Stockholm, 6 Januari
2006
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
RUU
PEMERINTAHAN SENDIRI DI ACHEH MADE IN PEMDA ACHEH CS & DEPDAGRI RI SUDAH
MENYIMPANG DARI MOU HELSINKI.
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.
RUU TENTANG PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN SENDIRI DI
ACHEH MADE IN PEMDA ACHEH CS & DEPDAGRI RI SUDAH MENYIMPANG JAUH DARI MOU HELSINKI.
Setelah
isi MoU Helsinki 15 Agustus yang menyangkut demobilisasi atas semua 3000 pasukan militer
Tentara Negara Acheh (TNA) dan decommissioning semua senjata, amunisi dan alat
peledak yang dimiliki oleh para anggota TNA dengan bantuan Misi Monitoring
Acheh serta penarikan semua pasukan non-roganik TNI dan Polri dari seluruh
wilayah Acheh yang dimulai pada tanggal 15 September 2005 dan diselesaikan pada
tanggal 31 Desember 2005 berakhir dengan lancar dan baik, tinggal sekarang
pelaksanaan yang menyangkut masalah undang-undang baru tentang Penyelenggaraan
Pemerintahan Sendiri di Acheh yang akan diundangkan dan akan mulai berlaku
secepat mungkin dan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret 2006.
Nah,
ternyata dalam masalah pembuatan rancangan undang-undang baru tentang
Penyelenggaraan Pemerintahan sendiri di Acheh inilah yang justru telah keluar
dari apa yang telah disepakati dalam MoU Helsinki 15 Agustus 2005. Mengapa ?
Karena, setelah
dipelajari semua draft rancangan undang-undang tentang penyelenggaraan pemerintahan
sendiri di Acheh, baik yang dibuat oleh pihak Pemda Acheh yang berupa hasil
perumusan dari tim IAIN Ar-Raniry, Unsyiah dan Universitas
Malikul Saleh ataupun yang dibuat oleh Departemen Dalam Negeri RI, ternyata
isinya telah jauh menyimpang dari apa yang telah disepakati dalam MoU Helsinki.
GAM dan pemerintah RI telah sepakat dan dituangkan dalam
MoU Helsinki 15 Agustus 2005 bahwa di Acheh tidak akan berdiri pemerintahan
yang bersifat otonomi, melainkan pemerintahan sendiri di Acheh di daerah atau bagian permukaan bumi Acheh berdasarkan
perbatasan 1 Juli 1956.
Jadi tidak ada seperti apa yang sekarang dituliskan baik
oleh pihak Pemda Acheh Cs maupun pihak Departemen Dalam Negeri bahwa di Acheh
akan berdiri pemerintahan otonomi atau dengan kata lain pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa dengan mengacu kepada UUD 1945 Pasal 18B.
Justru yang telah
disepakati adalah di Acheh akan berdiri self-government atau dengan kata lain
pemerintahan sendiri di Acheh di daerah atau bagian permukaan bumi Acheh
berdasarkan perbatasan 1 Juli 1956 yang bukan berbentuk provinsi. Dengan alasan
hukumnya adalah karena pada tanggal 1 Juli 1956,
Acheh bukan propinsi dan bukan otonomi, melainkan daerah atau bagian
permukaan bumi Acheh yang dimasukkan kedalam propinsi
Sumatra Utara oleh Soekarno dengan memakai Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Serikat (RIS) Nomor 21 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Propinsi
oleh Presiden RIS Soekarno tanggal 14 Agustus 1950 dan dengan memakai Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.5 tahun 1950 tentang pembentukan Propinsi
Sumatera-Utara.
Nah sekarang,
berdasarkan alasan hukum terserbut diatas, maka penyelenggaraan pemerintahan
sendiri di Aceh baru pertama kali ini wujud sejak sejarah pertumbuhan dan
perkembangan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, Republik Indonesia Serikat
(RIS) 27 Desember 1949, Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasar UUDSementara 1950 dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasar UUD 1945 5 Juli 1959.
Jadi kalau
sekarang kita perhatikan dan pelajari RUU penyelenggaran pemerintahan sendiri
di Acheh yang dibuat oleh pihak Pemda Acheh Cs (IAIN Ar-Raniry, Unsyiah dan Universitas
Malikul Saleh) dan Departemen
Dalam Negeri RI, ternyata semua isinya telah keluar dari apa yang telah
disepakati dalam MoU Herlsinki 15 Agustus 2005.
