Stockholm,
19 Juli 2005
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum
wr wbr.
MENYOROT JOINT STATEMENT MOU HELSINKI 17 JULI
2005, KEMENANGAN BAGI NEGARA ACHEH & BANGSA ACHEH
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.
SEKILAS
MENYOROT JOINT STATEMENT MEMORANDUM OF UNDERSTANDING HELSINKI 17 JULI 2005, KEMENANGAN
BAGI NEGARA ACHEH & BANGSA ACHEH
“The
Memorandum of Understanding covers the following topics: governing of Aceh (including a
law on the governing of Aceh, political participation, economy, and rule of law), human
rights, amnesty and reintegration into society, security arrangements, establishment of
the Aceh Monitoring Mission, and dispute settlement. The Government of Indonesia has
invited the European Union and a number of ASEAN countries to carry out the tasks of the
Aceh Monitoring Mission.”(Press Release, Joint statement by the Government of Indonesia
and the Free Aceh Movement (GAM), Helsinki, 17 July 2005)
Dua
hari telah berlalu dari sejak Presiden Martti Ahtisaari memberikan press konsferens di
Departemen Perhubungan dan Kebudayaan Kementrian Luar Negeri, Kanavakatu 3 C, Helsinki
tentang hasil perundingan putara ke 5 antara ASNLF – RI
yang detilnya tidak dibukakan, sebelum hasil kesepakatan atau Memorandum of
Understanding ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki.
Walaupun
detil dari isi Memorandum of Understanding Helsinki ini tidak dibukakan kepada umum,
tetapi dari enam masalah besar yang dikemukakan dalam Pernyataan bersama antara pihak
ASNLF dan RI di Helsinki 17 Juli 2005 itu telah terbaca bahwa ada enam masalah utama yang
telah disepakati, yaitu pertama, pemerintahan Aceh yang didalamnya mencakup undang undang
tentang pengaturan sistem pemerintahan Acheh, partisipasi politik, ekonomi, dan aturan
hukum. Kedua, hak asasi
manusia. Ketiga amnesti dan integrasi kembali kedalam masyarakat. Keempat, pengaturan
keamanan. Kelima, misi pemantauan. Dan keenam, penyelesaian sengketa.
Nah,
ternyata belum pernah dalam sejarah perjuangan bangsa Acheh yang sedang berjuang
membebaskan negeri, agama, dan bangsa dari aneksasi, pendudukan dan penjajahan RI,
berhasil menghancur luluhkan kekuatan pertahanan RI yang dibangun mbah Soekarno, kecuali
pada tanggal 17 juli 2005 di Helsinki yang diungkapkan dalam Pernyataan Bersama oleh pihak
ASNLF dan RI yang disampaikan oleh Presiden Martti Ahtisaari di Helsinki, Finlandia.
Kalau Ahmad
Sudirman melihat dan mendalami dari enam masalah utama yang disampaikan dalam Memorandum
of Understanding Helsinki 2005 tersebut, ternyata benar-benar pihak Susilo Bambang
Yudhoyono, Jusuf Kalla, Endriartono Sutarto, Widodo Adi Sutjipto, Jenderal TNI Djoko
Santoso telah terpukul habis oleh pihak Negara Acheh dalam Pengasingan di Swedia. Mengapa
?
Karena,
dalam Memorandum of Understanding Helsinki 2005 tersebut telah menunjukkan kemenangan
besar bagi Negara Acheh dalam Pengasingan di Swedia. Dimana alasannya yaitu:
Pertama, Pemerintah Negara Acheh dalam
Pengasingan di Swedia tidak dibubarkan.
Kedua, Pemerintah Negara Acheh dalam
Pengasingan di Swedia telah diakui secara sah sebagai satu lembaga kenegaraan oleh pihak
Republik Indonesia dan disaksikan oleh dunia Internasional.
Ketiga, Pemerintah Negara Acheh dalam
Pengasingan di Swedia tidak mengakui kedaulatan Republik Indonesia atas tanah wilayah
Acheh yang dianeksasi, diduduki dan dijajah oleh Republik Indonesia.
Keempat, Pemerintah Negara Acheh dalam
Pengasingan di Swedia telah diberi hak untuk mengatur Pemerintahan Sendiri di Acheh dalam
wilayah yang masih diklaim dan dianeksasi oleh Republik Indonesia.
Kelima, bangsa Acheh yang merupakan rakyat
Negara Acheh diberikan kebebasan untuk berpatisipasi dalam politik di wilayah Acheh.
Keenam, Pemerintah Negara Acheh dalam
Pengasingan di Swedia telah diberi ganti rugi ekonomi selama pihak RI menganeksasi,
menduduki dan menjajah wilayah teritorial Negara Acheh.
Ketujuh, Pemerintah Negara Acheh dalam
menjalankan sistem Pemerintahan Sendiri Acheh diatur oleh aturan hukum yang disepakati.
