Stockholm, 2 September 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

RASJID COBA BACA KEMBALI SEJARAH PERTUMBUHAN & PERKEMBANGAN RI & NEGERI ACHEH
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

RASJID PRAWIRANEGARA COBA GALI KEMBALI ITU SEJARAH PERTUMBUHAN & PERKEMBANGAN RI & NEGERI ACHEH SEBELUM MENERUSKAN DISKUSI TENTANG ACHEH DI MIMBAR BEBAS INI

"Di dalam tulisan Pak Ahmad, terdapat nada getir karena Belanda tidak mengatakan Aceh sebagai sebuah negara, sebagaimana Sumtera Timur. Demikian pula Belanda tidak mengatakan Sumatera Barat sebagai negara karena kedua daerah itu diakui Belanda sebagai Negara Republik Indonesia. Pak Ahmad tidak harus kecewa, karena daerah Aceh itu tidak dihitung Belanda sebagai negara Boneka Belanda. Seharusnya Bapak bangga bahwa Aceh itu berjuang bahu membahu dengan daerah lainnya dalam rangka menegakkan negara NKRI. Dan ini merupakan fact sejarah yang sangat dihormati oleh Belanda, karena di Sumatera Utara (Aceh), di Sumatera Barat dan Jawa (Kesultanan Yogya), Belanda tidak dapat mendirikan negara boneka. Daerah itu (Sumatera Utara/Barat dan kesulatanan Yogyakarta), merupakan daerah cikal bakal dari pembentukan NKRI (contohnya Negara Amerika ia mulai dari 12 Negara Bagian yang kemudian bertambah menjadi 52 Negara Bagian). Pada waktu perjuangan kemerdekaan didaerah tersebut penyelenggar roda Pemerintahan adalah Negara RI yang dipimpin oleh Sukarno (1945 s/d 1948) dan Syafruddin (dalam masa PDRI 22 Des 48 s/d 13 Juli 49)." (Rasjid Prawiranegara , rasjid@bi.go.id , Thu, 2 Sep 2004 14:59:14 +0700)

Terimakasih saudara Rasjid Prawiranegara di Jakarta, Indonesia

Setelah beberapa kali diskusi antara saudara Rasjid Prawiranegara dengan Ahmad Sudirman tentang Negeri Acheh ini, ternyata belum kelihatan tampilnya usaha dari pihak saudara Rasjid yang bisa menampilkan fakta, bukti, dan dasar hukum sebagai dasar argumentasi untuk membenarkan tindakan pihak Presiden RIS yang secara ilegal memasukkan Negeri Acheh melalui tindakan sepihak dengan PP RIS No.21/1950 dan PERPPU No.5/1950 melalui mulut Sumatera Utara.

Yang baru ditampilkan oleh saudara Rasjid adalah baru pandangan subjectifitas dan fakta-fakta sejarah yang setelah dipertimbangkan dari sudut kekuatan tingkatan hukum tidak mampu mencapai tingkat fakta sejarah yang bisa dijadikan sebagai dasar argumentasi yang benar dan kuat untuk mendeklarkan Negeri Acheh adalah milik dan bagian RI.

Seperti pandangan subjektifitas yang lahir melalui pikiran saudara Rasjid yang diungkapkan dalam bentuk pandangan: "Di dalam tulisan Pak Ahmad, terdapat nada getir karena Belanda tidak mengatakan Aceh sebagai sebuah negara, sebagaimana Sumtera Timur. Demikian pula Belanda tidak mengatakan Sumatera Barat sebagai negara karena kedua daerah itu diakui Belanda sebagai Negara Republik Indonesia."

Nah dari apa yang diungkapkan oleh saudara Rasjid ini makin jelas nampak bahwa saudara Rasjid belum mampu melihat dan mencerna fakta, bukti, sejarah dan dasar hukum yang ditampilkan oleh Ahmad Sudirman.

