Stockholm, 6 September 2005

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalamu'alaikum wr wbr.


YUSUF DAUD BERTANYA TENTANG STATUS GAM PLUS MOU DAN AHMAD SUDIRMAN MENJAWAB

Ahmad Sudirman

Stockholm - SWEDIA.

 

 

DISINI YUSUF DAUD DARI FITJA BERTANYA TENTANG STATUS GAM PLUS MOU DAN AHMAD SUDIRMAN MENJAWAB

 

"Sebenarnya saya tidak begitu tertarik dengan status GAM sebelum MoU ditandatangani, tetapi saya ingin menjadikannya sebagai perbandingan saja. Saya malah lebih concern terhadap satus GAM, baik secara de jure atau secara de facto, setelah penandatanganan MoU 15 Agustus di Helsinki. Berikut mari kita simak dengan cermat "jawaban" sdr Ahmad Sudirman (a well known expert on Aceh) dan pertanyaan Paya Bujok tentang status GAM secara de facto setelah MoU ditandangani. Jangan lupa, Sdr Ahmad merupakan satu2nya propagandis "pemerintah sendiri" dan pemuja MoU Helsinki." (Paya Bujok, bujok_paya@yahoo.com , 5 september 2005 20:26:24)

 

Baiklah Saudara Paya Bujok atau Yusuf Daud di Fitja, Swedia.

 

Sebelum memberikan jawaban, disini Ahmad Sudirman lebih senang memanggil Yusuf Daud ketimbang memanggil Paya Bujok, karena nama Paya Bujok masih asing ditelinga Ahmad Sudirman. Sedangkan nama Yusuf Daud sudah dikenal lama dan telinga Ahmad Sudirman sudah biasa mendengar nama Yusuf Daud.

 

Dan tentu saja, sebelum masuk kedalam, sedikit diluruskan tentang istilah pemuja MoU Helsinki. Disini Ahmad Sudirman bukan sebagai pemuja MoU Helsinki, tetapi sebagai seorang yang komit atas MoU Helsinki.

 

Baiklah, Memorandum of Understanding (MoU) 15 Agustus 2005 Helsinki merupakan produk dari Perjanjian Internasional antara ASNLF/GAM dengan Pemerintah RI di Helsinki, Finlandia.

 

Karena MoU Helsinki ini merupakan produk dari Perjanjian Internasional antara ASNLF/GAM dengan Pemerintah RI, yang menyangkut masalah penyelesaian konflik Acheh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua, maka isinyapun tidak membicarakan siapa itu Pemerintah RI dan siapa itu ASNLF/GAM.

 

Yang jelas ASNLF/GAM adalah subjek hukum internasional lain yang merupakan suatu entitas hukum yang diakui dan mempunyai kapasitas membuat perjanjian internasional dengan negara.

 

Jadi MoU itu bukan merupakan referensi dasar hukum yang menyatakan berdiri dan statusnya ASNLF/GAM.

 

Karena itu, ketika Ahmad Sudirman memberikan keterangan tentang status de-facto GAM setelah Memorandum of Understanding ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, itu tidak banyak berobah, kecuali memasukkan bukti data yang menyangkut peraturan dan bukti fakta. Dimana ditambahkan kedalam bukti data yang berbentuk peraturan yaitu MoU 15 Agustus 2005 Helsinki. Dan bukti fakta yang menyatakan Wilayah Negara Acheh yang mengacu kepada perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli 1956 dan berada dibawah kedaulatan Pemerintahan Acheh berdasarkan MoU 15 Agustus 2005. Dimana Kepala Pemerintah Acheh dan pejabat terpilih lainnya akan dipilih pada bulan April 2006. Dan anggota Legislatif Acheh akan dipilih pada tahun 2009.

 

Jadi MoU 15 Agustus 2005 Helsinki itu merupakan salah satu peraturan sebagai tanda status bukti data dan bukti fakta secara de-facto ASNLF/GAM.

 

Nah sekarang, karena dalam MoU itu tidak disebutkan pembubaran GAM, maka sampai kapanpun GAM tetap akan wujud. Pemerintah RI tidak bisa membubarkan GAM.

