Stockholm, 11 Oktober 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

JOKO RIYANTO JELMAAN WAHABIYIN ROKHMAWAN MUNCUL LAGI DENGAN ACUNGKAN AHMAD BIN HANBAL
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

KELIHATAN DENGAN JELAS ITU JOKO RIYANTO JELMAAN WAHABIYIN ROKHMAWAN MUNCUL LAGI DENGAN MENGACUNGKAN IMAM AHMAD BIN HANBAL

"Sedangkan syarat untuk mengatakan seseorang itu kafir murtad maka tidak hanya melalui dugaan, katanya, media pers dll melainkan harus bisa membuktikan sendiri dengan mata kepala, telinganya sendiri atas perkataan orang yang dimaksud. Dan juga menurut orang-orang yang berilmu (Ahlus Sunnah wal jamaah) syarat untuk mengkafirkan orang islam harus melalui bimbingan ulama bukan sekedar tafsirannya lewat buku ilmiah, harus lewat lembaga syariah dll. Dengan demikan apakah ilmu pak Ahmad sudah lebih tinggi dari ilmunya Imam Ahmad Bin Hambal Rah.a ?. Sehingga pak Ahmad mengatakan atau menafsirkan Al-maidah : 44 hanya berhenti atau hanya mengikuti konteks kalimat, "kafir" saja. Dan ternyata hampir semua ulama baik dahulu maupun ulama masa kini sependapat dengan Imam Ahmad Bin Hambal Rah.a." (Joko Riyanto , mas_rey_2004@yahoo.com , Sun, 10 Oct 2004 22:47:00 -0700 (PDT))

Baiklah saudara Joko Riyanto di Solo, Jawa Tengah, Indonesia.

Pagi ini saudara Joko Riyanto jelmaan Wahabiyin Rokhmawan dari Yayasan Bukhori Solo, Jawa Tengah kembali melambungkan pikirannya setelah sebulan yang lalu di mimbar bebas ini menyatakan: "Dengan perasaan kecewa saya tidak akan menimba ilmu kepada pak ahmad, ini dikarenakan mungkin memang benar apa yg dikatakan oleh pak Rokhmawan agar kita hati-hati jikalau berbicara dengan orang-orang yg belum dikenal. Untuk itu, mohon dengan sangat agar saya dikeluarkan dari mimbar bebas ini" (Joko Riyanto, Fri, 10 Sep 2004 21:22:00 -0700 (PDT))

Joko Riyanto muncul lagi hari ini, Senin, 11 Oktober 2004 setelah Wahabiyin Rokhmawan berjanji tidak akan lagi muncul di mimbar bebas ini dengan meluncurkan kata-kata: "Selamat Tinggal Wahai Si Ahlul Ahwa, Ahlul Bid 'ah dan Bahlul Ahmad Sudirman cs, NII Dan Anggota GAM/TNA. Saya berjanji setelah kiriman artikel di bawah ini ( dari www.salafy.or.id ) maka saya cukupkan sampai disini saja..dan tidak akan kembali di mimbar bebas yang penuh fitnah ini ( Si Ahlul Ahwa dan Ahlul Bid 'ah Ahmad Sudirman )" (Wahabiyin Rokhmawan, Mon, 27 Sep 2004 21:52:35 -0700 (PDT))

Kelihatan memang Wahabiyin Rokhmawan yang menjelma menjadi Joko Riyanto ingin berusaha untuk mencoba membantu Tati dan Hadi yang sebelumnya telah mengkopi tulisan-tulisan paham wahabi yang dimunculkan di mimbar bebas dan sekaligus sebagai alat untuk mendebat Ahmad Sudirman.

Ternyata itu Tati dan Hadi, karena memang mereka berdua ini pandainya hanya taklid buta ikut- ikutan saja orang yang terjerumus kedalam paham wahabi, terbukti setelah Ahmad Sudirman memberikan tanggapannya, tidak nongol lagi di mimbar bebas. Melainkan yang nongol adalah Joko Riyanto jelmaan Wahabiyin Rokhmawan seorang taklid buta yang mengkampanyekan paham wahabi di Negara kafir RI.

Lucunya Joko Riyanto jelmaan Wahabiyin Rokhmawan ini mencoba untuk membantu Tati dan Hadi untuk memberikan tanggapan dengan versinya paham Wahabi ditambah dengan mengacungkan pendapat Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal yang lahir di Baghdad bulan Rabiul Awal tahun 164 H / 780 M dan meninggal pada tanggal 12 Rabi'ul Awal tahun 241 H / 855 M dan merupakan murid Imam Muhammad bin Idris bin Syafi'i.

