Stockholm, 13 Agustus 2005

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalamu'alaikum wr wbr.


RAHMAD, ITU YANG MASIH MEMPERDEBATKAN MEKANISME PERUNDINGAN HELSINKI SUDAH KETINGGALAN KERETA API

Ahmad Sudirman

Stockholm - SWEDIA.

 

 

RAHMAD KHALIL, ITU YANG MASIH MEMPERDEBATKAN MEKANISME PERUNDINGAN HELSINKI SUDAH KETINGGALAN KERETA API

 

"Tuan Ahmad Sudirman dan para handai taulan semua yth. Penyelesaian Aceh menjadi ajang adu kekuatan buat TNI dan adu kekuatan politik para pecandu politik di Jakarta akhirnya Aceh menjadi laboratoriumnya TNI/POLRI. Sayangnya masyarakat Aceh terus menderita dan merana selama Aceh masih dipeluk oleh NKRI. Saya mengharap NKRI jangan memeluk Aceh hingga tak bisa bernafas. Masyarakat Aceh butuh akan kebebasan dan Jakarta jangan memaksa kehendaknya dengan Aceh." (Rahmad Khalil, sayedkhalil05@yahoo.co.id , Sat, 13 Aug 2005 05:49:53 +0700 (ICT))

 

Baiklah saudara Rahmad Khalil di Amsterdam, Noord-Holland, Netherlands.

 

Sebenarnya semua orang ingin menyelesaikan konflik Acheh. Hanya cara dan jalannya berlainan. Misalnaya Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla dalam menyelesaikan Acheh siap melakukan perundingan dengan pihak ASNLF/GAM di luar Negeri yang dipasilitasi oleh pihak ketiga. Sedangkan pihak Megawati dengan PDI-P-nya tetap ingin menyelesaikan konflik Acheh secara domestik dan dilakukan di wilayah RI. Begitu juga Abdurrahman Wahid dengan PKB-nya ingin menyelesaikan konflik Acheh, caranya tidak sampai memberikan kesepakatan politik bagi pihak ASNLF/GAM untuk membangun basis politik dengan partai politik di Acheh. Juga pihak Jenderal-Jenderal TNI yang tidak punyai kekuata politik tetapi punya pengaruh kekuatan pertahanan hanya ingin tetap mempertahankan wilayah tanah Acheh agar tidak lepas. Jadi semuanya sebenarnya ingin menyelesaikan konflik Acheh ini.

 

Nah sekarang, masing-masing kekuatan politik baik itu blok Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla dengan PD dan Golkar-nya ataupun pihak Megawati dan Gus Dur dengan PDI-P dan PKB-nya  masing-masing berusaha untuk menunjukkan jurus politik pemecahan Achehnya. Karena hal ini bisa memberikan daya kekuatan politik bagi pihak yang berhasil membawa penyelesaian damai di Acheh.

 

Contohnya pihak Jusuf Kalla yang didukung oleh kekuatan Golkar dan Susilo Bambang Yuidhoyono yang didukung oleh Partai Demokrat dan sebagian Jenderal TNI-nya telah melakukan perang politik di meja perundingan di Vantaa Helsinki Finlandia.

 

Ternyata kalau diteliti lebih dalam, hasil Kesepakatan Helsinki 17 Juli 2005 ini telah merobah peta politik dan status kedudukan dua belah pihak. Pihak Pemerintah Negara Acheh dalam Pengasingan di Swedia dalam hal ini ASNLF/GAM telah jauh meloncat ke posisi yang sebelumnya belum pernah ditempuh. Begitu juga pihak RI telah berobah banyak ke posisi yang sebelumnya belum pernah diduduki.

 

Perobahan status politik dan posisi ini diakibatkan adanya pergumulan seru di medan perundingan Vantaa Helsinki Finlandia. Dimana perobahan status politik dan posisi ini bukan diakibatkan oleh pihak ASNLF/GAM merengek-rengek untuk diberikan status politik dan poisi kedudukan, melainkan diraih melalui pergumulan politik di meja perundingan yang seru. Dimana kedua belah pihak kelihatan sampai babak belur berlumuran darah. Pihak delegasi Juru Runding RI sampai jungkir jumpalik dan terus menerus kontak hubungan dengan Jusuf Kalla dan Susilo Bambang Yudhoyono untuk mencoba memajukan jurus serangannya ataupun jurus kelitnya dari serangan pihak ASNLF/GAM.

