Stockholm, 23 Juli 2005

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalamu'alaikum wr wbr.


BECAK MASIH COBA TERUS MELANTUNKAN JAMPI CAMPURAN PUISI MODEL MBAH SOEHARTO & GAYA MITOS ACHEH-NYA

Ahmad Sudirman

Stockholm - SWEDIA.



SAMBIL DUDUK BERSILA DI SUDUT KAMAR RUMAH DIPINGGIR JALAN KOTA TOKYO, ITU KANG BECAK MASIH COBA TERUS MELANTUNKAN JAMPI CAMPURAN PUISI MODEL MBAH SOEHARTO & GAYA MITOS ACHEH-NYA

 

“Bismillah, Dia, Ahmad Hakim Sudirman. Berdiri dengan tangan mengepal. Setelah mendapatkan sebuah pencerahan. Berbangga diri sebagai ilmuwan. Hari ini orde baru harus di tumbangkan. Dengan harapan rakyat pasti akan mengelu-elukannya sebagai pahlawan. Ditulisnya kisah sedih tentang Aceh, Berlembar-lembar halaman. Disembunyikannya ceritera kemenangan, Keberhasilan masyarakat Aceh di perantauan, Di balik celana dalam.“ (Kang becak, kbecak@yahoo.com , 23 juli 2005 04:16:15)

 

Baiklah kang Becak di Tokyo, Jepang.

 

Setelah berputar-putar dengan alunan puisi gaya mbah Yudhoyono Jawa dan daeng Kalla Bugis tentang MoU Helsinki, dengan dicampur alunan suara sumbang gaya puisi DK PBB No.86/1950 yang dicampur cairan TimTim-nya. Hari ini Becak masih terus mencoba melantunkan puisi yang baru saja diperas dari pikirannya, yang masih berputar-putar seperti putaran kincir angin yang dipakai menggiling gandum, dengan alunan suara pecah seperti suara anak muda yang menginjak remaja, dengan gaya model geisha-Jepangnya, terus mencoba menampilkan tiruan suara seraknya mbah Soeharto dengan orba-nya dengan diselingi cerita mitos Acheh buatan mbah Soekarno yang telah mencaplok dan menelan Negeri Acheh.

 

Beca, bagaimanapun kalian berputar, berkelit, berjungkir jumpalik, tetap saja, dasar argumentasi yang dosodorkan kalian untyuk merobohkan benteng pertahanan yang telah dibangun Ahmad Sudirman diatas tanah Negeri Acheh, tidak akan mampu kalian rubuhkan. Mengapa ?

 

Karena, terbukti, setelah kalian menyodokkan jurus MoU Helsinki yang tanpa dilihat dari arah bukit yang dibangun oleh fakta, bukti, sejarah dan dasar hukum tentang aneksasi wilayah teritorial Acheh oleh pihak mbah Soekarno dengan RIS dan RI-Jawa-Yogya-nya. Ditambah dengan kelitan jurus Resolusi DK PBB No.86/1950 dengan diberikan bumbu Timor Timur, dan sekarang ditambah dengan serodokan jurus pribadi yang dihubungkan dengan Ahmad Sudirman, jelas, itu semua tidak bisa menjadi suatu kekuatan yang tangguh guna dijadikan sebagai alat penghancur benteng pertahanan Acheh yang dibangun Ahmad Sudirman.

 

Coba saja perhatikan, bagaimana Becak dalam gaya jampe puisi mbah Soeharto yang dihembusi dengan asap kemenyan mitos Acheh-nya mencoba untuk memukul benteng argumentasi yang telah dibangun Ahmad Sudirman.

 

Becak, apa yang dilambungkan Ahmad Sudirman yang menyangkut proses jatuh bangunnya bahtera RI-Jawa-Yogya, yang dihubungkan dengan bangkitnya bangsa Acheh untuk menuntut penentuan nasib sendiri, itu semuanya tidak ada hubungannya yang signifikan dengan benih permusuhan, sebagaimana yang kalian Becak tuliskan dalam isi puisi kalian itu.

 

Kalaulah kebencian yang ditebar, dan seandainya kekuasaan yang dicari, maka akan mudah dihancurkan kekuatan pertahanan bangsa Acheh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri.

 

Tetapi kenyataannya, terbukti bahwa perjuangan bangsa Acheh bukan bukan untuk kekuasaan, bukan karena kebencian, melainkan karena pihak mbah Soekarno dengan RI-Jawa-Yogya-nya yang telah melahap wilayah Acheh masuk kedalam wilayah RI-nya mbah Soekarno tanpa adanya kesepakatan antara seluruh bangsa Acheh dengan pihak mbah Soekarno.