Memang Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal hidup masa Kekuasaan Islam dipegang oleh dinasti Abbasiyah dari mulai masa Khalifah Al-Mahdi 775 M - 785 M sampai masa Khalifah Al-Mutawakkil 847 M - 861 M.

Pada masa Khalifah Al-Ma'mun 813 M - 833 M yang menerima paham yang dikembangkan oleh Basyar Al-Marisy yang berpendapat bahwa Al-Qur'an adalah makhluk. Dan Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal adalah salah seorang ulama Baghdad pada masa Kekuasaan Abbasiyah dibawah Khalifah Al-Ma'mun ini yang menolak pendapat dan paham bahwa Al-Quran itu adalah makhluk.

Karena Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal menentang paham bahwa Al-Qur'an adalah makhluk, sedangkan paham tersebut dianut oleh Al-Ma'mun, maka Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal ditangkap dan dimasukkan kedalam penjara.

Selanjutnya Joko Riyanto jelmaan Wahabiyin Rokhmawan mencoba untuk melambungkan pendapat Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal dengan tujuan untuk membantu Tati yang melampirkan kopiannya Sumitro yang dijiplak mentah-mentah dari majalahnya kaum wahabi yaitu majalah As-Sunnah edisi 12/Tahun VII/1424H hal. 45-50 yang berbunyi "[6] Yaitu para penguasa Muslim - semoga Allah memperbaiki negara dan hamba Allah- melalui tangan mereka. Tentang dalil yang dijadikan hujjah oleh orang-orang yang menyimpang untuk mengkafirkan para penguasa secara total, yaitu firman Allah : "Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan oelh Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir" [Al-Maidah : 44]. Maka tidak ada jawaban mencakup yang lebih indah dari pada perkataan Imam Ahmad Rahimahullah. (Beliau berkata) : "(Maksud ayat itu ialah), kufur yang tidak mengeluarkan dari agama. Seperti halnya iman, sebagaimana lebih rendah dari sebagian yang lain (bertingkat-tingkat, -red), demikian pula kufur. Sampai akhirnya datang suatu bukti yang tidak diperselisihkan lagi didalamnya" (dilampirkan oleh Tati , Fri, 8 Oct 2004 05:56:22 -0700 (PDT), dijiplak kembali oleh Joko Riyanto jelmaan Wahabiyin Rokhmawan, Sun, 10 Oct 2004 22:47:00 -0700 (PDT))

Joko Riyanto jelmaan Wahabiyin Rokhmawan, itu Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal hidup dimasa Kekhilafahan Abbasiyah dari mulai masa Khalifah Khalifah Al-Mahdi 775 M - 785 M sampai masa Khalifah Al-Mutawakkil 847 M - 861 M.

Dimana Kekhilafahan Abbasiyah itu dasar dan sumber hukum Khilafahnya adalah Islam, bukan dasar dan sumber hukumnya model pancasila seperti di Negara kafir RI sekarang ini. Jadi yang dimaksud oleh Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal dengan para penguasa Muslim adalah para penguasa di masa Kekhilafahan Abbasiyah.

Kemudian tentang masalah takfir atau mengkafirkan terhadap seseorang, Ahmad Sudirman telah beberapa kali mengupas di mimbar bebas ini.

Wahai Joko Riyanto jelmaan Wahabiyin Rokhmawan.

Itu masalah takfir harus dikembalikan kepada dasar hukum yang diturunkan Allah SWT. Karena manusia tidak mempunyai hak untuk menjatuhkan vonis atau hukuman kafir kepada seseorang.

Joko Riyanto jelmaan Wahabiyin Rokhmawan, apakah paham dengan kalimat Ahmad Sudirman diatas ? Kalau tidak paham memang benar-benar budek.

Itu dasar hukum yang telah diturunkan Allah SWT yang dijadikan sebagai pegangan nash adalah sebagaimana yang telah Ahmad Sudirman jelaskan berulangkali yaitu QS, At-Taubah, 9: 115 , QS, Al-Isra, 17: 15 , QS, Al-Maidah: 44 , QS, An-Nisa, 4: 115 .

Dimana dengan berpegang kepada dasar hukum dan nash inilah bisa dijadikan sebagai dasar pijakan untuk melihat apakah seseorang itu, baik itu pelaksana lembaga negara ataupun bukan, masuk dalam apa yang dikatakan kafir.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa jatuhnya vonis kafir terhadap seseorang ini didasarkan kepada aqidah atau kepercayaan seseorang terhadap dasar hukum yang diturunkan Allah SWT atau Syariat Islam dalam penegakkan, pelaksanaan, dan penerapannya dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara.