 

Jadi, itu kepada pihak RI tidak ada istilah mengemis-ngemis dengan mengatakan: "Saya mengharap NKRI jangan memeluk Aceh hingga tak bisa bernafas. Masyarakat Aceh butuh akan kebebasan dan Jakarta jangan memaksa kehendaknya dengan Aceh.".

 

Dengan cara mengemis model begini mana itu didengar oleh pihak RI, paling dicibir. Justru pihak pemerintah RI itu harus dilawan, baik melalui perlawanan jurus politik perundingan ataupun melalui jurus perlawan kekuatan dimedan gerilya.

 

Lihat saja, dengan pihak ASNLF/GAM melakukan serangan dan serudukan jurus politik dengan gaya ASNLF/GAM-nya, itu pihak Hamid Awaluddin dan Sofyan Djalil, sampai terengah-engah, dengan kepala berputar-putar, dan tubuh sempoyongan, kena serudukan delegasi Juru Runding ASNLF/GAM. Dan tentu saja, kalau tidak didukung dan dikipas-kipas oleh Jusf Kalla dan Susilo Bambang Yudhoyono dari Jakarta, itu Hamid Awaluddin dan Sofyan Djalil sudah tersungkur di Vantaa Helsinki Finlandia.

 

Jadi, apa yang telah disepakati dari hasil perundingan yang dilakukan lima babak dari sejak 27 Januari sampai 17 Juli 2005 adalah bukan hasil duduk ongkang-ongkang dengan tangan menengadah dihadapkan kemuka Hamid Awaluddin dan Sofyan Djalil. Melainkan hasil dari aju jotos dan adu tinju politik yang membuat kepala benjol-benjol dan muka babak belur.

 

Nah sekarang, probahan status politik dan posisi ASNLF/GAM telah kelihatan berobah banyak. Dari asalnya dikandang disekitar Stockholm dan sekitarnya, dan kekuatan TNA di wilayah de-facto hutan-hutan, sekarang telah berobah, ASNLF/GAM telah punya kekuatan politik dan bisa menancapkan kaki politik-nya di wilayah Acheh. TNA tanpa harus merasa ketakutan dikejar-kejar pasukan Raider buatan Ryamizard Ryacudu bebas melakukan konsolidasi kedalam baik politik maupun kekuatan.

 

Soal wilayah Acheh yang masih dianeksasi RI, itu bisa digarap dalam langkah selanjutnya. Soal NKRI itu angggap saja sarang burung garuda pancasila. Begitu juga dengan pancasila anggap saja itu cerita mitos mbah Soekarno dengan ramuan jamu gendongnya mbak Megawati. Yang penting dalam langkah sekarang adalah secara de-facto wilayah Acheh berada dibawah kekuasaan Pemerintah Negara Acheh dalam hal ini ASNLF/GAM berdasarkan Kesepakatan Helsinki 17 Juli 2005. Bangsa Acheh yang dituduh makar dan dituduh melakukan gerakan separatis dengan dijatuhi vonis hukuman dari lima sampai duapuluh tahun dibebaskan. Ribuan bangsa Acheh akan kembali kesetiap keluarganya dengan aman. Mereka mendapat kebebasan untuk berpartisipasi dalam politik.

 

Inilah langkah terobosan yang berhasil yang telah dijalankan oleh ASNLF/GAM dalam menghadapi kekuatan benteng RI di meja perundingan Vantaa Helsinki Finlandia.

 

Yang lebih penting adalah keberhasilan membawa Negara-Negara lain seperti Uni Eropa dan ASEAN untuk ikut terlibat dalam memonitor hasil Kesepakatan Helsinki dalam praktek dilapangan. Dan ini suatu kemajuan yang besar. Belum pernah dalam sejarah perjuangan bangsa Acheh Negara-Negara luar langsung dilibatkan di bumi Acheh. Acheh sekarang sudah menjadi milik Negara-Negara luar, bukan lagi didominasi oleh pihak RI. Negara-Negara anggota Uni Eropa dan Negara-Negara anggota ASEAN telah berperan untuk ikut serta menyelesaikan pelaksanaan Kesepakatan Helsinki di lapangan di bumi Acheh.

