Stockholm, 3 April 2006

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalamu'alaikum wr wbr.

 

 

DETIK.COM & PR SECARA TERANG-TERANGAN MEMALSUKAN DAN MENUTUPI SEJARAH RI-JAWA-YOGYA YANG SEBENARNYA.

Ahmad Sudirman

Stockholm - SWEDIA.

 

 

KELOMPOK DETIK.COM & PIKIRAN RAKYAT SECARA TERANG-TERANGAN MEMALSUKAN DAN MENUTUPI SEJARAH RI-JAWA-YOGYA YANG SEBENARNYA.

 

"Pengakuan secara resmi soal kemerdekaan Indonesia pada 17-8-1945 selama ini sulit diterima para veteran Belanda, sebab setelah tanggal tersebut mereka dikerahkan untuk melakukan Agresi Militer. Belanda hanya mengakui kemerdekaan RI pada 27 Desember 1949 saat negeri itu menyerahkan kedaulatan kepada RI, minus Irian Barat." (A-76/Detik.com, PR, 16 Agustus 2005)

 

Nah, bagi para pendukung unitaris RI-Jawa-Yogya ketika membaca tulisan yang dipublikasikan oleh kelompok detik.com dan disadur kembali oleh pihak Pikiran Rakyat dari Bandung, maka mereka tanpa memikirkan kembali, langsung saja disantapnya dengan lahap cerita tersebut.

 

Tetapi, kalau diteliti lebih kedalam, maka akan ditemukan butiran-butiran yang berisikan kebohongan dan kepalsuan tentang fakta, bukti, sejarah dan hukum mengenai sejarah jalur proses pertumbuhan dan perkembangan RI-Jawa-Yogya yang sebenarnya, mengapa ?

 

Karena, ketika pihak detik.com dan Pikiran Rakyat menyatakan bahwa "Belanda hanya mengakui kemerdekaan RI pada 27 Desember 1949 saat negeri itu menyerahkan kedaulatan kepada RI, minus Irian Barat" adalah benar-benar suatu penipuan besar-besaran yang dilakukan oleh pihak para pendukung unitaris RI-Jawa-Yogya dari kelompoknya detik.com di Jakarta dan kelompok Pikiran Rakyat d Bandung.

 

Karena menurut fakta, bukti, sejarah dan hukum yang sebenarnya mengenai apa yang terjadi pada tanggal 27 Desember 1949 adalah pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees, Menteri Seberang Lautnan Mr AMJA Sassen dan ketua Delegasi Republik Indonesia Serikat (RIS) Moh Hatta membubuhkan tandatangannya pada naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Belanda dalam upacara pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS). Pada tanggal yang sama, di Yogyakarta dilakukan penyerahan kedaulatan Republik Indonesia (RI) kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). Sedangkan di Jakarta pada hari yang sama, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota AHJ Lovink dalam suatu upacara bersama-sama membubuhkan tandangannya pada naskah penyerahan kedaulatan. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal. 251)

 

Nah, pihak Soekarno cs sendiri dari RI-Jawa-Yogya pada tanggal 27 Desember 1949 mengakui sendiri bahwa memang benar pada tanggal 27 Desember 1949  pihak Kerajaan Belanda menyerahkan dan mengakui Kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri dari 16 Negara Bagian, bukan menyerahkan dan mengakui kedaulatan kepada Republik Indonesia (RI), karena Republik Indonesia (RI) sejak tanggal 14 desember 1949 telah masuk menjadi salah satu Negara Bagian RI dengan melalui penandatanganan Piagam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) di Jakarta.

 

Jadi, fakta, bukti, sejarah dan hukum mengenai sejarah jalur proses pertumbuhan dan perkembangan RI-Jawa-Yogya yang sebenarnya inilah yang ditutupi dan dimanipulasi oleh para pendukung unitaris RI-Jawa-Yogya, diantara kelompok detik.com dan kelompok Pikiran Rakyat.