Kemudian dengan berpijak kepada QS, At-Taubah, 9: 115 , QS, Al-Isra, 17: 15 , QS, Al-Maidah: 44 , QS, An-Nisa, 4: 115 ditambah dengan pegangan yang dikemukakan Syaikh Abdul 'Aziz bin Baz yang dihubungkan dengan dasar hukum yang dipakai dalam satu negara dan bagaimana sikap dari para pelaksana lembaga negara tersebut terhadap dasar hukum negara itu dibandingkan dengan dasar dan sumber hukum Islam.

Nah, dengan melalui jalur proses yang terbentuk dari dasar nash dan pegangan ulama Islam inilah yang bisa mencapai tujuan untuk melihat dan mengetahui apakah seseorang itu bisa dinamakan kafir. Untuk mengetahui hasil penelusuran jalur proses yang terbentuk dari dasar nash dan pegangan ulama Islam ini, maka sekarang kita akan masuki jalur:

Pertama, seseorang mempunyai sikap dan pendapat dengan menyatakan: "Aku berhukum dengan hukum ini, karena hukum ini lebih utama dari syariat Islam," maka dia kafir dengan kekafiran yang besar.

Kedua, seseorang mempunyai sikap dan pendapat dengan menyatakan: "Aku berhukum dengan hukum ini, karena hukum ini sama (sederajat) dengan syariat Islam, sehingga boleh berhukum dengan hukum ini dan boleh juga berhukum dengan syariat Islam," maka dia kafir dengan kekafiran yang besar.

Ketiga, seseorang mempunyai sikap dan pendapat dengan menyatakan: "Aku berhukum dengan hukum ini namun berhukum dengan syariat Islam lebih utama, akan tetapi boleh-boleh saja untuk berhukum dengan selain hukum Allah," maka dia kafir dengan kekafiran yang besar.

Keempat, seseorang mempunyai sikap dan pendapat dengan menyatakan: "Aku berhukum dengan hukum ini," namun dia dalam keadaan yakin bahwa berhukum dengan selain hukum Allah tidak diperbolehkan. Dia juga mengatakan bahwa berhukum dengan syariat Islam lebih utama dan tidak boleh berhukum dengan selainnya. Tetapi dia seorang yang bermudah-mudahan (dalam masalah ini) atau dia kerjakan karena perintah dari atasannya, maka dia kafir dengan kekafiran yang kecil, yang tidak mengeluarkannya dari keislaman dan teranggap sebagai dosa besar.
(Asy-Syaikh Abdul 'Aziz bin Baz , Al-Hukmu Bighairima'anzalallahu wa Ushulut Takfir, hal. 71-72, dinukil dari At-Tahdzir Minattasarru' Fittakfir, karya Muhammad bin Nashir Al-Uraini hal. 21-22)

Nah sekarang, dengan dasar pegangan nash diatas inilah dapat memberikan gambaran dan pegangan yang jelas dalam usaha melihat apakah seseorang itu dinamakan kafir, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam nash Al-Maidah: 44 "Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS, Al-Maidah: 44)

Jadi kalau kita berpijak dan mengembalikan semuanya kepada dasar dan sumber hukum yang diturunkan Allah SWT, maka tidak akan terperosok kedalam keracuan dalam berpikir menyangkut masalah takfir atau pengkafiran terhadap seseorang." (Ahmad Sudirman, 15 September 2004)

Kalau sampai sini masih juga itu Joko Riyanto jelmaan Wahabiyin Rokhmawan masih juga belum mengerti penjelasan ini, maka kelihatan jelas otaknya memang otak udang. Dan bagaimana mungkin bisa itu Joko Riyanto jelmaan Wahabiyin Rokhmawan menghubungkan pendapat Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal dengan dasar hukum QS, At-Taubah, 9: 115 , QS, Al-Isra, 17: 15 , QS, Al-Maidah: 44 , QS, An-Nisa, 4: 115.

Seterusnya Joko Riyanto jelmaan Wahabiyin Rokhmawan menyatakan: "Anda mengatakan dan menganggap atau menyebut bu Tati sebagai wahabiyah Tati hanya dengan percakapan di mimbar bebas ini. Itu kan menunjukkan kalau pak Ahmad dangkal dan picik (istilah bapak sendiri) dan terkesan asal-asalan, masak menyebut dan menambahi nama seseorang hanya atas dasar komentarnya kemaren ?. Seharusnya kalau anda ingin mengataka atau memanggilnya sebagai wahabiyah maka tidak cukup dari percakapan di mibar bebas ini melainkan harus diselidiki melalui kehidupan yang nyata pula, apakah benar bu Tati termasuk wahabiyah atau tidak ?."

