari kemerdekaan Negara Aceh Sumatera-nya Hasan Tiro yang ke 23, maka Gus Dur sudah berlepas tangan.

Karena menurut Gus Dur saya sudah bertemu dengan para tokoh ulama, thaliban dan intelektual Aceh pada hari Selasa (30 Nopember 1999) kemarin. Yang membuat keributan dan kerusuhan pada tanggal 4 Dember 1999 hari sabtu yang akan datang itu adalah mereka yang bukan tokoh ulama, thaliban dan intelektual Aceh, melainkan mereka yang ikut dalam GAM/AGAM.

Politik pecah-rangkul-Aceh-nya Inilah yang dipakai oleh Gus Dur. Suatu usaha pemecahan dengan jalan politik yang tidak kena sasarannya. Padahal saya sudah mengajukan kepada Gus Dur dalam tulisan "DIR, Musyawarah, Trias Politika dan Aceh" ( http://www.dataphone.se/~ahmad/991114a.htm ) yang lalu yaitu,

1. Presiden Gus Dur harus merubah taktik strategi kekerasan senjata dengan taktik strategi dialog dan perdamaian yang adil dalam menghadapi rakyat Aceh.
2. Presiden Gus Dur harus merubah sikap kebijaksaan politik militernya dengan cara menarik kekuatan TNI yang sekarang ada di Aceh dan diserahkan serta memberikan kepercayaan kepada pihak keamanan daerah Propinsi setempat untuk mengatur keamanan di daerahnya.
3. Presiden Gus Dur harus siap untuk mengusut dan mengadili mereka yang terlibat dalam berbagai tindakan kejahatan dan pembunuhan rakyat Aceh, terutama yang dilakukan oleh pihak militer.
4. Presiden Gus Dur harus mendekati dari segi aqidah Islam dan ukhuwah Islam, karena hampir semua rakyat Aceh adalah muslim.
5. Presiden Gus Dur harus memberikan kebebasan kepada rakyat Aceh untuk menerapkan, melaksanakan dan mengawasi hukum Islam tanpa dipengaruhi oleh hukum-hukum Pancasila.
6. Presiden Gus Dur harus siap dan mau berunding dan berdialog dengan semua pihak dan golongan yang terlibatdalam krisis Aceh.
7. Presiden Gus Dur harus mengerti dan memahami keinginan seluruh rakyat Aceh. Dimana dari berbagai macam keinginan yang timbul harus diperhatikan keinginan mana yang dikehendaki oleh sebagian besar rakyat Aceh.
8. Presiden Gus Dur jangan sekali-kali menggunakan politik pecah belah rakyat Aceh.
9. Presiden Gus Dur harus mau mengalah dengan memberikan kekuasaan otonomi yang luas kepada pemerintah istimewa otonomi Aceh untuk mengelola, mengatur dan menetapkan anggaran biaya, ekonomi dan keuangan daerahnya.
10. Presiden Gus Dur jangan sekali-kali menjalankan politik dialog dan perdamaian dengan tujuan untuk menipu rakyat Aceh. ( http://www.dataphone.se/~ahmad/991114a.htm ).
 

KESIMPULAN

Setelah Gus Dur menjabat sebagai Presiden Daulah Pancasila, ternyata cara londok (binatang yang bisa berganti-ganti warna kulit sesuai lingkungannya) yang dipakainya. Ketegasan sebagai seorang pemimpin muslim seperti yang dicontohkan Rasulullah tidak membekas pada diri Gus Dur.

Politik luarnegerinya yang menerapkan politik rangkul dan jerat tanpa memandang ideologi dan agama. Suatu politik yang berdasarkan sekularisme.

Metode diam-diam yang tidak formil dengan taktik pisah, rangkul dan jerat telah diterapkan oleh Gus Dur untuk memisahkan, merangkul dan menjerat rakyat Aceh yang dipakai Gus Dur dalam memecahkan krisis Aceh.

Inilah sedikit tanggapan untuk Pres Gus Dur.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se