Coba saja
perhatikan dan pelajari RUU tentang otonomi khusus Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam hasil rumusan Departemen Dalam Negeri RI yang berbunyi:
Menimbang:
a. bahwa sistem Pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 mengakui
dan menghormati satuan-satuan Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang;
e. bahwa telah
muncul kesadaran baru di kalangan masyarakat aceh setelah ditandatanganinya MoU
15 Agustus 2005 di Helsinki Finlandia antara Pemerintah Republik Indonesia
dengan Gerakan Aceh Merdeka telah tercapai kesepakatan damai dan konstitutional
pengakuan terhadap hak-hak dasar serta adanya penyelesaian konflik, secara
damai menyeluruh berkelanjutan dan bermartabat;
f. bahwa untuk
memberi kewenangan yang luas dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan
pasca tsunami yang memporak porandakan prasarana dan sarana di 14
kabupaten/kota dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, diperlukan penataan
kembali bagi pelaksanaan otonomi khusus;
g. bahwa
penyelenggaraan keistimewaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam perlu
diselaraskan dalam penyelenggaraan pemerintahan. pembangunan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku;
Nah, kalau kita
pelajari lebih mendalam apa yang dijadikan pertimbangan oleh tim perumus RUU
dari Departemen Dalam Negeri RI, ternyata penuh dengan penipuan dan kebohongan,
mengapa ?
Karena, pertama,
apa yang telah disepakati oleh pihak GAM dan RI dalam MoU Helsinki adalah bukan
pembentukan otonomi khusus atau Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa di Acheh, melainkan Self-Government yang belum ada acuan
hukum sebelumnya, artinya Self-Government adalah baru pertama kali sekarang ini
dibangun di wilayah Acheh.
Kedua, Acheh pada
tanggal 1 Juli 1956 bukan provinsi, melainkan daerah atau bagian permukaan bumi
Acheh yang dimasukkan atau dianeksasi kedalam provinsi Sumatera Utara oleh
Soekarno. Dan baru pada tanggal 29 Nopember 1956 Acheh dipisahkan dari Propinsi
Sumatera Utara menjadi Propinsi Acheh yang otonom berdasarkan Undang Undang
Nomor 24 Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan
Perubahan Peraturan Pembentukan yang ditetapkan pada tanggal 29 Nopember 1956
oleh Presiden Republik Indonesia, Soekarno, kemudian diundangkan pada tanggal 7
Desember 1956 oleh Menteri Kehakiman, Muljatno dan Menteri Dalam Negeri,
Sunarjo.
Sekarang disini
kelihatan, mula-mula Acheh dianeksasi kedalam provinsi Sumatera Utara oleh
Soekarno dengan memakai Peraturan Pemerintah RIS Nomor 21 Tahun 1950 Tentang
Pembentukan Daerah Propinsi oleh Presiden RIS Soekarno tanggal 14 Agustus 1950
dan dengan memakai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.5 tahun 1950
tentang pembentukan Propinsi Sumatera-Utara, yang termasuk wilayah Acheh yaitu
1. Acheh Besar, 2. Pidie, 3. Acheh-Utara, 4. Acheh-Timur, 5. Acheh-Tengah, 6.
Acheh-Barat, 7. Acheh-Selatan dan Kota Besar Kutaraja. Kemudian pada tanggal 29
Nopember 1956 wilayah Acheh dipisahkan dari provinsi Sumatera Utara dengan UU
Nomor 24 Tahun 1956 juga oleh Soekarno Presiden NKRI hasil leburan RIS 15
Agustus 1950.
Jadi, kalau tim
perumus RUU dari Departemen Dalam Negeri RI menuliskan pelaksanaan otonomi khusus
di Acheh, jelas itu merupakan penipuan dan penyimpangan dari apa yang telah
disepakati dalam MoU Helsinki oleh pihak GAM-RI yang ditandatangani pada 15
Agustus 2005.
Disini Ahmad
Sudirman memberikan sekelumit contoh RUU Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan
Sendiri Acheh yang sesuai dan mengacu kepada MoU Helsinki.
RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR TAHUN 2006
TENTANG PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
SENDIRI DI ACHEH
Menimbang:
Mengingat:
Nota
Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Acheh Merdeka
1.Penyelenggaraan
Pemerintahan di Acheh.
1.1.Undang-undang
tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Acheh.
1.1.1.Undang-undang
baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Acheh akan diundangkan dan akan
mulai berlaku sesegera mungkin dan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret 2006;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
Dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN SENDIRI DI ACHEH
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang Undang ini yang dimaksudkan dengan:
BAB II
Pasal 2
Nah
dari sekelumit contoh RUU tentang penyelenggaraan pemerintahan di Acheh diatas
secara gamblang dan nyata mengacu kepada MoU Helsinki 15 Agustus 2005, mengapa
?