Wahai Joko Riyanto jelmaan Wahabiyin Rokhmawan, itu Tati yang dapat nama baru Wahabiyah Tati, memang seorang yang taklid buta dan budek. Ia hanya ikut-ikutan atau taklid buta kaum wahabi seperti Wahabiyin Rokhmawan yang menjelma menjadi Joko Riyanto.

Walaupun Tati hanya ikut-ikutan kaum wahabi, tetapi ia merasa tahu tentang paham wahabi sehingga dicaploknya tulisan-tulisan orang wahabi yang dikopi oleh Sumitro untuk dijadikan alat debat menghadapi Ahmad Sudirman.

Dengan Tati ikut-ikutan Wahabiyin Rokhmawan yang menjajakan paham wahabi alias salafinya di mimbar bebas ini, maka ia secara langsung telah menceburkan dirinya kelembah kaum wahabi dengan paham wahabi atau salafinya di Negara kafir RI. Karena itu Tati dapat nama baru Wahabiyah. Apalagi Tati ikut-ikutan Wahabiyin Rokhmawan menuliskan istilah gombal Ahlul Ahwa dan Ahlul Bid 'ah didepan nama Ahmad Sudirman. Dengan alasan gombalnya: "Seandainya anda keberatan tetap saja saya memanggil anda dengan gelar yang dicantumka pak Rokhmawan dan rekan-rekan maupun ulama-ulamanya." (Wahabiyah Tati, Fri, 8 Oct 2004 05:56:22 -0700 (PDT)).

Kemudian ketika Ahmad Sudirman menyatakan: "Coba saja perhatikan, dimana dan apa yang dijadikan dasar dan dalil daruri dan dalil nadhari oleh Wahabiyin Rokhmawan bahwa Ahmad Sudirman dikatakan dalam berdiskusi dan berdebat di mimbar bebas ini hanya mempergunakan hawa nafsu saja dan melakukan bid'ah. Coba tunjukkan satu saja. Apa yang dijadikan dasar argumentasi menurut hawa nafsu oleh Ahmad Sudirman dalam berdebat di mimbar bebas ini ?. Dan apa itu bid'ah yang dibuat oleh Ahmad Sudirman di mimbar bebas ini ? Tidak ada dasar dan argumentasi yang benar menurut dalil daruri dan dalil nadhari atau dalil naqli dan dalil aqli yang ditampilkan oleh Wahabiyin Rokhmawan yang menyatakan bahwa Ahmad Sudirman dalam berdebat di mimbar bebas ini hanya mengikuti hawa nafsu dan membuat bid'ah. Yang jelas dan nyata itu Wahabiyin Rokhmawan justru yang tersungkur karena tidak sanggup lagi mempertahankan paham wahabi dengan gerakan dakhwah wahabi atau salafi-nya di Negara kafir RI." (Ahmad Sudirman, 9 Oktober 2004)

Coba sampai detik ini tidak ada itu muncul jawaban dari Wahabiyah Tati. Yang muncul justru Joko Riyanto jelmaan Wahabiyin Rokhmawan. Bisa jadi itu Wahabiyah Tati mengkontak Wahabiyin Rokhmawan untuk minta tolong, kemudian muncul Joko Riyanto jelmaan Wahabiyin Rokhmawan di mimbar bebas ini untuk mempertahankan argumentasi gombal Wahabiyah Tati. Karena memang itu Wahabiyin Rokhmawan yang gombal itu sudah berjanji tidak akan muncul lagi di mimbar bebas ini.

Seterusnya itu soal hadits memelihara jenggot yang dilambungkan oleh Hadi pengekor Amien Rais keturunan Arab yang tidak memelihara jenggot tetapi hanya memelihara kumis saja telah juga Ahmad Sudirman memberikan jawabannya. Tetapi, tidak muncul tanggapan baliknya dari Hadi pengekor Amien Rais itu. Justru yang muncul Joko Riyanto jelmaan Wahabiyin Rokhmawan.

