Stockholm, 12 Februari 1999

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

TIDAK ADA PAKSAAN UNTUK MENERIMA ISLAM.
Ahmad Sudirman
Modular Ink Technology Stockholm - SWEDIA.

 

Salam damai untuk kaum penganut agama lain.

Jawaban untuk Saudara Fergyanto Gunawan (Jepang).

Judul Tulisan diatas idenya diambil dari tanggapan Saudara Fergyanto Gunawan yang menyampaikan tanggapannya kepada saya dengan subject 'ISLAMOPHOBIA DI SEKITAR KITA' pada tanggal 10 Februari 1999.

Dalam tanggapannya Saudara Fergyanto Gunawan sebagai salah seorang intelektual penganut agama Buddha yang tinggal di Jepang menyatakan bahwa:

"Seorang pemikir Jepang, mencetuskan ide tentang Bounderless State Theory. Saya bisa menerima teori ini sepenuhnya setelah membandingkan fakta dan ide dasar teori tersebut. Beliau mengatakan, bahwa teknologi telah mendorong manusia ke dalam homogenitas, yang timuran terkontaminasi yang baratan dan sebaliknya. Teknologi informasi dan makin banyaknya orang yang berpikiran bebas dan positif membuat proses homogenisasi universal terjadi secara luas. Kebudayaan sudah berada di sisi yang lebih jelas mengenai homogenitas ini, ekonomi mungkin masih butuh waktu yang lebih lama, terutama setelah kemalangan yang menimpa Asia belum lama ini.

Saya bukan musuh orang yang ingin menciptakan masyarakat yang islamiah di atas, hanya saya juga tidak berada di sisi yang sama. Saya menghargai kebebasan berpikiran.

Saya percaya banyak kebaikan dari pemikiran dengan basis Islam, dan saya juga percaya kebenaran yang diberikan oleh kaum Kristen, walaupun saya bukan keduanya. Saya ingin mengambil sisi positif dari keduanya. Jika Indonesia menjadi salah  satunya, maka keinginan saya untuk mengambil sisi positif dari keduanya akan didominir oleh salah satunya, saya tidak menginginkan keadaan ini.

Pengalaman saya sebagai minoritas memperlihatkan kepahitan yang bisa jadi tidak pernah dirasakan kaum mayoritas. Sebagaimana kata Arswendo ketika keluar dari penjara, "Jangan menasehati orang dalam penjara dengan kata sabar, mereka sedang dan telah menjalaninya, berarti mereka memiliki lebih banyak sabar ketimbang apa yang bisa anda katakan." Kami sebagai minoritas telah memiliki sabar dan toleransi yang bisa jadi tidak anda bayangkan.

Mungkin ada bisa menceritakan seribu contoh jaman Nabi Muhammad S.A.W betapa masyarakat minoritas terlindungi. Pengalaman hidup saya mengajari saya hal yang berbeda, bahwa kekuatan yang tunggal dan mutlak adalah mendekati anarki, anda bisa mengatakan teori ini tidak berlaku untuk Islam.

Saya berharap, keteguhan anda tentang kebenaran Islam tidak anda paksakan untuk diimplementasikan di Indonesia, dengan sample yang sederhana ini. Pertimbangkanlah, tentang kebenaran di luar anda, kebenaran di luar Islam, dan pemaksaan akan mengakibatkan banyak hal yang buruk. Trying to think this case with your human being -the special matter from God-, there is something powerfull outside the religion.

Di sisi sini seorang maju dengan semangat kuat dan kegelapan pikiran tentang kebenaran yang dipegangnya, dan di sisi sana bisa lahir pikiran yang sama. Apa yang terjadi? yang terjadi adalah kemalangan manusia, mahluk yang lucu itu.

Pak Ahmad, Abu Muhammad dan Abu Rijal yang saya hormati, saya merasa lucu dengan orang yang teramat teguh dan gelap mata dengan pendiriannya. Mereka seperti menjalankan sebuah ironi, sebuah kontradisme, mahluk yang tidak kekal dengan keyakinan yang kekal. Lucu sekali....".

Terimakasih Saudara Fergyanto Gunawan atas tanggapannya.

Disini saya akan memberikan tanggapan,  setelah saya membaca tanggapan Saudara Fergyanto Gunawan, seorang intelektual yang teguh dengan agamanya dan terbuka untuk mengadakan dialog, maka saya disini menyimpulkan bahwa,

1. Pihak minoritas tidak mungkin mengambil sisi positif dari pihak mayoritas yang mempunyai kekuasaan.
2. Pihak minoritas harus bersabar dan bertoleransi yang tinggi.
3. Kekuasaan yang tunggal dan mutlak melahirkan anarki.
4. Kebenaran bukan hanya ada dalam Islam saja.
5. Pemaksaan akan melahirkan hal yang buruk.
6. Orang yang yaqin kepada kebenaran Islam yang diturunkan Allah dan ingin menerapkan didalam kehidupan diri dan masyarakatnya dianggap lucu karena teramat teguh dan buta dalam pendiriannya.