 

Selanjutnya, pihak detik.com dan Pikiran Rakyat menulis lagi: "Bot secara eksplisit mengungkapkan bahwa sikap dan langkahnya tersebut telah mendapat dukungan kabinet. "Saya dengan dukungan kabinet akan menjelaskan kepada rakyat Indonesia bahwa di Belanda ada kesadaran bahwa kemerdekaan Indonesia de facto telah dimulai 17-8-1945 dan bahwa kita 60 tahun setelah itu, dalam pengertian politik dan moral, telah menerima dengan lapang dada," demikian Bot."

 

Nah, kalau diteliti lebih dalam apa yang dinyatakan oleh pihak Menteri Luar Negeri Belanda Bernard Rudolf Bot adalah memang sudah berlaku sejak dilakukannya Perundingan Linggajati, yang ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947. Penandatanganan persetujuan Linggajati di Istana Rijswijk, sekarang Istana Merdeka, Jakarta. Dari pihak RI ditandatangani oleh Sutan Sjahrir, Mr.Moh.Roem, Mr.Soesanto Tirtoprodjo, dan A.K.Gani, sedangkan dari pihak Belanda ditandatangani oleh Prof.Schermerhorn, Dr.van Mook, dan van Poll. Isi perjanjian Linggajati itu, secara de facto RI dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura. RI dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama RIS, yang salah satu negara bagiannya adalah RI. RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.119,138)

 

Kemudian disusul dengan Perjanjian Renville 17 Januari 1948 ini yang sebagian isinya menyangkut gencatan senjata disepanjang garis Van Mook dan pembentukan daerah-daerah kosong militer. Dimana secara de jure dan de facto kekuasaan RI hanya sekitar daerah Yogyakarta saja. Perjanjian Renville ini ditandatangani oleh Perdana Mentri Mr. Amir Sjarifuddin dari Kabinet Amir Sjarifuddin, yang disaksikan oleh H.A. Salim, Dr.Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.155,163)

 

Nah, terbukti dengan dilakukannya Perundingan Linggajati 25 Maret 1947 disusul kemudian dengan Perjanjian Renville 17 Januari 1948 menggambarkan bahwa pihak Belanda secara politis telah mengakui RI-Jawa-Yogya sebagai lawan politisnya dalam perundingan-perundingan.

 

Begitu juga pihak Dewan Keamana PBB telah mengakui adanya RI-Jawa-Yogya, Perundingan Linggajati 25 Maret 1947 dan Perjanjian Renville 17 Januari 1948 dengan dikeluarkannya Resolusi PBB No.67(1949) tanggal 28 Januari 1949, yang sebagian isinya menyatakan: The Security Council, 3. Recommends that, in the interest of carrying out the expressed objectives and desires of both parties to establish a federal, independent and sovereign United States of Indonesia at the earliest possible date, negotiations be undertaken as soon as possible by representatives of the Goverenment of the Netherlands and refresentatives of the Republic of Indonesia, with the assistance of the Commission referred to in paragraph 4 below, on the basis of the principles set forth in the Linggadjati and Renville Agreements. (PBB resolution No.67(1949), 28 January 1949, adopted at the 406th meeting)

 

Nah, makin jelas dan terang bahwa pihak Dewan Keamanan PBB melalui Resolusi PBB no.67(1949) tanggal 28 Januari 1949 menyatakan bahwa hasil Perjanjian Linggajati 25 Maret 1947 dan Perjanjian Renville 17 Januari 1948 adalah merupakan dasar hukum untuk membentuk Negara Indonesia Serikat (United States of Indonesia) yang berbentuk federasi yang akan diakui kedaulatannya oleh Belanda paling lambat tanggal 1 Januari 1950.

 

Nah sekarang, berdasarkan Resolusi PBB No.67(1949) melalui Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) dibawah Sjafruddin Prawiranegara diadakan perundingan baru yang disebut perundingan Roem Royen. Dimana pihak Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) diwakili oleh delegasi yang dipimpin oleh Mr. Moh. Roem sedangkan pihak Belanda diketuai oleh Dr. Van Royen. Dimana perjanjian itu ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Jakarta yang sebagian isinya adalah turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag, dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat. Dimana Belanda menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.210).