Dimana Ahmad Sudirman telah memberikan jawaban tentang hadits memelihara jenggot ini, yaitu: "Nah sekarang banyak orang-orang Eropah yang beragama nasrani yang termasuk akhli kitab, memelihara jenggotnya. Begitu juga orang-orang India yang beragama hindu memelihara jenggotnya. Orang-orang Yahudi yang beragama yahudi yang termasuk akhli kitab, memelihara jenggotnya. Sedangkan orang-orang Indonesia yang sebagian besar tidak tumbuh jenggot didagunya, tetapi memeluk Islam. Jadi Hadi, walaupun itu isi hadits yang menyangkut jenggot ini berupa kata perintah, peliharalah jenggot kamu dan tipiskanlah kumis kamu; Potonglah kumis kamu dan peliharalah jenggot kamu. Tetapi harus disesuaikan dengan keadaan pisik masing-masing individu. Bagi orang Islam yang pisiknya tidak memiliki genetik untuk tumbuh jenggot didagunya, jelas perintah "peliharalah jenggot kamu" tidak bisa dikenakan. " (Ahmad Sudirman, 8 Oktober 2004)

Persoalannya adalah itu Hadi pengekor Amien Rais keturunan Arab ini, memang tidak paham dan tidak mengerti penerapan hadits pelihara jenggot ini, walaupun ia menuliskan: "memelihara jenggot (bagi yg memungkinkan tumbuh )" (Hadi, Fri, 8 Oct 2004 14:05:12 +0700). Tetapi dalam praktek penerapan hadits pelihara jenggot ini, memang Hadi ini buta. Buktinya, mana itu dijelaskan mengenai kondisi pisik orang-orang yang genetiknya bisa tumbuh jenggot didagunya dan yang memeliki genetik yang tidak bisa tumbuh jenggot didagunya.

Ketika Ahmad Sudirman mengatakan nenek moyang suku Acheh, suku Jawa, suku Bugis, suku Minangkabau adalah orang-orang Yunan dari Cina selatan yang sebagian besar memiliki genetik yang tidak bisa tumbuh jenggot didagunya, sehingga ketika Hadi menyatakan: "Bagaimanakah yang terjadi pada diri Hasan Tiro cs yang dijadikan Imam ( pemimpin ) bagi Anggota GAM/TNA dan yang bersimpati dengannya ?. Jelas sekali Si Hasan Tiro cs pelarian politik pengecut itu dan Anggota GAM/TNA tidak mau memelihara jenggot dan malah memelihara kumis (lihat tuh foto-fotonya). Kumis tebal mirip tambang dadung. Padahal menurut hadist di atas jelas perbuatan tersebut meniru-niru atau menyerupai orang-orang kafir majusi, nasrani dll. Apa yang dilakukan seperti Hasan Tiro itu dan Anggota GAM/TNA menyebabkan dirinya binasa di akhirat kelak jikalau mereka tidak bertaubat. Perhatikan hadist berikut ini, Bersabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam : "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia telah menjadi golong an mereka" ( HR Ahmad, Abu Daud dan at Tabrani )." (Hadi, Fri, 8 Oct 2004 14:05:12 +0700) adalah salah kaprah dan tidak tahu tentang kondisi dan keadaan pisik individu yang ada di dunia ini.

Dengan Hadi menyatakan hal yang demkian itu, menunjukkan bahwa dia memang budek dan picik dalam penerapan hadits tentang perintah pelihara jenggot dan menipiskan kumis ini.

Jadi wahai Joko Riyanto jelmaan Wahabiyin Rokhmawan, kalau Ahmad Sudirman menyatakan hal demikian tentang hadits perintah memelihara jenggot bukan berarti seperti yang kalian tulis: "Menurut segi positifnya, komentar pak Ahmad kemaren adalah hanyalah sebagai penegas saja, tetapi kalau dibaca oleh yang bersangakutan (pak Hadi) maka dapat di maksudkan komentar pak Ahmad kemaren hanyalah sekedar alat untuk menangkis tuduhan pak hadi kepada Hasan tiro cs dan bisa juga alasan pak Ahmad di atas hanyalah sebagai penolakan/pengaburan terhadap sunnah Rosululloh mengenai jenggot. Untuk yang satu ini menurut pak Rokhmawan cs, siapa saja yang menolak sunnah Rosululloh dengan berbagai alasan maka hukumnya kafir yang bisa mengeluarkan dirinya dari islam atau istilahnya murtad."

Joko Riyanto jelmaan Wahabiyin Rokhmawan, itu kalau Ahmad Sudirman mengatakan hal diatas tentang hadits memelihara jenggot bukan merupakan penolakan atau pengkaburan terhadap Sunnah Rasulullah saw, melainkan merupakan penerapan dari hadits Rasulullah saw itu. Karena kalau hadits Rasulullah saw dipergunakan oleh orang budek dan picik seperti Hadi dan tentu saja Wahabiyin Rokhmawan yang menjelma menjadi Joko Riyanto, maka prakteknya dari penerapan hadits pemeliharaan jenggota itu salah kaprah dan membabi buta. Akibatnya seperti yang dikatakan ioleh Hadi dan Wahabiyin Rokhmawan terhadap Teungku Hasan Muhammad di Tiro.