 

Dan tentu saja, Ahmad Sudirman dengan mendukung dan menyokong perjuangan bangsa Acheh untuk menentukan nasib sendiri, dan didasarkan kepada dasar hukum internasional Pernyataan Umum Tentang hak Hak Asasi Manusia, itu tidak menunjukkan dan tidak menggambarkan bahwa Ahmad Sudirman memperalat ASNLF atau GAM.

 

ASNLF atau GAM tidak perlu diperalat Ahmad Sudirman. ASNLF atau GAM adalah wadah perjuangan bangsa Acheh dibawah pimpinan Teungku Hasan Muhammad di Tiro.

 

Mendukung dan menyokong perjuangan bangsa Acheh untuk menentukan nasib sendiri, tidak sama dengan Ahmad Sudirman memperalat ASNLF atau GAM, sebagaimana yang dituduhkan Becak dalam puisinya.

 

Kemudian, tentang pembongkaran kabut tebal yang menyelimuti tubuh NKRI yang dipropagandakan oleh pihak mbah Soekarno dan para penerusnya, itu juga bukan merupakan suatu usaha untuk menghafalkan keyakinan tentang kekuasaan. Melainkan itu semua untuk memberikan gambaran dan bukti bahwa jalur proses pertumbuhan dan perkembangan RI yang dihubungkan dengan Acheh tidaklah seperti yang digembar-gemborkan dalam tulisan-tulisan buku sejarah yang dihafalkan kepada murid-murid SD, SMP, SMA dan mahasiswa-mahasiswa di perguruan tinggi dan universitas.

 

Jadi, dengan dibukakannya kedok kebohongan dan penipuan yang dilakukan oleh mbah Soekarno dengan RI-Jawa-Yogya-nya atas tindakan kebijaksanaan politik ekspansi keluar wilayah de-facto dan de-jure RI-Jawa-Yogya melalui banguan RIS-nya adalah dalam usaha untuk meluruskan jalur proses pertumbuhan dan perkembangan negara RI yang sebagian periode pertumbuhan dan perkembangannya telah disembunyikan oleh mbah Soekarno dan para penerusnya.

 

Karena itu, kesalahan fatal, seandainya Becak dalam jampe puisi orba dan mitos Acheh-nya itu menuduh dan menunjukkan jari telunjuknya ke arah Ahmad Sudirman yang diangap memperalat ASNLF atau GAM.

 

Selanjutnya, kalau Islam yang dipegang Ahmad Sudirman memang itu benar adanya. Tetapi, kalau ditambah dengan campuran haus kekuasaan dan kebencian, sebagaimana dituduhkan Becak, maka itulah yang tidak benar dan tidak ada fakta dan buktinya yang kuat. Karena haus kekuasaan dan kebencian tidak ada dalam kamus Ahmad Sudirman, tetapi yang ada dalam lembaran kamus Ahmad Sudirman adalah pelurusan jalur sejarah RI dihubungkan dengan Acheh, Maluku Selatan dan Papua Barat. Karena dengan adanya manipulasi dan kebohongan dalam bangunan proses terbentuknya RI-Jawa-Yogya yang menjelma menjadi NKRI inilah yang perlu diluruskan dan dibenarkan dari lembaran sejarah yang ada hubungannya dengan RI.

 

Nah, dengan adanya usaha pelurusan dan pembenaran sejarah RI inilah yang diharapkan menjadi jembatan kearah terciptanya perdamaian di kawasan Acheh, Maluku Selatan dan Papua Barat yang sampai detik ini masih terus bergolak tidak henti-hentinya.

 

Jadi, kalau adanya usaha dari pihak Ahmad Sudirman untuk meluruskan jalur sejarah yang telah dibengkokkan dan dihilangkan oleh pihak mbah Soekarno dan para penerusnya, maka itu bukan merupakan suatu usaha yang penuh haus kekuasaan dan kebencian.

 

Seterusnya, kalau Ahmad Sudirman mendukung dan membantu bangsa Acheh untuk mencapai hasil penentuan nasib sendiri, itu juga bukan merupakan usaha untuk membalas sakit hati pada pihak RI. Mengapa ? Karena tidak ada hubungan yang signifikan kalau kebencian kepada RI dihubungkan dengan perjuangan bangsa Acheh yang telah lebih dari setengah abad berjuang untuk penentuan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan negara pancasila RI.

 

Dan kalau memang benar kebencian yang dilambungkan Ahmad Sudirman, jelas, itu dorongan kebencian yang keluar, dalam beberapa waktu saja sudah bisa dihancurkan. Tetapi, kenyataan tidak demikian. Karena memang apa yang dilambungkan dan dijelaskan Ahmad Sudirman yang menyangkut fakta, bukti, sejarah dan dasar hukum tentang proses jalur pertumbuhan dan perkembangan RI dihubungkan dengan Acheh, Maluku Selatan dan Papua Barat adalah bisa diuji secara ilmiah.