Karena pertama,
Penyelenggaraan Pemerintahan Sendiri di Acheh adalah baru pertama kali ini
wujud sejak sejarah pertumbuhan dan perkembangan Republik Indonesia 17 Agustus
1945, Republik Indonesia Serikat 27
Desember 1949, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan UUD
Sementara 1950 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan UUD 1945
5 Juli 1959, maka tidak satupun UU yang berlaku sekarang termasuk UUD 1945 yang
mengatur secara hukum Penyelenggaraan Pemerintahan Sendiri di Acheh. Kemudian
wujudnya Penyelenggaraan Pemerintahan Sendiri di Acheh adalah karena
ditandatanganinya MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005. Dan berdasarkan dasar
hukum MoU inilah RUU Tentang
Penyelenggaraan Pemerintahan Sendiri di Acheh dibuat.
Kedua,
menurut MoU Helsinki Pemerintahan sendiri di Acheh yang disebut pemerintahan
Acheh adalah Pemerintahan sendiri di Acheh berdasarkan perbatasan 1 Juli 1956.
Dimana menurut perbatasan 1 Juli 1956 Acheh adalah bukan bentuk provinsi dan
bukan bersifat otonomi, melainkan Acheh merupakan daerah atau bagian permukaan bumi Acheh yang dimasukkan kedalam wilayah propinsi Sumatra Utara.
Dimana dasar hukumnya adalah karena Undang Undang Nomor 24 Tahun 1956 Tentang
Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Acheh dan Perubahan Peraturan Pembentukan
Propinsi Sumatera Utara ditetapkan pada tanggal 29 Nopember 1956 oleh Presiden
Republik Indonesia, Soekarno. Dan diundangkan pada tanggal 7 Desember 1956 oleh
Menteri Kehakiman, Muljatno dan Menteri Dalam Negeri, Sunarjo. Jadi, Acheh pada
tanggal 1 Juli 1956 masih berada dalam Propinsi Sumatera Utara. Nah,
berdasarkan dasar hukum inilah mengapa Acheh pada tanggal 1 Juli 1956 bukan
propinsi dan bukan otonomi.
Jadi,
dalam menyusun RUU Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Sendiri yang paling
penting adalah pertama, RUU tersebut mengacu kepada MoU helsinki 15 Agustus
2005 sebagai Self-Government atau Pemerintahan Sendiri di Acheh yang bukan
provinsi dan tidak bersifat otonomi khusus atau otonomi istimewa.
Kedua,
RUU tersebut tidak mengacukan kepada UU yang ada sekarang di RI, karena UU yang
ada tidak punya referensi hukum tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Sendiri di
Acheh.
Ketiga,
RUU tersebut tidak mengacu kepada UUD 1945, karena dalam UUD 1945 tidak ada
dasar hukum untuk membangun
Pemerintahan Sendiri di Acheh, karena yang ada dalam UUD 1945 adalah
seperti yang tertuang dalam Pasal 18B ayat (1) Negara mengakui dan menghormati
satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa
yang diatur dengan undang-undang. Nah, yang dimaksud dengan satuan-satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa menurut UUD
1945 adalah satuan pemerintahan daerah oronomi, bukan Pemerintahan sendiri
sebagaimana yang telah disepakati dalam MoU Helsinki.
Jadi,
berdasarkan dasar hukum inilah mengapa dimasukkan MoU Helsinki 15 Agustus 2005 sebagai acuan hukum pembuatan RUU
Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Sendiri di Acheh, bukan pasal-pasal dalam UUD 1945 dan UU lainnya.
Karena kalau ada saja satu UU yang dijadikan referensi dalam pembuatan RUU Tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Sendiri
di Acheh, maka menyimpanglah RUU tersebut dari isi MoU yang telah disepakati
antara pihak GAM dan Pemerintah RI di Helsinki, Finlandia.
Terakhir,
sampai detik ini Ahmad Sudirman sudah melihat RUU Tentang Penyelenggaraan
Pemerintahan Sendiri di Acheh yang disusun oleh pihak Pemda Acheh termasuk
didalamnya IAIN Ar-Raniry,
Unsyiah dan Universitas Malikul Saleh, juga Departemen Dalam Negeri RI
telah menyimpang dari isi MoU Helsinki 15 Agustus 2005. Dan inilah yang paling
berbahaya yang bisa mengancam perdamaian di Acheh.
