Stockholm, 11 Juli 2006

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalamu'alaikum wr wbr.

 

 

UU PEMERINTAHAN ACHEH BUATAN DPR RI HARUS DITOLAK KARENA TIDAK MENGACU KEPADA MOU HELSINKI.

Ahmad Sudirman

Stockholm - SWEDIA.

 

 

TAKTIK DAN STRATEGI DPR RI UNTUK TERUS MENGUASAI ACHEH DENGAN MELALUI PENJAGALAN MOU HELSINKI MERUPAKAN BOM WAKTU DI ACHEH.

 

Hari ini Rapat Paripurna DPR RI akan mengesahkan RUU Pemerintahan Acheh menjadi UU Pemerintahan Acheh, tetapi sudah dipastikan bahwa isi dari UU Pemerintahan Acheh tidak mengacu lagi kepada MoU Helsinki 15 Agustus 2005. UU Pemerintahan Acheh adalah tidak lebih dan tidak kurang dari bom waktu di Acheh yang setiap saat bisa meledak menghancurkan kembali bumi Acheh, karena didalamnya tidak lagi mengacu kepada MoU Helsinki yang sudah disepakati oleh pihak GAM dan Pemerintah RI dan ditandatangani pada 15 Agustus 2005 di Helsinki.

 

Kemudian kalau melihat dan mempelajari alasan dasar yang tertuang dalam MoU Helsinki: "Para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi sehingga pemerintahan rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam negara kesatuan dan konstitusi Republik Indonesia", maka disini perlu dilihat dari sudut yang telah disepakati oleh pihak GAM dan Pemerintah Indonesia, yaitu Self-Government atau pemerintahan sendiri di Acheh atau pemerintahan rakyat Acheh atau Pemerintahan Acheh. Mengapa ?

 

Karena  Pemerintahan Acheh itu tidak ada dasar referensi hukumnya baik dalam UU yang ada sekarang di RI ataupun dalam UUD 1945, maka itu UU ataupun UUD 1945 tidak bisa dijadikan sebagai referensi hukum untuk dibangunnya Self-Government atau pemerintahan sendiri di Acheh atau pemerintahan rakyat Acheh atau Pemerintahan Acheh.

 

Self-Government atau pemerintahan sendiri di Acheh atau pemerintahan rakyat Acheh atau Pemerintahan Acheh tidak bisa ditafsirkan dengan mengacu kepada UUD 1945 Pasal 18B ayat (1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Mengapa ?

 

Karena yang namanya satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa adalah satuan pemerintahan daerah otonomi, dan pemerintahan daerah otonomi tidak disepakati dalam MoU Helsinki, justru yang disepakati oleh pihak GAM dan Pemerintah Indonesia adalah Self-Government atau pemerintahan sendiri di Acheh atau pemerintahan rakyat Acheh atau Pemerintahan Acheh.

 

Menurut MoU Helsinki tidak sama antara pemerintahan daerah otonomi menurut Pasal 18B (1) dengan Self-Government atau pemerintahan sendiri di Acheh atau pemerintahan rakyat Aceh atau Pemerintahan Acheh menurut MoU Helsinki.

 

Jadi yang benar menurut apa yang telah disepakati dalam MoU Helsinki adalah: "pemerintahan rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam negara kesatuan dan konstitusi Republik Indonesia" adalah Pemerintahan sendiri di wilayah Acheh berdasarkan perbatasan 1 Juli 1956 yang bukan provinsi dan bukan bersifat otonomi, dimana Pemerintahan Sendiri di Acheh masih punya hubungan dengan Pemerintah Indonesia melalui jalur enam kewenangan yang masih dimiliki oleh Pemerintah RI, yaitu kewenangan dalam bidang hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional, hal ikhwal moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama, diluar enam kewenangan itu, Pemerintahan Acheh lah yang memiliki kewenangan penuh kedalam ditambah kewenangan keluar, kecuali kewenangan keluar dalam hal hubungan luar negeri.

 

Nah sekarang, kalau itu MoU ditafsirkan keluar dari apa yang telah disepakati yaitu Self-Government atau pemerintahan sendiri di Acheh atau pemerintahan rakyat Acheh atau Pemerintahan Acheh, maka penafsiran itu adalah merupakan suatu pengkhianatan dan pembohongan besar-besaran terhadap bangsa dan seluruh rakyat Acheh atau dengan kata lain pihak DPR RI bersama Departemen Dalam Negeri RI telah membuat bom waktu di Acheh yang setiap waktu bisa meledak dan menghancurkan kembali pondasi perdamaian di Acheh yang sudah disepakati oleh pihak GAM dan Pemerintah RI.

 

Selanjutnya yang perlu diperhatikan dan dijadikan dasar pijakan hukum adalah karena Pemerintahan Sendiri di Acheh baru pertama kali ini dilahirkan, dibentuk dan dibangun sejak sejarah pertumbuhan dan perkembangan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, Republik Indonesia Serikat  27 Desember 1949, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan UUD Sementara 1950 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan UUD 1945 5 Juli 1959, maka tidak satupun Undang-Undang yang berlaku sekarang termasuk UUD 1945 yang mengatur secara hukum Penyelenggaraan Pemerintahan Sendiri di Acheh. Jadi wujudnya Penyelenggaraan Pemerintahan Sendiri di Acheh ini adalah karena telah ditandatanganinya MoU Helsinki 15 Agustus 2005 dan berdasarkan dasar hukum MoU inilah RUU Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Sendiri di Acheh dibuat yang selanjutnya ditetapkan dan diundangkan di Acheh.