 

Jadi, tidak ada alasan ilmiah menyangkutkan dan menghubungkan kebencian dengan pelambungan fakta, bukti, sejarah dan dasar hukum tentang penelanan Negeri Acheh oleh pihak RI melalui tangan mbah Soekarno.

 

Terakhir, dengan telah dicapainya kesepakatan Helsinki 17 Juli 2005, itu menggambarkan bahwa perjuangan bangsa Acheh untuk menentukan nasib sendiri selangkah demi selangkah terus maju. Dan kesepakatan damai Helsinki ini membuktikan bagaimana sebenarnya konflik Acheh diselesaikan secara damai dan dengan adanya dukungan dan bantuan dunia internasional yang langsung dilapangan ikut serta mengamankan dan menjalankan isi kesepakatan damai Helsinki itu.

 

Dengan dicapainya kesepakatan Helsinki ini membuktikan bahwa usaha untuk penentuan nasib sendiri bangsa Acheh setapak telah dilalui, dan tentu saja jalan panjang masih membentang didepannya. Dan Insya Allah jalan yang masih membentang didepan itu akan dilaluinya.

 

Nah, Becak, untuk edisi jampe puisi yang akan datang, tidak perlu lagi mengupas tentang hal yang menyangkut pribadi yang tidak bisa dibuktikan berdasarkan fakta dan bukti hukum yang kuat, tetapi harus diperbanyak isinya yang mengandung fakta, bukti, sejarah dan dasar hukum tentang RI dihubungkan dengan Acheh, Maluku Selatan dan Papua Barat. Karena kalau hanya berisikan isi yang sifatnya prijudis, maka akhirnya jampe puisi made in Becak ini tidak akan banyak pengaruhnya, selain hanya sekedar untaian kata yang tidak ada makna dan kekuatananya yang jelas.

 

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad


Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*


Wassalam.


Ahmad Sudirman


http://www.dataphone.se/~ahmad

ahmad@dataphone.se

----------

 

From: Kang becak kbecak@yahoo.com

Date: 23 juli 2005 04:16:15

To: Ahmad Sudirman <ahmad_sudirman@hotmail.com>, sastra-pembebasan@yahoogroups.com

Subject: Budak kekuasaan

 

Bismillah,

Dia

Ahmad Hakim Sudirman

Berdiri dengan tangan mengepal

Setelah mendapatkan sebuah pencerahan.

Berbangga diri sebagai ilmuwan.

Hari ini orde baru harus di tumbangkan.

Dengan harapan rakyat pasti akan mengelu-elukannya sebagai pahlawan.

 

Agaknya,

Angin keberuntungan tidaklah berpihak.

Benih permusuhan yang siap ia semaikan.

Hilang bertebaran,

Bersama hilangnya status kewarganegaraan.

 

Enam tahun lamanya

Hidup dalam bayang ketidak pastian.

Akhirnya iapun menemukan sebuah jalan.

Dasar budak kekuasaan

Iapun memikirkan jalan yang lebih menguntungkan.

Membalas budi,

Sekaligus memperalat GAM agar bisa tampil dalam riuh rendah perebutan kekuasaan.

Dihafalkannya keyakinan budak kekuasaan.

Tidak ada teman yang abadi selain kepentingan kekuasaan.

 

Islam digenggam di tangan kanan

Kebencian dan haus kekuasaan

Disembunyikan di tangan kiri.

Satu persatu rakyat Aceh menjadi korban,

Membela keyakinan yang dihembuskan Ahmad Sudirman.

Iapun tertawa penuh kemenangan.

Membalas sakit hati pada RI,

Di atas tumpukan rakyat Aceh yang telah mati.

 

Semuanya adalah permainan kekuasaan.

Berjuta rakyat yang mati,

Siapa mau perduli.

Karena ia memang bukan orang Aceh asli.

Semakin banyak rakyat yang mati,

Semakin banyak anak terlantar,

Akan semakin kukuhlah nama Ahmad Sudirman sebagai pahlawan.

 

Ditulisnya kisah sedih tentang Aceh

Berlembar-lembar halaman.

Disembunyikannya ceritera kemenangan,

Keberhasilan masyarakat Aceh di perantauan,

Di balik celana dalam.

 

Tetapi,

Perdamaian yang tercipta,

Menghapuskan obsesi budak kekuasaan.

Rakyat kini telah merdeka.

Terbebas dari belenggu kebohongan yang telah nyata.

Rupanya Allah telah membukakan kebenaran yang selama ini hilang diselundupkan.

 

 

Kang becak

 

kbecak@yahoo.com

Tokyo, Jepang

----------