Dari apa yang ditampilkan saudara Rasjid itu seolah-olah Ahmad Sudirman merasa kurang senang atau sedih atau kurang puas atau tidak setuju karena "Belanda tidak mengatakan Acheh sebagai sebuah negara, sebagaimana Sumatera Timur".

Disini saudara Rasjid masih terlalu dangkal dalam menganalisa suatu hasil perjanjian yang menjadi dasar hukum tumbuh dan berkembangnya Negara RI dan Negeri Acheh.

Jelas, pihak Kerajaan Belanda hanya berbicara berdasarkan apa yang sudah disepakati bersama dalam Perundingan Roem Royen 7 Mei 1949 dan Konferensi Meja Bundar yang ditandatangani pada 2 November 1949. Sehingga melahirkan pengakuan dan penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat pada 27 Desember 1949.

Itu pengakuan dan penyerahan kedaulatan kepada RIS adalah hasil dari kesepakatan hukum dalam Konferensi Meja Bundar, bukan kesepatakan yang dibuat diluar perjanjian hukum.

Sekarang, mengenai Negeri Acheh. Jelas itu Belanda tidak akan menyinggungnya dan apa lagi menyebutkannya, karena memang Negeri Acheh bukan wilayah daerah jajahan Belanda. Walaupun Belanda ingin sekali menduduki Negeri Acheh setelah Jepang Menyerah kepada sekutu. Tetapi tidak berhasil. Seperti dalam usaha Belanda bersama pasukan Sekutu dan serdadu NICA menggempur Padang, Bukit Tinggi, Acheh. Sehingga di Acheh pecah pertempuran yang dikenal sebagai peristiwa Krueng Panjo/Bireuen, pada bulan November 1945. Kemudian Sekutu mengirim lagi pasukan Jepang dari Sumatra Timur menyerbu Aceh sehingga terjadi pertempuran besar di sekitar Langsa/Kuala Simpang. Pihak pejuang Islam Aceh yang langsung dipimpin oleh Residen Teuku Nyak Arif. Kemudian pasukan Jepang dapat dipukul mundur. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.70-71)

Jadi memang masuk akal kalau Belanda tidak menyinggung, membicarakan, mengatakan Negeri Acheh. Karena memang itu bukan hak dan kewajiban Kerajaan Belanda. Disamping itu tidak ada dimasukkan dalam pembicarana dan dalam hasil Perundingan Roem Royen dan KMB.

Jadi, saudara Rasjid, kelemahan saudara ketika melambungkan pikiran saudara ini adalah karena saudara tidak mampu melihat secara kesuluruhan proses pertumbuhan dan perkembangan Negeri RI dan Negeri Acheh ini yang didasarkan pada dasar fakta, bukti, sejarah dan hukum.

Karena adanya kelemahan dalam cara menganalisa dari saudara Rasjid ketika melihat Negeri Acheh inilah sehingga makin jauh keluar dari jalur dasar hukum yang telah disepakati. Misalnya dalam Konferensi Meja Bundar yang diikuti oleh Pertama, utusan dari Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO) atau Badan Permusyawaratan Federal dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Kalimantan Barat. Dimana BFO ini anggotanya adalah 15 Negara/Daerah Bagian, yaitu Daerah Istimewa Kalimantan Barat, Negara Indonesia Timur, Negara Madura, Daerah Banjar, Daerah Bangka, Daerah Belitung, Daerah Dayak Besar, Daerah Jawa Tengah, Negara Jawa Timur, Daerah Kalimantan Tenggara, Daerah Kalimantan Timur, Negara Pasundan, Daerah Riau, Negara Sumatr aSelatan, dan Negara Sumatra Timur. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.244).

Kedua, utusan dari Republik Indonesia menurut perjanjian Renville 17 Januari 1948 yang anggota juru rundingnya adalah Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof. Dr. Mr. Soepomo, Dr. J. Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo, Ir. Djuanda, Dr. Soekiman, Mr. Soeyono Hadinoto, Dr. Soemitro djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel T.B. Simatupang, dan Mr. Soemardi.