Kalau memang benar itu Hadi dan Wahabiyin Rokhmawan memahami hadits pemeliharaan jenggot ini, tidak akan mungkin berbicara seenak udel terhadap Teungku Hasan Muhammad di Tiro. Mengapa ? Karena memang secara genetik itu Teungku Hasan Muhammad di Tiro tidak bisa tumbuh jenggot di dagunya sebagaimana tumbuh jenggotnya orang-orang Arab, India, Pakistan, Afghanistan, Yahudi, dan orang-orang Eropah.

Jadi, lain kali jangan bodoh, picik, dan budek kalau ingin menerangkan hadits Rasulullah saw. Karena akhirnya bisa salah kaprah dan menyesatkan. Lihat saja contohnya itu Hadi dan Wahabiyin Rokhmawan yang menjelma menjadi Joko Riyanto dari Yayasan Bukhori kelompok Salafi-Solo-Wahabi-Saudi.

Seterusnya itu mengenai pengertian taklid, sudah Ahmad Sudirman jelaskan yaitu peniruan atau keikutan atau memegang kepada sesuatu paham atau pendapat tanpa menggali dan mengetahui secara mendalam apa yang dijadikan sebagai dasar ata alasannya.

Contoh orang taklid adalah Joko Riyanto jelmaan Wahabiyin Rokhmawan dan Salafi-Solo-Wahabi-Saudi yang pandainya hanya meniru, mengikuti dan memegang paham dan pendapat para pimpinan kaum wahabi Saudi dan Yaman tentang pengkafiran Abdurrahman Wahid ketika menjabat sebagai Presiden RI, maka ketika berbicara dasar hukum Al-Maidah: 44, menjadilah salah kaprah dan ngaco, karena memang Wahabiyin Rokhmawan dan Salafi-Solo-Wahabi-Saudi tidak memiliki ilmu pengetahuan yang menyangkut penegakkan, pelaksanaan, penerapan dasar hukum Allah SWT yang dihubungkan dengan negara sesuai dengan apa yang dicontohkan Rasulullah saw dalam Negara Islam atau Daulah Islamiyah pertama di Yatsrib.

Terakhir, rakyat Acheh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Negara kafir Pancasila tidak taklid kepada Teungku Hasan Muhammad di Tiro. Teungku Hasan Muhammad di Tiro adalah pemimpin para pejuang rakyat Acheh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Negara kafir Pancasila dan Wali Negara Negara Acheh yang sedang dijajah oleh Negara kafir RI dibawah Susilo Bambang Yudhoyono.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
www.ahmad-sudirman.com
ahmad@dataphone.se
----------

Date: Sun, 10 Oct 2004 22:47:00 -0700 (PDT)
From: joko riyanto mas_rey_2004@yahoo.com
Subject: Ikut nimbrung lagi ach....
To: ahmad@dataphone.se
Cc: rokh_mawan@yahoo.com

Assalaamu 'alaikum

Apakah Ilmu Pak Ahmad Lebih Tinggi dari Pada Imam Ahmad Bin Hambal ?

Alhamdulillah saya kadang-kadang masih mampir ke ruangannya pak Rokhmawan untuk sekedar melepas kejenuhan di kantor dan tentunya saya tidak ketinggalan untuk sekedar membaca komentar-komentar di mimbar bebas ini kemudian siang ini saya sempat berpikir buat apa saya terluka hanya dengan kata-kata dari seseorang yang jauh di sana dan oleh karena itu maka sayapun sedikit nimbrung lagi lewat diskusi di mimbar bebas ini tentunya saya tujukan kepada pak ahmad.

Pak Ahmad anda seringkali mengatakan perkataan seperti bodoh, budek, tuli, dangkal, picik dll yang anda tujukan kepada lawan debat anda termasuk saya ( dangkal dan picik ). Tetapi ternyata anda sendiripun demikian adanya yaitu budek, tuli, dangkal dan picik ( istilah pak ahmad ).

Coba anda perhatikan dibawah ini :

Anda mengatakan dan menganggap atau menyebut bu Tati sebagai wahabiyah Tati hanya dengan percakapan di mimbar bebas ini. Itu kan menunjukkan kalau pak Ahmad dangkal dan picik (istilah bapak sendiri) dan terkesan asal-asalan, masak menyebut dan menambahi nama seseorang hanya atas dasar komentarnya kemaren ?.