 

Selanjutnya ketika Konferensi Meja Bunda dilaksanakan dan hasilnya ditandatangani pada tanggal 2 November 1949, ternyata ada empat utusan yang telah menyepakati dan memutuskan isi Konferensi Meja Bunda ini, yaitu wakil-wakil pertama, dari Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO) atau Badan Permusyawaratan Federal dari 15 Negara/Daerah Bagian yang dipimpin oleh Sultan Hamid II. Kedua, wakil dari Republik Indonesia menurut perjanjian Renville 17 Januari 1948 yang dipimpin oleh juru runding Mohammad Hatta. Ketiga, wakil dari Kerajaan Belanda yang delegasinya diketuai oleh Mr. Van Maarseveen. Keempat, wakil dari United Nations Commission for Indonesia (UNCI) dipimpin oleh Chritchley. Dimana sebagian isi KMB itu adalah Belanda akan menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) pada akhir bulan Desember 1949. Mengenai Irian barat penyelesaiannya ditunda selama satu tahun. Pembubaran KNIL dan pemasukan bekas anggota KNIL ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), adanya satu misi militer Belanda di Indonesia, untuk membantu melatih APRIS dan pemulangan anggota KL dan KM ke Negeri Belanda. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.236- 237).

 

Sekarang, dengan mengikuti sejarah jalur proses pertumbuhan dan perkembangan RI-Jawa-Yogya-nya Soekarno ini kelihatan dengan jelas bahwa apa yang dikemukakan oleh Menteri Luar Negeri Belanda Bernard Rudolf Bot bahwa "dalam pengertian politik dan moral, telah menerima" ternyata telah berlaku sejak lama, yaitu sejak diadakannya Perundingan Linggajati 25 Maret 1947 disusul kemudian dengan Perjanjian Renville 17 Januari 1948, selanjutnya Perundingan Roem Royen 7 Mei 1949, seterusnya KMB 2 November 1949.

 

Jadi, secara pengertian politik, pihak Kerajaan Belanda sudah mengakui adanya RI-Jawa-Yogya. Karena itulah, mengapa RI-Jawa-Yogya tunduk dan patuh kepada dasar hukum hasil kesepakatan-kesepakatan dalam perundingan Linggajati 25 Maret 1947, Renville 17 Januari 1948, Roem Royen 7 Mei 1949, KMB 2 November 1949.

 

Dan puncaknya, adalah ketika pihak Kerajaan Belanda dan disaksikan oleh PBB pada tanggal 27 desember 1949 telah menyerahkan dan mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS).

 

Dan sekarang makin terbukti secara jelas dan terang bahwa justru Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri dari 16 Negara Bagian inilah yang diakui kedaulatannya oleh Belanda dan PBB, bukan Republik Indonesia (RI), karena Republik Indonesia (RI) adalah salah satu Negara Bagian Republik Indonesia Serikat (RIS).

 

Kesimpulannya adalah, apa yang dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri Belanda Bernard Rudolf Bot yang dikutif oleh pihak detik.com dan Pikiran Rakyat, adalah hanya mengulangi apa yang telah dilaksanakan dan dijalankan oleh Belanda sejak dulu, dan tidak merobah sejarah jalur proses pertumbuhan dan perkembangan RI-Jawa-Yogya yang sebenarnya.

 

Jadi, kalau ada siapa saja orang yang menyatakan bahwa pada 27 Desember 1949 Belanda menyerahkan dan mengakui kedaulatan kepada Republik Indonesia (RI), minus Irian Barat, maka orang tersebut adalah benar-benar orang yang secara sengaja dan penuh kesadaran telah melakukan penipuan dan pembohongan sejarah jalur proses pertumbuhan dan perkembangan RI-Jawa-Yogya, contohnya kelompok detik.com dari Jakarta dan kelompok Pikiran Rakyat dari Bandung.

 

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

 

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

 

Wassalam.

 

Ahmad Sudirman

 

http://www.dataphone.se/~ahmad

ahmad@dataphone.se

----------

 

Menlu Bot Akan Hadiri Upacara 17 Agustus

Belanda Akui Kemerdekaan RI

 

DEN HAAG, (PR).-

Meski Indonesia sudah merdeka sejak 17 Agustus 1945, baru tahun ini Belanda mengakui tanggal tersebut sebagai hari kemerdekaan RI. Pengakuan dicerminkan dengan rencana hadirnya Menteri Luar Negeri Belanda Bernard Rudolf Bot dalam peringatan detik-detik Proklamasi 17 Agustus besok, di Jakarta.