Kedelapan, hak asasi manusia Bangsa Acheh
dihargai dan pihak RI dalam hal ini TNI yang telah melakukan pelanggaran tindak kejahatan
HAM di Acheh akan diajukan ke meja hijau untuk dimintakan pertanggung jawabannya dan akan
dijatuhi hukum sesuai dengan hukum HAM yang berlaku.
Kesembilan, Bangsa Acheh yang sedang berada
dalam tahanan politik Republik Indonesia, dan
Tentara Negara Acheh akan diberikan amnesti dan akan hidup kembali bersama bangsa Acheh
bebas di Negeri Acheh, dan diberikan kebebasan untuk berpartisipasi dalam politik.
Kesepuluh, pelaksana Pemerintah Negara
Acheh akan diakui hak-hak politiknya untuk mengatur Pemerintahan Sendiri Acheh di Acheh.
Kesebelas, perlucutan senjata pasukan
Tentara Negara Acheh bersamaan dengan ditarik mundurnya pasukan non-organik TNI dari
seluruh wilayah teritorial Acheh.
Kedua belas, pelaksanaan Memorandum of Understanding Helsinki 2005
dilapangan akan dipantau oleh Tim Monitoring dari Uni Eropa dan ASEAN.
Ketiga belas, sengketa-sengketa selama
berlangsungnya pelaksanaan Memorandum of
Understanding Helsinki 2005 dilapangan akan diselesaikan melalui Tim Monitoring dari Uni
Eropa dan ASEAN.
Keempat belas, Pemerintah Negara Acheh
dibawah Wali negara Teungku Hasan Muhammad di Tiro beserta Staf-nya telah berhasil
menamcapkan kaki secara de-jure dan de-facto di tanah bumi Acheh.
Nah inilah yang terlihat oleh
Ahmad Sudirman dari apa yang telah disepakati dalam Pernyataan Bersama antara pihak
Pemerintah Negara Acheh dalam hal ini ASNLF atau GAM dan Pihak Republik Indonesia di
Helsinki 17 Juli 2005.
Dan inilah suatu keberhasilan yang besar
bagi bangsa Acheh dibawah Pemerintah Negara Acheh dalam pengasingan di Swedia, yang belum
pernah sebelumnya berhasil memukul lumpuh pihak RI yang menganeksasi, menduduki dan
menjajah wilayah teritorial Negeri Acheh.
Selamat bagi Pemerintah Negara Acheh dalam
Pengasingan dan Bangsa Acheh semuanya.
Dan tentu saja, memang benar seperti yang
dikatakan Wali Negara Teungku Hasan Muhammad di Tiro bahwa pihak RI itu bodoh. Dan tentu
saja menurut Ahmad Sudirman juga mereka itu bodoh ditambah budek.
Bagi yang ada minat untuk menanggapi
silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se
agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya
yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan
lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad
Hanya kepada Allah
kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*
Wassalam.
Ahmad Sudirman
http://www.dataphone.se/~ahmad
----------
Press
Release
Joint
statement by the Government of Indonesia and the Free Aceh Movement (GAM)
Helsinki,
17 July 2005
We
have concluded the fifth round of negotiations between the Government of Indonesia and the
Free Aceh Movement. The negotiations on this round were based on a draft Memorandum of
Understanding that the parties had asked the Crisis Management Initiative to prepare. The
final agreement on the contents of the Memorandum of Understanding was reached late last
night in bilateral discussions between the parties.
The
parties have today initialled the Memorandum of Understanding and agreed that the formal
signing will take place in Helsinki on 15 August. The Memorandum details the agreement and
the principles that will guide the transformation process in Aceh. Parties have agreed
that no substantive changes will be introduced to the initialled Memorandum. Parties will
arrive in Helsinki on 13 August. We have agreed that the details of the Memorandum will
not be made public before the signing.
The
Memorandum of Understanding covers the following topics: governing of Aceh (including a
law on the governing of Aceh, political participation, economy, and rule of law), human
rights, amnesty and reintegration into society, security arrangements, establishment of
the Aceh Monitoring Mission, and dispute settlement. The Government of Indonesia has
invited the European Union and a number of ASEAN countries to carry out the tasks of the
Aceh Monitoring Mission.
The
Government of Indonesia and Free Aceh Movement confirm their commitment to a peaceful,
comprehensive and sustainable solution to the conflict in Aceh with dignity for all. The
parties are committed to creating conditions within which the government of the Acehnese
people can be manifested through a fair and democratic process within the unitary state
and constitution of the Republic of Indonesia. The parties are deeply convinced that only
the peaceful settlement of the conflict will enable the rebuilding of Aceh after the
tsunami disaster on 26 December 2004 to progress and succeed. The parties to the conflict
commit themselves to building mutual confidence and trust.
http://www.cmi.fi/?content=press&id=61
----------