Stockholm,
13 Juli 2005
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum
wr wbr.
BENARKAH YUDHOYONO & KALLA INGIN DAMAI
DI ACHEH ?
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.
BENARKAH
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO & JUSUF KALLA INGIN DAMAI DI ACHEH DENGAN
MEMBERIKAN HAK PENENTUAN NASIB SENDIRI BAGI BANGSA ACHEH DALAM HUBUNGAN DENGAN
RI ?
"Both
GAM and Acheh civil society groups believe that the only way to a comprehensive
and sustainable peace in Acheh is through a negotiated agreement that gives to
the people of Acheh the right and capacity to determine their own affairs
within the context of the Republic of Indonesia. (Kedua pihak GAM dan kelompok
masyarakat sipil Acheh percaya bahwa hanya satu jalan untuk menuju perdamaian
yang menyeluruh dan langgeng adalah melalui perjanjian yang disepakati yang
memberikan rakyat Acheh hak dan kemampuan untuk menentukan urusan-urusan mereka
sendiri dalam kontek Republik Indonesia)” (Bakhtiar Abdullah, Spokesman,
Stockholm, 10 July 2005)
Ada
satu hal yang sangat mendasar yang perlu digaris bawahi dari pernyataan saudara
Bachtiar Abdullah, Juru Bicara ASNLF di Stockholm pada tanggal 10 Juli 2005 atas
hasil pertemuan antara pihak ASNLF dengan pihak Masyarakat Sipil Acheh di di
Lidingo, Swedia pada 9 - 10 Juli 2005, yang dipasilitasi oleh Olof Palme
International Center, yaitu melalui perjanjian yang disepakati yang memberikan
rakyat Acheh hak dan kemampuan untuk menentukan urusan-urusan mereka sendiri
dalam kontek Republik Indonesia.
Nah,
hal yang mendasar itu adalah untuk penyelesaian konflik Acheh yang sudah
berlangsung lebih dari setengah abad ini, hanya bisa diselesaikan melalui jalur
perundingan yang menghasilkan kesepakatan untuk memberikan rakyat Acheh hak dan
kemampuan guna menentukan nasib mereka sendiri dalam hubungannya dengan RI.
Jadi,
kalau pihak RI menyadari dan memahami sepenuh hati bahwa konflik Acheh mahu
diselesaikan secara menyeluruh dan langgeng adalah justru melalui jalur
perundingan yang menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang isinya memberikan
kebebasan bagi rakyat Acheh untuk menentukan nasib mereka sendiri dalam
hubungannya dengan RI.
Dimana
rakyat Acheh yang diberikan hak dan kebebasan untuk menentukan nasib sendiri di
Acheh adalah merupakan fondasi yang sangat penting bagi penyelesaian konflik
Acheh ini.
Seluruh
rakyat Acheh yang akan menentukan nasib mereka di masa depan dalam hubungan
dengan pihak RI.
Dan
melalui cara self-government dengan kebebasan, misalnya membentuk partai
politik lokal di Acheh, adalah merupakan salah satu jalan politis guna
penentuan nasib sendiri dalam urusan rakyat Acheh.
Tetapi
kenyataannya, pihak RI, khususnya Susilo Bambang Yudhoyono, Jusuf Kalla dan
para Pimpinan partai politik di RI justru menolak memberikan hak dan kebebasan
bagi rakyat Acheh untuk menentukan nasib mereka sendiri dalam hubungannya
dengan RI ini. Padahal kalau memang pihak RI menghendaki penyelesaian konflik
Acheh secara menyeluruh dan langgeng ini, maka masalah dan urusan Acheh harus
diserahkan kepada seluruh rakyat Acheh, bukan diatur oleh pihak pusat di
Jakarta, sebagaimana tercantum dalam UU No.18/2001.
Nah
kelihatannya, keinginan pihak Masyarakat Sipil Acheh dan juga pihak ASNLF untuk
menyelesaikan konflik Acheh yang menyeluruh dan langgeng melalui kesepakatan
dalam perundingan, ternyata telah dileburkan dan ditolaknya mentah-mentah.
Terbukti bahwa pihak Susilo Bambang Yudhoyono, Jusuf Kalla dan para pimpinan
partai politik di RI secara terang-terangan menolak hak dan kebebasan rakyat
Acheh untuk memakai kendaran politik lokal di Acheh untuk mencapai tujuan
politik bagi penentuan nasib sendiri rakyat Acheh di Acheh. Dimana pihak Susilo
Bambang Yudhoyono, Jusuf Kalla dan para Pimpinan partai politik di RI justru
menyodorkan umpan yang sudah basi melalui jalur UU No.18/2001 dan janji
mengakomodasi mantan-mantan ASNLF dan TNA untuk dijadikan sebagai calon-calon
dalam pilkada di Acheh melalui kendaraan partai politik yang sudah ada yang
berpusat di Jakarta.