Baiklah Saudara Fergyanto Gunawan, memang kita sekarang ini telah dipengaruhi oleh pemikiran yang mendasarkan segala kehidupan manusia dilihat, dipertimbangkan dan diputuskan melalui siapa yang mayoritas. Siapa yang mayoritas, merekalah yang akan memperoleh apa yang diinginkan dan dicita-citakan, siapa yang minoritas, merekalah yang harus banyak bersabar dan bertoleransi yang tinggi.

Pengaruh pemikiran yang mendasarkan kepada mayoritas dan minoritas inilah yang mendorong ummat manusia disetiap negara untuk berlomba-lomba membangun diri dan kelompoknya untuk melahirkan kelompok mayoritas dalam rangka mencapai keinginnan, cita-cita, kesuksesan dan kekuasaan.

Dalam rangka mencapai keinginnan, cita-cita, kesuksesan dan kekuasaan ini kebenaran adalah relatif, bisa jadi yang disebut benar di suatu negara, akan menjadi salah di negara yang lain. Suatu norma dan etika yang baik disuatu negara, bisa disebut suatu norma dan etika yang buruk di negeri lain. Disini apa yang disebut kebenaran, norma, etika adalah relatif tergantung kepada dasar pemikiran manusia dan kelompoknya yang ada di suatu negara. Suatu definisi tentang kebenaran, norma, etika menjadi relatif, karena sumber dari kebenaran yang mutlak telah dibuang dan disingkirkan jauh-jauh oleh kelompok atau golongan yang telah menjadi mayoritas. Jadi yang ada adalah kebenaran, norma, etika berdasarkan hasil pemikiran kelompok atau golongan yang mayoritas.

Inilah menurut pemikiran saya, mengapa Saudara Fergyanto Gunawan mengatakan bahwa kebenaran bukan hanya ada dalam Islam saja, atau dengan kata lain bahwa kebenaran menurut hasil pemikiran kelompok atau golongan yang mayoritas adalah sama dengan kebenaran menurut Islam. Jadi definisi kebenaran menurut kelompok atau golongan mayoritas adalah sama dengan definisi kebenaran menurut Islam.

Kesalahan dalam pengambilan kesimpulan yang demikianlah yang melahirkan definisi kebenaran dimanapun adalah sama, terlepas dari kepercayaan atau agama yang dianutnya.

Saudara Fergyanto Gunawan, tentu Saudara akan susah untuk menerima pemikiran kalau saya mengambil pemikiran itu dari apa yang saya yaqini dan percayai, yaitu dari kitab suci agama saya, disini bukan saya mau memaksakan kehendak saya kepada saudara, tetapi ini merupakan sebagai suatu bahan dan dasar pemikiran dalam diskusi kita ini. Dimana anggapan bahwa Islam dipaksakan untuk diterima oleh setiap manusia adalah suatu kesalahan yang besar. Karena tidak ada paksaan dalam Islam, saya kutif dari kitab suci agama saya, "Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang salah. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (Al Baqarah: 256). Jadi artinya, manusia tidak dipaksa untuk menerima Islam dan menjadi muslim, karena memang Tuhan memberikan kebebasan kepada setiap individu dengan ilmu, pikiran, dan hatinya untuk dipakai sebagai alat penganalisa kebenaran itu sendiri, artinya kebenaran menurut Tuhan, bukan kebenaran menurut hasil pemikiran kelompok atau golongan manusia yang mayoritas.

Bagi mereka yang yaqin secara teguh kepada kebenaran dan keyaqinannya yang datang dari Tuhan, atau dengan kata lain bagi muslim yang yaqin kepada aqidah Islamnya dan ingin menerapkan dalam kehidupan diri dan masyarakatnya adalah merupakan suatu kewajiban untuk mengabdi kepada Tuhan. Karena ini merupakan suatu kebenaran yang mutlak dari Tuhan. Bukan kebenaran hasil pemikiran manusia yang mayoritas. Disinilah timbul konflik dari kebenaran yang datang dari Tuhan dengan kebenaran yang datang dari hasil pemikiran kelompok manusia yang mayoritas. Sehingga lahirlah pemikiran sebagaimana yang Saudara Fergyanto Gunawan katakan yaitu, "saya merasa lucu dengan orang yang teramat teguh dan gelap mata dengan pendiriannya. Mereka seperti menjalankan sebuah ironi, sebuah kontradisme, mahluk yang tidak kekal dengan keyakinan yang kekal. Lucu sekali....".

Padahal sebenarnya, kalau dilihat dari dalam Islam itu sendiri, justru sebaliknya, usaha itu merupakan usaha pengabdian kepada Tuhan dan mencari ridha-Nya. Tentu saja, sayapun menyadari bahwa Saudara Fergyanto Gunawan sulit untuk menerimanya, karena kebenaran menurut Saudara Fergyanto Gunawan adalah kebenaran yang dihasilkan oleh pemikiran kelompok manusia yang mayoritas, yang tidak berlandaskan kepada kebenaran mutlak yang datang dari Maha Pencipta, yaitu Tuhan.
 
Inilah sedikit tanggapan untuk Saudara Fergyanto Gunawan.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se