 

Nah, berdasarkan MoU Helsinki  Pemerintahan sendiri di Aceh yang disebut pemerintahan Acheh sebagaimana yang telah dijelaskan diatas adalah Pemerintahan sendiri di wilayah Aceh berdasarkan perbatasan 1 Juli 1956 dan menurut apa yang terjadi pada 1 Juli 1956, itu  Acheh adalah bukan provinsi dan Acheh bukan bersifat otonomi, melainkan Acheh merupakan daerah yang dimasukkan kedalam wilayah propinsi Sumatra Utara.

 

Dimana dasar hukumnya adalah karena Undang Undang Nomor 24 Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara ditetapkan pada tanggal 29 Nopember 1956 oleh Presiden Republik Indonesia, Soekarno dan diundangkan pada tanggal 7 Desember 1956 oleh Menteri Kehakiman, Muljatno dan Menteri Dalam Negeri, Sunarjo.

 

Jadi, Acheh pada tanggal 1 Juli 1956 masih berada dalam wilayah Propinsi Sumatera Utara, sebab Acheh baru dipisahkan dari Propinsi Sumatera Utara menjadi Propinsi Acheh yang otonom pada tanggal 29 Nopember 1956.

 

Nah, berdasarkan dasar hukum inilah mengapa Acheh pada tanggal 1 Juli 1956 bukan propinsi dan bukan otonomi.

 

Jadi berdasarkan alasan hukum diatas dalam membaca dan mempelajari UU Pemerintahan buatan DPR RI adalah:

 

Pertama, UU Pemerintahan Acheh harus mengacu kepada MoU Helsinki 15 Agustus 2005 sebagai Self-Government atau Pemerintahan Sendiri di Acheh yang bukan propinsi dan tidak bersifat otonomi khusus atau otonomi istimewa.

 

Kedua, UU Pemerintahan Acheh tidak mengacukan kepada UU yang ada sekarang di RI, karena UU yang ada tidak punya referensi hukum tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Sendiri di Acheh.

 

Ketiga, UU Pemerintahan Acheh tidak mengacu kepada UUD 1945, karena dalam UUD 1945 tidak ada dasar hukum untuk membangun  Pemerintahan Sendiri di Acheh, karena yang ada dalam UUD 1945 adalah seperti yang tertuang dalam Pasal 18B ayat (1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Nah, yang dimaksud dengan satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa menurut UUD 1945 adalah satuan pemerintahan daerah oronomi, bukan  Pemerintahan sendiri  sebagaimana yang telah disepakati dalam MoU Helsinki.

 

Keempat, UU Pemerintahan Acheh masih punya hubungan dengan Pemerintah Indonesia adalah karena masih adanya enam kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah RI, yaitu kewenangan dalam bidang hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional, hal ikhwal moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama. Diluar itu Pemerintahan Acheh ini memiliki kewenangan penuh kedalam ditambah kewenangan keluar, kecuali kewenangan keluar dalam hal hubungan luar negeri, misalnya kalau mau mengadakan perjalanan keluar negeri, masih tetap mempergunakan travel dokumen yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI.

 

Kelima, walaupun Acheh masih kehilangan enam kewenangan, tetapi Acheh merupakan satu Pemerintahan Sendiri yang batas daerahnya mengacu kepada perbatasan 1 Juli 1956 yang bukan bersifat otonomi dan juga bukan berbentuk propinsi.

 

Keenam, Pemerintah Indonesia dan DPR RI tidak lagi bebas untuk mengatur, mengontrol dan menetapkan sesuatu yang ada hubungannya dengan Acheh dan tentang kewenangan diluar enam kewenangan yang dimiliki Pemerintah Indonesia tanpa adanya persetujuan dan kesepakatan dari pihak Pemerintahan Acheh dan Lembaga legislatif Acheh.

 

Nah sekarang, berdasarkan dasar hukum dan MoU Helsinki yang telah dijelaskan diatas akan menjadi bukti hukum bahwa isi UU Pemerintahan Acheh yang disahkan DPR RI hari ini adalah merupakan bentuk pengkhianatan kepada hasil kesepakatan antara pihak GAM dan Pemerintah RI yang tertuang dalam MoU dan sekaligus menghancurkan perdamaian di bumi Acheh.

 

Terakhir, disinilah kelihatan pihak DPR RI yang juga didukung penuh oleh Departemen Dalam Negeri RI yangt sebenarnya tidak menginginkan perdamaian yang abadi tumbuh di bumi Acheh. Pihak DPR RI telah membuat bom waktu di Acheh yang setiap waktu bisa meledak dan menghancurkan bumi Acheh.

 

Dan tentu saja pihak GAM cukup saja dengan menolak UU Pemerintahan Acheh buatan DPR RI dan menyerahkan kembali UU Pemerintahan Acheh kepada pihak DPR RI agar diacukan kepada MoU Helsinki 15 Agustus 2005. Karena tanpa MoU Helsinki di bumi Acheh tidak akan tumbuh perdamaian yang menyeluruh.

 

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

 

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

 

Wassalam.

 

Ahmad Sudirman

 

http://www.dataphone.se/~ahmad

ahmad@dataphone.se

----------