 

Menlu Bot menegaskan, kehadirannya pada upacara Hari Ulang Tahun (HUT) ke-60 RI dapat dilihat sebagai penerimaan politik dan moral bahwa Indonesia merdeka pada 17-8-1945. Atas nama Belanda, ia juga akan meminta maaf. Bernard Rudolf Bot menyampaikan hal itu dalam upacara peringatan berakhirnya pendudukan Jepang di Hindia Belanda, Senin (15/8) di kompleks Monumen Hindia Belanda, Den Haag. Pernyataan Bot itu juga disaksikan Ratu Beatrix yang hadir meletakkan karangan bunga.

 

Bot secara eksplisit mengungkapkan bahwa sikap dan langkahnya tersebut telah mendapat dukungan kabinet. "Saya dengan dukungan kabinet akan menjelaskan kepada rakyat Indonesia bahwa di Belanda ada kesadaran bahwa kemerdekaan Indonesia de facto telah dimulai 17-8-1945 dan bahwa kita 60 tahun setelah itu, dalam pengertian politik dan moral, telah menerima dengan lapang dada," demikian Bot.

 

Pengakuan secara resmi soal kemerdekaan Indonesia pada 17-8-1945 selama ini sulit diterima para veteran Belanda, sebab setelah tanggal tersebut mereka dikerahkan untuk melakukan Agresi Militer. Belanda hanya mengakui kemerdekaan RI pada 27 Desember 1949 saat negeri itu menyerahkan kedaulatan kepada RI, minus Irian Barat.

 

Menurut menteri yang lahir pada 21 November 1937 di Batavia (kini Jakarta) itu, sikap menerima tanggal kemerdekaan Indonesia pada 17-8-1945 dalam pengertian moral juga berarti bahwa dirinya ikut mendukung ungkapan penyesalan mengenai perpisahan Indonesia-Belanda yang menyakitkan dan penuh kekerasan. "Hampir 6.000 militer Belanda gugur dalam pertempuran, banyak yang cacat atau menjadi korban trauma psikologis. Akibat pengerahan militer skala besar-besaran, negeri kita juga sepertinya berdiri pada sisi sejarah yang salah. Ini sungguh kurang mengenakkan bagi pihak-pihak yang terlibat," tandas Bot.

 

Doktor hukum lulusan Harvard Law School itu melukiskan berlikunya pengakuan seputar tanggal kemerdekaan dan hubungan Belanda-Indonesia itu seperti orang mendaki gunung. "Baru setelah seseorang berdiri di puncak gunung, orang dapat melihat mana jalan tersederhana dan tersingkat untuk menuju ke puncak. Hal seperti itu juga berlaku bagi mereka yang terlibat pengambilan keputusan pada tahun ’40-an. Baru belakangan terlihat bahwa perpisahan Indonesia-Belanda terlalu berlarut-larut dan dengan diiringi banyak kekerasan militer melebihi seharusnya. Untuk itu saya atas nama pemerintah Belanda akan menyampaikan permohonan maaf di Jakarta," tekad Bot.

 

"Dalam hal ini saya mengharapkan pengertian dan dukungan dari masyarakat Hindia (angkatan Hindia Belanda-red), masyarakat Maluku di Belanda dan para veteran aksi polisionil," demikian Bot.

 

Desakan pengakuan 17 Agustus telah lama mencuat di Belanda. Bahkan, pada saat HUT ke-50 RI (1995), Ratu Beatrix berencana hadir di upacara tersebut. Namun, PM Wim Kok yang mengalami tekanan dari dalam negeri, menentang keinginan Beatrix tersebut. Sang Ratu akhirnya hanya mampir di Singapura dan baru memasuki RI beberapa hari setelah upacara itu berlalu.(A-76/Detik.com)***

 

(http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0805/16/0103.htm)

----------