 

Jadi, pihak RI bukan hanya berhadapan dengan Pemerintah Negara Acheh saja, melainkan juga berhadapan dengan Negara-Negara anggota Uni Eropa dan Negara-Negara anggota ASEAN.

 

Kemudian menyinggung masalah dalam wilayah negara kesatuan dan UUD 1945. Jelas, memang wilayah Acheh masih tetap dianeksasi RI. Dari dulu sampai sekarang juga tidak berobah. Hanya setelah Kesepakatan Helsinki 17 Juli 2005 dicapai, maka  wilayah Acheh yang dianeksasi RI itu bisa diduduki dan diatur oleh Pemerintah Negara Acheh melali Self-Government Acheh.

 

Kalau sebelumnya Pemerintah Negara Acheh hanya mengontrol dari tanah pengasingan di Swedia jauh dari Acheh, sekarang Pemerintah Negara Acheh langsung mengontrol di tanah wilayah Acheh langsung bersama TNA.

 

Nah, tentu saja pihak RI masih tersenyum karena tanah Acheh  masih dianeksasi. Tetapi, biarkan pihak RI tersenyum dengan lamunan tanah Achehnya, karena dalam prakteknya itu tanah wilayah Acheh telah dikuasai oleh bangsa Acheh dengan Self-Government-nya. Kekuasaan kedalam diatur dan dipegang penuh oleh bangsa Acheh melalui Self-Government Acheh. Biarkan pertahanan dipegang RI untuk sementara waktu, dan Pemerintah Sendiri Acheh memegang bidang Kepolisian. Sedangkan KODAM itu hanya dipakai untuk pertahanan didalam saja. Dan nanti itu KODAM bisa saja dibubarkan. Karena nanti di Acheh tidak perlu itu sistem TNI diterapkan.

 

Bangsa Acheh keluar masuk Acheh bebas, tanpa harus melalui Jakarta atau Medan. Visum tidak diperlukan untuk masuk Acheh. Wartawan dan orang asing dibebaskan masuk ke Acheh tanpa visum. Visum boleh diambil ditempat.

 

Tiap pagi dan sore bangsa Acheh bebas melagukan lagu kebangsaan Acheh, daripada melagukan lagu Indonesia Raya atau Garuda pancasila. Bahasa Acheh menjadi bahasa resmi di Acheh. Ahmad Sudirman sekarang sudah sedikitnya bisa membaca dan mengerti bahasa Acheh. Jadi Ahmad Sudirman tidak bisa lagi ditipu kalau ada orang yang menulis dalam bahasa Acheh.

 

Jadi inilah saudara Rahmad Khalil keuntungan bagi bangsa Acheh dari hasil Kesepakatan Helsinki 17 Juli 2005 yang akan ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005.

 

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad


Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*


Wassalam.


Ahmad Sudirman


http://www.dataphone.se/~ahmad

ahmad@dataphone.se

----------

 

Date: Sat, 13 Aug 2005 05:49:53 +0700 (ICT)

From: rahmad khalil sayedkhalil05@yahoo.co.id

Subject: Balasan: RAHMAD, ITU DI ACHEH PASCA PERANG GERILYA TIMBUL PERANG INTELIJEN TNI DENGAN SODOKAN UANG, TANAH, PEKERJAAN & JABATAN

To: ahmad@dataphone.se

 

Tuan Ahmad Sudirman dan para handai taulan semua yth,

 

Penyelesaian Aceh menjadi ajang adu kekuatan buat TNI dan adu kekuatan politik para pecandu politik di Jakarta akhirnya Aceh menjadi laboratoriumnya TNI/POLRI. Sayangnya masyarakat Aceh terus menderita dan merana selama Aceh masih dipeluk oleh NKRI. Saya mengharap NKRI jangan memeluk Aceh hingga tak bisa bernafas. Masyarakat Aceh butuh akan kebebasan dan jakarta jangan memaksa kehendaknya dengan Aceh.

 

Wassalam

 

Rahmad Khalil

 

sayedkhalil05@yahoo.co.id

Amsterdam, Noord-Holland, Netherlands

---------