Ketiga, utusan dari Kerajaan Belanda yang delegasinya diketuai oleh Mr. Van Maarseveen. Dan keempat, utusan dari United Nations Commission for Indonesia (UNCI) dipimpin oleh Chritchley.

Dengan tampil dan munculnya utusan-utusan yang berunding dalam KMB ini menggambarkan bahwa Negeri Acheh memang tidak masuk kedalam lingkaran KMB itu. Dengan tidak adanya Negeri Acheh dalam KMB, itu menandakan bahwa memang benar Negeri Acheh secara de-jure dan de-facto tidak ada hubungan dengan Negara-Negara dan utusan-utusan KMB.

Dan ini menunjukkan fakta, bukti, sejarah dan dasar hukum bahwa Negeri Acheh secara de-facto dan de-jure berdiri sendiri tanpa terikat, apalagi diduduki dan diperintah oleh Pemerintah Asing.

Selanjutnya saudara Rasjid menyatakan: "Pak Ahmad tidak harus kecewa, karena daerah Aceh itu tidak dihitung Belanda sebagai negara Boneka Belanda. Seharusnya Bapak bangga bahwa Aceh itu berjuang bahu membahu dengan daerah lainnya dalam rangka menegakkan negara NKRI. Dan ini merupakan fact sejarah yang sangat dihormati oleh Belanda, karena di Sumatera Utara (Aceh), di Sumatera Barat dan Jawa (Kesultanan Yogya), Belanda tidak dapat mendirikan negara boneka. "

Nah disini juga saudara Rasjid yang ditampilkan hanyalah hasil pemikiran yang sifatnya subjetifitas. Mengapa ?

Karena itu istilah dan nama negara Boneka Belanda adalah hanya merupakan istilah yang digembar-gemborkan oleh pihak Soekarno Cs. Yang tidak ingin melihat rakyat di daerah daerah lain ingin berdiri sendiri mengatur negeri dan rakyatnya sendiri. Jangan hanya dikira yang mau merdeka itu hanyalah Soekarno cs saja. Dengan tampilnya 15 Negara / Daerah yang muncul dan tergabung dalam Bijeenkomst voor Federal Overleg (BFO) atau Badan Permusyawaratan Federal dipimpin oleh Sultan Hamid II. Itu menandakan bahwa rakyat di Negara / Daerah tersebut ingin berdiri dan hidup sejajar dengan Negara / Daerah lainnya. Sebenarnya inilah yang tidak ingin dan tidak bisa diterima oleh Soekarno dengan RI-nya itu. Soekarno ingin semua Negara / Daerah ada didalam kekuasaan dan dibawah perintah Soekarno dengan RI-Jawa-Yogya-nya.

Saya sangat menghormati keinginan dan kesadaran setiap rakyat yang membangun Negara atau Negerinya, duduk sama rendah, berdiri sama tinggi dengan negara atau negeri yang lainnya. Karena itulah mereka ingin bergabung dalam bentuk federasi. Dan itulah yang dianggap paling sesuai bagi masyarakat yang terdiri dari berbagai budaya, etnis, suku, bahasa. Sehingga lahirlah Badan Permusyawaratan Federal. Kemudian lahirlah Republik Indonesia Serikat yang beranggotakan 16 Negara/Daerah Bagian.

Tetapi, keadaan dan kenyataan ini tidak disenangi dan tidak sesuai dengan kebijaksanaan politik agresi Soekarno Cs. Karena itulah Soekarno Cs akhirnya menjadikan RIS sebagai taktik dan strategi untuk menguasai seluruh wilayah yang ada diluar wilayah Negara RI yang hanya di Yogyakarta dan sekitarnya saja.

Saya justru melihat apa yang dijalankan Soekarno suatu penghianatan dan pemerkosaan hak-hak setiap rakyat untuk membangun Negeri dan daerahnya sesuai dengan keinginnan, cita-cita, politik, mereka.