Seharusnya kalau anda ingin mengataka atau memanggilnya sebagai wahabiyah maka tidak cukup dari percakapan di mibar bebas ini melainkan harus diselidiki melalui kehidupan yang nyata pula, apakah benar bu Tati termasuk wahabiyah atau tidak ?.

Sedangkan dulu saya pernah mengatakan yang demikian...demikian..begini...begitu seperti misalnya orang-orang NII di kampung saya banyak yang berbuat tidak sesuai dengan Al-qur 'an dan Al-hadist. Namun setelah hal itu saya sampaikan lewat mimbar bebas ini maka pak Ahmad mengatakan saya dangkal dan picik. Lho...saya mengambil contoh berdasarkan orang-orang NII di kampung saya, kok dibilang yang tidak-tidak.

Sedangkan pak Ahmad yang menambahi bu Tati dengan sebutan wahabiyah hanya berdasarkan percakapan yg singkat di mimbar bebas ini, jadi ternyata pak Ahmad lebih dangkal dan picik.

Hmmm...terus ternyata pak Ahmad ini juga budek, tuli, buta, bodoh (istilah pak ahmad sendiri)...silakan simak uraian saya di bawah ini :

Pak hadi telah menuliskan komentarnya kemaren demikian, "Padahal yg benar didalam sunnah Rosululloh SAW yaitu memelihara jenggot (bagi yg memungkinkan tumbuh) dan memotong ( menipiskan ) kumisnya".

Pak Ahmad menangapinya dengan tulisannya demikian, "Hadi, itu hadits yang menyangkut masalah pemeliharaan jenggot disesuaikan dengan keadaan pisik masing-masing individu. Secara umum tidak semua individu memiliki pisik yang bisa tumbuh janggut didagunya. Memang pada umumnya pisik orang-orang keturunan Arab memiliki pisik yang bisa tumbuh jenggot didagunya dan kumis diatas bibirnya. Begitu juga orang-orang keturunan Eropah memiliki pisik yang bisa tumbuh jenggot didagunya dan kumis diatas bibirnya. Hanya orang-orang Asia sebagian besar tidak memiliki pisik yang bisa tumbuh jenggot didagunya dan kumis diatas bibirnya, kecuali orang-orang India, Afghanistan, Pakistan. Nah sekarang banyak orang-orang Eropah yang beragama nasrani yang termasuk akhli kitab, memelihara jenggotnya. Begitu juga orang-orang India yang beragama hindu memelihara jenggotnya. Orang-orang Yahudi yang beragama yahudi yang termasuk akhli kitab, memelihara jenggotnya. Sedangkan orang-orang Indonesia yang sebagian besar tidak tumbuh jenggot didagunya, tetapi memeluk Islam. Jadi Hadi, walaupun itu isi hadits yang menyangkut jenggot ini berupa kata perintah, peliharalah jenggot kamu dan tipiskanlah kumis kamu; Potonglah kumis kamu dan peliharalah jenggot kamu. Tetapi harus disesuaikan dengan keadaan pisik masing-masing individu. Bagi orang Islam yang pisiknya tidak memiliki genetik untuk tumbuh jenggot didagunya, jelas perintah "peliharalah jenggot kamu" tidak bisa dikenakan".

Bagiamana sih bapak ahmad ini ?. Berarti benar donk kalau bapak budek dan tuli (istilah anda sendiri ), apa bapak tidak bisa membaca tulisannya pak hadi yang demikian, "....memelihara jenggot (bagi yg memungkinkan tumbuh) dan memotong (menipiskan) kumisnya".

Sebenarnya maksud dari tulisan komentar pak Ahmad kemaren apa (yang ditujukan kpd pak hadi)?.

Menurut segi positifnya, komentar pak Ahmad kemaren adalah hanyalah sebagai penegas saja, tetapi kalau dibaca oleh yang bersangakutan (pak Hadi) maka dapat di maksudkan komentar pak Ahmad kemaren hanyalah sekedar alat untuk menangkis tuduhan pak hadi kepada Hasan tiro cs dan bisa juga alasan pak Ahmad di atas hanyalah sebagai penolakan/pengaburan terhadap sunnah Rosululloh mengenai jenggot. Untuk yang satu ini menurut pak Rokhmawan cs, siapa saja yang menolak sunnah Rosululloh dengan berbagai alasan maka hukumnya kafir yang bisa mengeluarkan dirinya dari islam atau istilahnya murtad.