 

Jadi dalam hal status de-facto GAM yang mencakup bukti data yaitu Wali Negara Teungku Hasan Muhammad di Tiro akan tetap wujud sampai kapanpun, kecuali kalau GAM sendiri yang membubarkan diri.

 

Kemudian menyinggung masalah MoU Helsinki tentang klausul Lembaga Wali Nanggroe akan dibentuk dengan segala perangkat upacara dan gelarnya dalam Pemerintahan Acheh dihubungkan dengan Wali Negara Teungku Hasan Muhammad di Tiro. Itu nantinya diserahkan kepada Wali Negara Teungku Hasan Muhammad di Tiro sendiri dan seluruh bangsa Acheh untuk memutuskannya.

 

Nah kalau ditanyakan khusus kepada pribadi Ahmad Sudirman tentang Wali Negara Teungku Hasan Muhammad di Tiro, maka Ahmad Sudirman berpendapat, karena Teungku Hasan Muhammad di Tiro adalah orang yang telah memimpin perjuangan untuk penentuan nasib sendiri bangsa Acheh dan berdirinya negeri Acheh dan pemerintahan Acheh di Acheh, maka sesuai dengan status kedudukan dan perjuangannya, Lembaga Wali Nanggroe dalam Pemerintahan Acheh dipimpin oleh Teungku Hasan Muhamad di Tiro.

 

Kemudian menyangkut masalah ada sebagian klausul MoU yang dipakai dalam Undang-Undang baru tentang Pemerintahan Acheh yang akan dibuat oleh DPR RI dan akan disahkan serta diundangkan paling lambat 31 Maret 2006, dan apa hubungannya dengan "Reproklamasi Acheh 4 Desember 1976, Legal Status Acheh, dan Deklarasi Stavanger 21 Juli 2002".

 

Antara Undang-Undang baru tentang Pemerintahan Acheh yang akan dibuat oleh DPR RI dan akan disahkan serta diundangkan paling lambat 31 Maret 2006 dengan "Reproklamasi Acheh 4 Desember 1976, Legal Status Acheh, dan Deklarasi Stavanger 21 Juli 2002" tidak ada hubungan hukum. Mengapa ?

 

Karena Undang-Undang baru tentang Pemerintahan Acheh yang akan dibuat oleh DPR RI dan akan disahkan serta diundangkan paling lambat 31 Maret 2006 itu hanya mengacu kepada MoU Helsinki, bukan mengacu kepada "Reproklamasi Acheh 4 Desember 1976, Legal Status Acheh, dan Deklarasi Stavanger 21 Juli 2002".

 

Sedangkan "Reproklamasi Acheh 4 Desember 1976, Legal Status Acheh, dan Deklarasi Stavanger 21 Juli 2002" adalah merupakan acuan hukum bagi GAM. Begitu juga MoU Helsinki adalah acuan hukum bagi GAM.

 

Jadi GAM mengacu kepada "Reproklamasi Acheh 4 Desember 1976, Legal Status Acheh, Deklarasi Stavanger 21 Juli 2002" dan MoU Helsinki. Adapun Undang-Undang baru tentang Pemerintahan Acheh yang akan dibuat oleh DPR RI dan akan disahkan serta diundangkan paling lambat 31 Maret 2006, itu mengacu kepada MoU Helsinki.

 

Nah sekarang yang menghubungkan secara hukum antara GAM dengan Pemerintah RI dalam hal Pemerintahan Acheh di Acheh adalah MoU Helsinki. Bukan yang lainnya.

 

Karena itu antara GAM dengan Pemerintah RI bisa berkomunikasi dalam hal Pemerintahan Acheh hanya melalui acuan hukum MoU Helsinki. Bukan dengan yang lainnya.

 

Jadi sekarang siapapun yang ada dalam GAM bisa memakai acuan hukum MoU Helsinki untuk terlibat dalam pendirian pemerintahan Acheh dan pelaksanaan roda pemerintahan Acheh guna menuju kepada kemakmuran, kesejahteraan, keadilan, dan keamanan bagi seluruh bangsa Acheh di Acheh.

 

Seterusnya, menyinggung sebutan jabatan bagi pimpinan tertinggi Pemerintah Acheh, sebagaimana MoU Helsinki, yaitu pimpinan Pemerintah Acheh disebut dengan Kepala Pemerintah Acheh. Dimana Kepala Pemerintah Acheh akan dibantu oleh Stafnya.

