Stockholm,
17 Desember 2006
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum
wr wbr.
GAM TIDAK BUBAR SELAMA PROSES
PERDAMAIAN YANG MENYELURUH & BERMARTABAT DI ACHEH MASIH BELUM TERCAPAI.
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.
MENURUT MOU HELSINKI
GAM TIDAK BUBAR YANG DI DEMOBILISASI HANYA TENTARA NEGARA ACHEH (TNA).
Usaha pihak Pemerintah RI bersama
para pendukungnya termasuk sindikat Paya Bujok Telianet [195.252.42.4] Fittja
& Hallefors dibawah pimpinan Yusuf Daud dan Abdurrahman Ismail yang
didalamnya ada Persatuan Masyarakat Aceh Skandinavia serta Komite Persiapan
Acheh Merdeka Demokratik yang berusaha setengah mati untuk menghancurkan GAM
dibawah Pimpinan Tertinggi Teungku Hasan Muhammad di Tiro dan Kabinet-nya
dibawah pimpinan Teungku Malik Mahmud. Tetapi tentu saja usaha mereka untuk
menghancurkan GAM tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat. Mengapa?
Karena kalau pihak Pemerintah RI
dan para pendukungnya termasuk sindikat Paya Bujok Telianet [195.252.42.4]
Fittja & Hallefors hanya mendasarkan pada hasil pemikiran dan penafsiran
mereka saja, maka alasan mereka itu adalah alasan yang paling keropos. Dalam
MoU Helsinki tidak tercantum bahwa GAM harus dibubarkan. Tetapi yang disepakati
adalah sebagaimana yang tertuang dalam klausul 4 yang menyangkut
"Pengaturan Keamanan" dan membicarakan apa yang tercantum dalam
klausul 4.2. bahwa "GAM melakukan demobilisasi atas semua 3000 pasukan
militernya. Anggota GAM tidak akan memakai seragam maupun menunjukkan emblem atau
simbol militer setelah penandatanganan Nota Kesepahaman ini."
Nah, dalam pelaksanaan MoU
dilapangan, pihak GAM secara konsekuen telah melakukan demobilisasi atas semua
3000 pasukan TNA. Dimana sekarang status hukum TNA telah dirobah menjadi Komite
Peralihan Acheh (KPA) dengan meninggalkan semua "seragam maupun
menunjukkan emblem atau simbol militer"-nya.
Adapun GAM sebagai lembaga atau
institusi politik dan hukum menurut MoU Helsinki tetap wujud untuk terus
wengawasi jalannya perdamaian yang menyeluruh dan bermartabat bagi semua pihak
di Acheh.
Kemudian dibuatnya Undang-Undang
Tentang Pemerintahan Acheh nomor 11 Tahun 2006 adalah sebagai salah satu
penjabaran dan pelaksanaan butiran-butiran yang tertuang dalam MoU Helsinki,
sebagaimana yang tercantum dalam klausul 1.1.1. yang berbunyi
"Undang-undang baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh akan
diundangkan dan akan mulai berlaku sesegera mungkin dan selambat-lambatnya
tanggal 31 Maret 2006."
Nah, dengan telah dibuatnya UU
Tentang Pemerintahan Acheh nomor 11 Tahun 2006 tidak berarti bahwa GAM bubar,
melainkan GAM tetap wujud untuk secara bersama-sama sebagai lembaga atau
institusi hukum mengawasi dan mendampingi jalannya perdamaian yang menyeluruh
dan bermartabat di Acheh.
Apalagi dalam kenyataannya
menunjukkan bahwa sebagian besar pasal-pasal dalam UU Tentang Pemerintahan
Acheh nomor 11 Tahun 2006 tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati dalam
MoU Helsinki. ( "90 % isi UU Pemerintahan Acheh made in DPR RI harus
dibuang karena bertentangan dengan MoU Helsinki" ,
http://www.dataphone.se/~ahmad/060719.htm )
Nah sekarang, kalau ada baik dari
pihak Pemerintah RI maupun dari DPR RI ataupun juga dari sindikat Paya Bujok
Telianet [195.252.42.4] Fittja & Hallefors yang terus menuntut dan merengek-rengek
meminta GAM dengan semua atribut dan embel-embelnya harus dibubarkan dan
dihilangkan, maka tuntutan dan rengekan mereka itu hanyalah sekedar tuntutan
dan rengekan yang tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Juga hanya sekedar
keinginan mereka untuk menghancurkan GAM dibawah Pimpinan Tertinggi Teungku
Hasan Muhammad di Tiro dan Kabinet-nya dibawah pimpinan Teungku Malik Mahmud.
Jadi kalau pihak Pemerintah RI dan
para pendukungnya termasuk sindikat Paya Bujok Telianet [195.252.42.4] Fittja
& Hallefors seperti Menteri Komunikasi dan Informasi Sofyan Djalil,
Panglima Komando Iskandar Muda Mayjen TNI Supiadin AS yang diekori oleh Yusuf
Daud dan Abdurrahman Ismail yang mengotot agar semua simbol atau atribut
Gerakan Acheh Merdeka (GAM) seperti bendera ataupun lambang lainnya tidak boleh
digunakan lagi, maka usaha mereka itu tidak memiliki dasar kekuatan hukum yang
kuat, melainkan hanya diarahkan untuk menghancurkan GAM dibawah Pimpinan
Tertinggi Teungku Hasan Muhammad di Tiro dan Kabinet-nya.
Kemudian dalam MoU Helsinki
dinyatakan dalam klausul 1.1.5. "Aceh memiliki hak untuk menggunakan
simbol-simbol wilayah termasuk bendera, lambang dan himne."
Nah, klausul 1.1.5. menyangkut
juga GAM didalamnya. Artinya GAM sebagai lembaga atau institusi politik dan
hukum yang mengawasi dan mendampingi jalannya perdamaian yang menyeluruh dan
bermartabat memiliki hak untuk mempergunakan simbol-simbol GAM, seperti bendera
dan berbagai atribut GAM lainnya yang tidak bertentangan dengan klausul 4.2.
MoU Helsinki.
Terakhir, GAM tetap konsekuen
menerapkan dan menjalankan MoU Helsinki, yang tinggal sekarang adalah pihak
Pemerintah RI bersama DPR RI yang tidak konsekuen sebagaimana ditunjukkan dalam
pembuatan UU Tentang Pemerintahah Acheh Nomor 11 Tahun 2006 yang masih banyak bertentangan
dengan MoU Helsinki. Begitu juga dengan sindikat Paya Bujok Telianet
[195.252.42.4] Fittja & Hallefors dibawah pimpinan Yusuf Daud dan
Abdurrahman Ismail yang didalamnya ada Persatuan Masyarakat Aceh Skandinavia
serta Komite Persiapan Acheh Merdeka Demokratik yang menentang 100% MoU
Helsinki tidak akan berhasil usaha mereka itu untuk menghancurkan GAM dibawah
Pimpinan Tertinggi Teungku Hasan Muhammad di Tiro dan Kabinetn-nya dibawah
pimpinan Teungku Malik Mahmud.
Bagi yang ada minat untuk menanggapi
silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai
kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang
telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah
silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad
Hanya kepada Allah kita memohon
pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*
Wassalam.
Ahmad
Sudirman
http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se
----------