Apakah
memang pihak Pemerintah RI termasuk pihak Departemen Dalam Negeri dan Pemda
Acheh juga pihak IAIN
Ar-Raniry, Unsyiah dan Universitas Malikul Saleh tidak menyadari
bahwa apa yang telah mereka susun dalam RUU-nya itu sudah jelas menyimpang jauh
dari isi MoU atau Nota
Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Acheh Merdeka yang
ditandatangani pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia , atau memang mereka
sengaja untuk menipu bangsa Acheh dan pihak GAM dan membelokkan arah dari
self-government kepada otonomi khusus ?.
Inilah suatu
penipuan besar-besaran yang dilakukan oleh pihak RI Cs termasuk DPR RI yang
bisa mengancam perdamaian di Acheh.
Bagi
yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu
untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang
Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di
HP http://www.dataphone.se/~ahmad
Hanya
kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon
petunjuk, amin *.*
Wassalam.
Ahmad Sudirman
http://www.dataphone.se/~ahmad
----------
Pembahasan RUU Aceh A lot
Luhur Hertanto – detikcom
Jakarta - Proses penyusunan draf RUU tentang
Pemerintah Aceh di tingkat pusat tampaknya akan cukup berliku. Sinkronisasi
atas beberapa klausul yang diajukan DPRD NAD menjadikan pembahasannya berjalan
a lot
Padahal targetnya RUU Aceh bisa disahkan DPR RI akhir
Februari 2006. Bila
tidak bisa, paling lambat satu bulan sebelum pelaksanaan Pilkada Gubernur NAD
pada April mendatang.
"Antara
lain mengenai calon independen, partai politik lokal, pembagian hasil sumber
daya alam dan beberapa lainnya. Kita akan konsultasi lagi dengan DPR,"
papar Sekjen Depdagri Progo Nurjaman tentang butir yang dimaksud.
Hal tersebut ia sampaikan usai mengikuti pertemuan tim
penyusun RUU Aceh di Kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta.
Pertemuan yang dipimpin Wapres Jusuf Kalla diikuti oleh jajaran Muspida NAD,
unsur mantan GAM, dan anggota DPRD NAD.
Meski
demikian, Progo yakin klausul yang dipermasalahkan tersebut bukan ganjalan.
Sebab, kini tidak ada lagi jurang perbedaan di antara seluruh pihak yang
terlibat dalam pembahasan.
Semua
mempunyai kesamaan pola pikir untuk merujuk pada azas NKRI, aturan perundangan
berlaku dan MoU Helsinski. Pemerintah juga komitmen menggunakan draf yang diterima
dari Pansus DPRD NAD itu sebagai acuan.
"Nanti malam kita lakukan pendalaman dan padukan.
RUU ini akan diberi lex spesialis sehingga tidak berlaku umum," tambahnya.
Parpol Lokal dan Calon Independen
Ketua SIRA Muhamad Nazar yang ditemui secara terpisah
menggarisbawahi agar nanti pemerintah NAD mempunyai kewenangan mutlak atas
provinsinya. Tidak ada intervensi dari pusat, kecuali urusan luar negeri,
pertahanan, agama, fiskal dan moneter.
Ia juga mendesakkan agar isi klausul pembentukan
parpol lokal dan calon independen harus disepakati pemerintah. Keduanya merupakan amanat MoU
Helsinki untuk mengakomodir hak politik mantan anggota GAM dalam Pemilu 2009.
"Pemerintah kan sudah berjanji merevisi UU Parpol. Kita
tunggu saja. Kalau nanti tidak sesuai, ada peluang mengubahnya lagi. Karena GAM sebagai stake holder
yang ikut dalam perundingan Helsinki," paparnya.
Sementara
Irwandi Yusuf, perwakilan Senior GAM di AMM optimistis akan tercapai
kesepakatan. Menurutnya, Wapres tidak berkeberatan terhadap isi klausul yang
dianggap jadi ganjalan, termasuk tentang pembentukan partai politik lokal.
Namun
disadarinya, bisa saja kesepakatan yang tercapai tersebut nantinya dianulir
oleh DPR dalam proses pengesahannya kelak.
"Fakta
nanti bisa bicara lain. Tapi yang penting optimistis dulu. Siapa pun ingin
kedamaian di Aceh terus berlanjut tanpa batas. Kalau melihat falsafatnya dari
sini, DPR kan juga tidak keberatan," ujarnya.(nrl)
http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/01/tgl/06/time/182004/idnews/514230/idkanal/10
----------