 

Kemudian kalau dihubungkan dengan istilah PM dan Menteri Luar Negeri dalam GAM, maka Kepala Pemerintah Acheh merupakan PM kalau memakai istilah dalam GAM, dan Wakil Kepala Pemerintah Acheh merupakan Menlu kalau memakai istilah dalam GAM.

 

Jadi, itu soal istilah untuk jabatan saja. Kalau mengacu kepada GAM, Kepala Pemerintah Acheh dipanggil PM, dan Wakil Kepala Pemerintah Acheh dipanggil Menlu. Dan kalau mengacu kepada MoU Helsinki istilah PM dalam GAM diganti dengan istilah Kepala Pemerintah Acheh, dan istilah Menlu GAM diganti dengan istilah Wakil Kepala Pemerintah Acheh.

 

Kemudian kalau ditanyakan khusus kepada Ahmad Sudirman tentang posisi PM Malik Mahmud dan Menlu Dr. Zaini Abdullah dalam GAM dihubungkan dengan Pemerintahan Acheh di Acheh, itu diserahkan kepada masing-masing. Dan setiap pimpinan dan anggota GAM memiliki hak untuk berpartisipasi dalam politik dan dalam administrasi didalam Pemerintahan Acheh di Acheh.

 

Dan sebagaimana yang telah ditentukan dalam MoU Helsinki, itu untuk menduduki jabatan Kepala Pemerintah Acheh dan para pejabat lainnya harus melalui pemilihan lokal langsung di Acheh yang akan dimonitor oleh Acheh Monitoring Mission dan Pemantau dari luar yang akan dilaksanakan pada bulan April 2006 yang akan datang.

 

Terakhir masalah TNA menurut MoU Helsinki. Dimana selama GAM tidak bubar, maka TNA pun tidak bubar, dan yang dilucuti hanya senjata, amunisi dan alat peledak.

 

Pasukan TNA memiliki hak tanpa diskriminasi untuk menjadi tentara organik Acheh dan Polisi organik Acheh.

 

Dan pasukan TNA yang sebelumnya menurut peraturan GAM harus memakai seragam militer, tetapi setelah berlakunya MoU Helsinki, memakai baju sipil.

 

Kemudian  kalau pasukan TNA mau menjadi tentara organik Acheh atau Polisi organik Acheh, maka ia memiliki hak tanpa diskriminasi.

 

Jadi, pasukan TNA model GAM bisa berobah menjadi Tentara organik Acheh atau Polisi organik Acheh.

 

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*


Wassalam.


Ahmad Sudirman


http://www.dataphone.se/~ahmad

ahmad@dataphone.se

----------

 

From: Paya Bujok bujok_paya@yahoo.com

Date: 5 september 2005 20:26:24

To: Lantak@yahoogroups.com, PPDI@yahoogroups.com, oposisi-list@yahoogroups.com, mimbarbebas@egroups.com, politikmahasiswa@yahoogroups.com, fundamentalis@eGroups.com, kuasa_rakyatmiskin@yahoogroups.com, achehnews@yahoogroups.com, asnlfnorwegia@yahoo.com

CC: bujok_paya@yahoo.com

Subject: «PPDi» Re: [Lantak] PAYA, ITU GAM DISOROT DARI SUDUT DE-JURE DAN DE-FACTO SEBELUM DAN SESUDAH MOU...

 

Stockholm, 5 September 2005

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalamu'alaikum wr wbr.

 

"Setelah Memorandum of Understanding ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, maka status de-facto GAM mencakup bukti data: 1. Ada Wali Negara yaitu Teungku Hasan Muhammad di Tiro. 2. Ada undang undang dan Peraturan, yaitu MoU 15 Agustus 2005 Helsinki, Reproklamasi Acheh 4 Desember 1976, Legal Status Acheh, Deklarasi Stavanger 21 Juli 2002. 3. Ada Personil Pemerintah, diantaranya PM Teungku Malik Mahmud, Mentri Luar Negeri Dr. Zaini Abdullah. 4. Ada personil Angkatan Perang, yaitu Tentara Negara Acheh. (Ahmad Sudirman <ahmad@dataphone.se. Stockholm, 4 September 2005)

 

Baiklah sdr Ahmad Hakim Sudirman di Jakobsberg, sebelah Utara Stockholm, Swedia.