Kemudian memang benar apa yang dikatakan oleh pak Rokhmawan bahwasanya pak Ahmad ingin berlepas diri dari ulama atau imam rabbani sehingga dirinya masuk dalam kategori Ahlul Ahwa dan Ahlul Bid 'ah. Silakan simak uraian singkat dibawah ini :

Kemaren, bu Tati menuliskan penjelasan dan tafsiran Imam Ahmad Bin Hambal sebagaimana tulisannya berikut ini, "[6] Yaitu para penguasa Muslim -semoga Allah memperbaiki negara dan hamba Allah- melalui tangan mereka. Tentang dalil yang dijadikan hujjah oleh orang-orang yang menyimpang untuk mengkafirkan para penguasa secara total, yaitu firman Allah : "Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan oelh Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir" [Al-Maidah : 44]. Maka tidak ada jawaban mencakup yang lebih indah dari pada perkataan Imam Ahmad Rahimahullah. (Beliau berkata) : "(Maksud ayat itu ialah), kufur yang tidak mengeluarkan dari agama. Seperti halnya iman, sebagaimana lebih rendah dari sebagian yang lain (bertingkat-tingkat, -red), demikian pula kufur. Sampai akhirnya datang suatu bukti yang tidak diperselisihkan lagi didalamnya". (Termuat dalam) Majmu' Fatawa Syaikhul Islam VII/254.

Nah berarti sudah jelas kan kalau maksud dari kata kafir dalam terjemahan Al-maidah 44 tersebut bukan berarti kafir yang dapat mengeluarkan dari islam tetapi hanyalah semacam lemah iman dll.

Seharusnya pak Ahmad atau yg lainnya dalam menerangkan ayat tersebut berlandaskan dengan pendapat generasi terdahulu seperti Imam Ahmad Bin Hambal Rah.a.

Namun sayang sekali ketika pak Ahmad menerangkan tafsiran ayat tersebut hanya berhenti pada kata kafir.

Nah ini sangat berbahaya bagi orang yang awam terhadap tafsiran Al-qur 'an karena mereka akan menganggap kafir itu yang kafir alias bukan islam atau non islam.

Repotkan pak padahal sebenarnya kafir itu ada beberapa klasifikasi atau kelompok misalnya kafir yang menyebabkan dirinya keluar dari islam (murtad ), kafir yg tdk menyebakan dirinya keluar dari agama islam dan kafir yang benar-benar kafir seperti yang non islam.

Sedangkan syarat untuk mengatakan seseorang itu kafir murtad maka tidak hanya melalui dugaan, katanya, media pers dll melainkan harus bisa membuktikan sendiri dengan mata kepala, telinganya sendiri atas perkataan orang yang dimaksud. Dan juga menurut orang-orang yang berilmu (Ahlus Sunnah wal jamaah) syarat untuk mengkafirkan orang islam harus melalui bimbingan ulama bukan sekedar tafsirannya lewat buku ilmiah, harus lewat lembaga syariah dll.

Dengan demikan apakah ilmu pak Ahmad sudah lebih tinggi dari ilmunya Imam Ahmad Bin Hambal Rah.a ?. Sehingga pak Ahmad mengatakan atau menafsirkan Al-maidah : 44 hanya berhenti atau hanya mengikuti konteks kalimat, "kafir" saja. Dan ternyata hampir semua ulama baik dahulu maupun ulama masa kini sependapat dengan Imam Ahmad Bin Hambal Rah.a.

Hm terus mengenai taklid kalau saya menganggap taklid itu seperti kita mengikuti langkah imam atau pemimpin kita dimana imam kita ternyata bertentangan dengan Al-qur 'an dan As-Sunnah, kemudian taklid itu seperti kita mengikuti perintah imam kita dimana perintah tersebut tidak pernah di contohkan Nabi dan para sahabatnya atau tidak ada faedahnya kecuali hanya untuk dirinya sendiri atau kelompoknya bahkan banyak mahdhorotnya untuk kemaslahatan umat.

Kelihatannya memang benar kalau pak Ahmad cs dan orang-orang yang menjadi anggota Gam hanyalah taklid buta terhadap Imamnya yaitu Hasan Tiro dan setelah di kaji dan digali olehnya ternyata hanya untuk kepentingan kelompoknya sendiri dengan mengorbankan dan membawa banyak mahdlorot untuk umat islam seluruhnya.

Joko Riyanto

mas_rey_2004@yahoo.com
Solo, Jawa Tengah, Indonesia
----------