Stockholm, 29 Oktober 1999

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

SELAMA DWIFUNGSI ADA, KABINET PAKAI ABRI
Ahmad Sudirman
XaarJet Stockholm - SWEDIA.

 

Jawaban untuk saudara Sagir Alva (Banda Aceh, Indonesia).

Hari ini, Jumat, seperti biasa, selepas subuh, dengan waktu terbatas, saya sempat baca sekilas, satu pertanyaan yang dikirimkan oleh saudara Sagir Alva, seorang mahasiswa asal aceh dan tinggal di Banda Aceh telah mengirimkan pertanyaan kepada saya tanggal 29 Oktober 1999, hari ini.

Dimana pertanyaan saudara Sagir Alva adalah,

"Saya seorang mahasiswa asal aceh, saya pernah melihat artikel anda pada web anda, dan saya sangat tertarik atas ulasan-ulasan yang anda buat, dan sekarang saya ingin menanyakan bagaimana kira-kira kemampuan dari komposisi kabinet yang telah dibentuk oleh Gus Dur, dimana saya melihat unsur militer juga masih berperan, itu terlihat dari jabatan Menteri Perhubungan dan Menteri Pertambangan dan Energi yang diisi oleh orang-orang militer. Terima kasih atas kesempatannya. Wassalam" (Sagir Alva, 29 Oktober 1999).

Baiklah saudara Sagir Alva.

Memang dari 35 anggota Kabinet Gus Dur-Mega ini, sudah dipastikan akan diselipkan beberapa serdadu dari militer, karena terikat dengan apa yang populer dinamakan dwifungsi ABRI.

Jadi, dalam kabinet Gus Dur-Mega hasil pemilihan umum 7 Juni 1999 pun unsur ABRI tidak ketinggalan untuk diikut sertakan kedalam pesta penyelamatan Daulah Pancasila dengan UUD 1945-yang sekuler, yang sudah hampir tenggelam kedasar laut.

Sehingga terbaca tiga jabatan menteri dari 35 kursi jabatan Kabinet Gus Dur-Mega yang ada, dipenuhi oleh satu kursi diduduki oleh jenderal dan dua kursi diduduki oleh letnan jenderal.

Jenderal Wiranto, yang pernah lari terbirit-birit dari perang Timor Timur, dan memang jenderal yang satu ini tidak punya ambisi untuk jadi Presiden atau wakil presiden (dugaan saya salah mengenai Jenderal Wiranto ini, memang sebelum pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, saya duga, Wiranto ini punya ambisi untuk jadi Diktator, rupanya, hanya seorang jenderal yang mudah ditarik hidungnya oleh KH Gus Dur, dan juga dulu oleh BJ Habibie). Jadi, Jenderal Wiranto yang dijadikan orang nomor 4 setelah Gus Dur, Mega dan Ali Rahman, ditempatkan di kursi Menteri Koordinator Polkam adalah dengan tujuan untuk menakuti orang-orang yang ingin membuat kerusuhan, keributan, demonstrasi dan protes-protes lainnya, berdasarkan kepada dasar yang telah dikeluarkan oleh pikiran Gus Dur yang memang sekarang sudah bening kembali dengan ucapannya yang tidak pernah hilang dari pikiran saya yaitu,

"Saya tidak takut pada musibah apapun, jika kita takut akan musibah itu, sikap keras itu, artinya Indonesia lama-lama akan terus mereka sandera pake ancam-ancaman, bukan demokrasi namanya, jadi nggak pake ancaman, demokrasi, kalau saya jadi presiden, kalau mereka berontak, saya tangani dengan tangan, bersiap-siap saja, nggak peduli mereka siapapun" (Tempo Jum'at 8/10/99). (
http://www.dataphone.se/~ahmad/991012.htm ).

Ucapan Gus Dur ini, saya jadikan ucapan semisal supersemar-nya Diktator Militer Soeharto dan saya jadikan sebagai ucapan yang klasik. Yang dimana apabila Gus Dur bertindak sewenang-wenang, saya mempunyai dasar yang kuat. Sehingga saya mudah mengatakan, pantas saja Gus Dur jadi diktator, karena memang dia sudah berjanji sebelum jadi presiden Daulah Pancasila dengan UUD 1945-nya yang sekuler.

Nah selanjutnya, dua kursi menteri Kabinet Gus Dur-Mega ini diduduki oleh dua Letjen yaitu, Menteri Pertambangan dan Energi yang diduduki oleh Letjen. TNI Susilo Bambang Yudhoyono, sedangkan kursi empuk Menteri Perhubungan lainnya diduduki oleh Letjen. TNI Agum Gumelar. Tentang kedua Letjen ini saya tidak ada komentar, karena terus terang saya tidak tahu riwayat dan sejarah perjuangannya dari kedua pejabat tinggi militer TNI ini.

Nah sekarang, dengan tampilnya satu jenderal, dua Letjen, dan tentu saja tidak ketinggalan Panglima TNI Laksamana TNI Widodo AS (saya duga saja, dia ini asal jawa, tandanya, nama belakangnya diakhiri dengan hurup o).

Kalau saya ditanya "bagaimana kira-kira kemampuan dari komposisi kabinet yang telah dibentuk oleh Gus Dur, dimana saya melihat unsur militer juga masih berperan ?" (Sagir Alva, 29 Oktober 1999), maka saya jawab, dengan usia kabinet yang baru dua hari ini, saya tidak bisa menjawabnya, paling bisa menerka saja, terutama yang ada hubungannya dengan masalah Aceh, karena memang rakyat Aceh ini sudah begitu traumatik terhadap ABRI, maka saya melihat bahwa Jenderal Wiranto yang menjadi orang ke-4 dalam rangking Rezim Gus Dur-Mega, ditambah dengan Panglima TNI Laksamana TNI Widodo AS, masih akan tetap menjalankan polisi lama yang sudah diterapkan oleh presiden BJ Habibie sebelumnya, kalau Gus Dur tidak merobah haluan kebijaksanaan politik Aceh-nya.

Inilah sedikit jawaban saya untuk saudara Sagir Alva (Banda Aceh, Indonesia).

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se