 

Setelah membaca berkali kali, membolak, membalik dan membolak balik lagi jawaban (kalau biasa dikatakan satu jawaban) sdr Ahmad Sudirman terhadap pertanyaan saya tentang de facto dan de jure GAM sebelum dan sesudah penandatangan MoU Helsinki, terkesan tak nyambung sama sekali, ngaur, tidak relevan, dan malah mengundang lebih banyak pertanyaan lagi.

 

Sebenarnya saya tidak begitu tertarik dengan status GAM sebelum MoU ditandatangani, tetapi saya ingin menjadikannya sebagai perbandingan saja. Saya malah lebih concern terhadap satus GAM, baik secara de jure atau secara de facto, setelah penandatanganan MoU 15 Agustus di Helsinki.

 

Berikut mari kita simak dengan cermat "jawaban" sdr Ahmad Sudirman ( a well known expert on Aceh) dan pertanyaan Paya Bujok tentang status GAM secara de facto setelah MoU ditandangani. Jangan lupa, Sdr Ahmad merupakan satu2nya propagandis "pemerintah sendiri" dan pemuja MoU Helsinki.

 

Sdr Ahmad mengatakan bahawa "setelah Memorandum of Understanding ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, maka status de-facto GAM mencakup bukti data:

1. Ada Wali Negara yaitu Teungku Hasan Muhammad di Tiro.

 

Paya: Jangankan nama Wali Negara, nama Tengku Hasan pun tidak tersebut dalam MoU. Kalau memang MoU Helsinki yang akan menjadi pedoman untuk memerintah Aceh kedepan, bagaimana sdr Ahmad memposisikan Wali Negara kami Tgk Hasan didalam "selfgovernment" itu?

 

2. Ada undang undang dan Peraturan, yaitu MoU 15 Agustus 2005 Helsinki, Reproklamasi Acheh 4 Desember 1976, Legal Status Acheh, Deklarasi Stavanger 21 Juli 2002.

 

Paya: Memang ada sebahagian isi MoU yang dipakai dalam Undang2 baru untuk Aceh yang akan dibuat oleh DPR di Batavia bulan Maret 2006, tetapi apa hubungannya dengan "Proklamasi Aceh Merdeka 1976, Deklarasi Stavanger 2002 dan Legal Status Aceh dalam Hukum Internasional?

 

3. Ada Personil Pemerintah, diantaranya PM Teungku Malik Mahmud, Mentri Luar Negeri Dr. Zaini Abdullah.

 

Paya: Menurut MoU yang sdr Ahmad agung-agungkan itu, Aceh ke depan tidak membutuhkan lagi PM dan Menteri Luar Negeri. Yang diperlukan di Aceh ke depan (lagi2 menurut MoU) adalah kepala2 administrasi yang setingkat gubernur, walikota, bupati dst. Dr Zaini dan Malik Mahmud akan di izinkan (setelah memperoleh amnesty) pulang ke Aceh untuk mengikuti Pilkada kalau memang mereka menginginkan jabatan2 tersebut. Lalu bagaimana sdr Ahmad memposisikan Dr Zaini sebagai Menlu dan Malik Mahmud sebagai PM dalam konteks MoU?

 

4. Ada personil Angkatan Perang, yaitu Tentara Negara Acheh.

 

Paya: Menurut MoU, dalam masa tiga bulan GAM harus menyerahkan persenjataannya untuk dimusnahkan yang diikuti oleh penarikan TNI non organik dari Aceh, sedangkan ex TNA akan berbaur (berintegrasi) kedalam masyarakat. Tambah lagi, setelah 15 Agustus (hari MoU ditandatangani), semua yang memegang senjata di Aceh dianggap illegal, kecuali TNI dan Polri. Lantas bagaimana sdr Ahmad memposisikan Tentara Negara Aceh(TNA) tanpa melanggar perjanjian MoU?

 

Sekian dulu dari Paya mudah2an sdr Ahmad berpeluang untuk menjawabnya.

 

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

 

Wassalam.

 

Paya Bujok

 

bujok_paya@yahoo.com

Fitja, Swedia

----------