Jelas,
dengan adanya penolakan dari pihak Susilo Bambang Yudhoyono, Jusuf Kalla dan
para Pimpinan partai politik di RI atas keinginan pihak Masyarakat Sipil Acheh
dan ASNLF untuk memberikan hak dan kebebasan kepada seluruh rakyat Acheh untuk
menentukan nasib mereka sendiri di Acheh dalam hubungannya dengan RI, itu
berarti bahwa pihak Susilo Bambang Yudhoyono, Jusuf Kalla dan para Pimpinan
partai politik di RI tidak ingin menyelesaikan konflik Acheh secara menyeluruh
dan langgeng, melainkan hanya ingin memberikan umpan yang sudah ada yang sudah
dituangkan dalam UU No.18/2001 dan sejenisnya kepada pihak rakyat Acheh.
Disini
memang kelihatan bahwa pihak ASNLF telah memberikan kelonggaran yang banyak
bagi maju dan berlangsungnya perundingan di Vantaa, Helsinki ini. Tetapi
sebaliknya pihak RI, dalam hal ini Susilo Bambang Yudhoyono, Jusuf Kalla dan
para Pimpinan partai politik di RI tidak mau mundur selangkahpun.
Jadi,
bagaimana bisa berhasil menghasilkan kesepakatan dalam perundingan kalau memang
pihak RI tidak mau selangkahpun mundur. Padahal itu tanah wilayah Acheh yang
dianeksasi, diduduki dan dijajah RI melalui tangan Soekarno yang telah
menelannya dengan memakai jalur hukum buatannya sendiri dalam bangunan RIS yang
diberi label PP RIS No.21/1950 tanggal 14 Agustus 1950 tanpa mendapat
persetujuan seluruh bangsa Acheh dan pimpinan bangsa Acheh.
Dan
memang terbukti bahwa pihak RI, dalam hal ini pihak Susilo Bambang Yudhoyono
dan Jusuf Kalla menjadikan perundingan di Vantaa, Helsinki ini sebagai satu
alat propaganda politik dihadapan dunia internasional yang telah memberikan
janjinya untuk membantu keuangan bagi RI pasca tsunami. Dimana propaganda
politik melalui jalur perundingan yang isinya masih tetap berkisar diantara bunderan
UU No.18/2001 dan sejenisnya.
Hanya
tentu saja, walaupun pihak Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla mencoba
untuk tetap mempertahankan UU No.18/2001 dan sejenisnya, tetapi dalam
kenyataannya UU No.18/2001 tentang otonomi khusus di Acheh ini tidak dijadikan
sebagai dasar perundingan. Melainkan telah memakai dasar yang diambil dari
hasil-hasil yang telah disepahami dalam perundingan putaran 1, 2, 3, dan 4 dan
yang telah disusun untuk dijadikan draft oleh Presiden Martti Ahtisaari yang
akan dibicarakan dalam perundingan putara ke 5 yang dimulai dari 12 Juli sampai
17 Juli 2005.
Tentu
saja, hasil kesepahaman dari perundingan putaran ke 5 ini akan menjadi tali
pengikat hukum baik bagi ASNLF maupun RI untuk dijadikan sebagai dasar pegangan
hukum penyelsaian konflik Acheh yang menyeluruh dan langgeng.
Hanya
yang menjadi pertanyaan besar adalah apakah memang benar pihak Susilo Bambang
Yudhoyono dan Jusuf Kalla mahu menyelesaikan konflik Acheh secara menyeluruh
dan langgeng dengan memberikan hak dan kebebasan bagi rakyat Acheh untuk
menentukan nasib mereka sendiri dalam hubungannya dengan pihak RI ?
Nah,
jawabannya bisa kita tunggu empat hari mendatang ini, sehabis perundingan
ASNLF-RI putaran ke 5 pada 17 Juli 2005.
Nanti
kita akan melihat dan akan mengetahui siapa sebenarnya yang tidak mau berdamai
di Acheh dengan memberikan hak dan kebebasan bagi seluruh rakyat Acheh guna
menentukan nasib sendiri di Acheh.
Bagi
yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada
waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung
tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan
artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad
Hanya kepada
Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk,
amin *.*
Wassalam.
Ahmad Sudirman
http://www.dataphone.se/~ahmad
----------