Apalagi setelah diketahui secara fakta, bukti, sejarah dan dasar hukum bahwa Soekarno sebagai Presiden RIS menelan dan mencaplok, serta menjajah Negeri Acheh.

Apakah saya merasa bangga melihat apa yang dilakukan Soekarno terhadap Negara-Negara lainnya diluar wilayah de-facto dan de-jure RI ? Justru saya menganggap dan menyatakan itu Soekarno dengan RI-nya adalah merupakan penerus kebijaksaan agresi penguasa Kerajaan hindu Majapahit yang didominasi oleh Patih Gajah Mada dengan politik agresi-nya yang penuh kelicikan.

Saudara Rasjid, ketika Ahmad Sudirman menulis: "Justru proses pencaplokan dan penjajahan pihak RI terhadap Negeri Acheh inilah yang tidak tampak oleh PBB karena memang disembunyikan dan tidak dijelaskan prosesnya oleh pihak RI kepada pihak DK PBB dan SU PBB" (Ahmad Sudirman, 1 September 2004)

Ini menggambarkan bahwa bukan hak dan kewajiban Dewan Keamanan PBB untuk meneliti dan mempertanyakan kembali bagaimana itu RI dibangun dan dibentuk ?. Yang dijadikan syarat utama untuk diakui dan diterima sebagai anggota PBB adalah sebagaimana yang telah saya kupas dalam tulisan sebelum ini yakni diantaranya : "1. Membership in the United Nations is open to all other peace-loving states which accept the obligations contained in the present Charter and, in the judgment of the Organization, are able and willing to carry out these obligations. 2. The admission of any such state to membership in the United Nations will be effected by a decision of the General Assembly upon the recommendation of the Security Council." (Article 4 of the Charter of the United Nations)

Kemudian ada wakil PBB juga mengetahui dan mengikuti sebagai salah satu utusan dalam KMB. Sehingga tahu persis apa yang harus dijalankan dan dilaksanakan oleh pihak-pihak yang ikut berunding sesuai dengan isi KMB yang ditandatangani pada 2 November 1949 itu.

Hanya yang jelas tidak diketahui oleh pihak wakil PBB itu adalah ketika Soekarno sebagai Presiden RIS menelan, mencaplok, menduduki, dan menjajah Negeri Acheh pada tanggal 14 Agustus 1950 melalui PP RIS No.21/1950 melalui mulut Sumatera Utara.

Karena waktu Soekarno menelan Negeri Acheh itu tidak dilakukan melalui perundingan antara pihak RI dengan Negeri Acheh, sebagaimana yang dilakukan antara RI dengan Negara Indonesia Timur, dengan Negara Sumatera Timur, dengan Negara Pasundan, dan dengan Negara-Negara dan daerah-daerah Bagian RIS lainnya.

Inilah yang saya katakan: "Justru proses pencaplokan dan penjajahan pihak RI terhadap Negeri Acheh inilah yang tidak tampak oleh PBB karena memang disembunyikan dan tidak dijelaskan prosesnya oleh pihak RI kepada pihak DK PBB dan SU PBB" (Ahmad Sudirman, 1 September 2004).

Seterusnya saudara Rasjid menulis: "Dan ini merupakan Fact sejarah, karena kegigihan Rakyat Indonesia (termasuk Rakyat Aceh) dalam menjalankan roda pemerintahan yang baik, telah mendorong PBB mengakui NKRI. Kalaulah di Sumatera Utara (Aceh), Sumatera Barat dan Jawa (kesultanan Yogya) Belanda dapat mendirikan Negara Boneka, maka saya kira NKRI tidak akan ada, dan Aceh tetap dalam bagian pemerintahan Belanda."

Seperti yang telah Ahmad Sudirman terangkan di atas bahwa pihak PBB telah mengetahui dengan pasti karena ada utusannya yang ikut dalam KMB. Dimana hasil KMB itu adalah Belanda akan menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) pada akhir bulan Desember 1949. Mengenai Irian barat penyelesaiannya ditunda selama satu tahun. Pembubaran KNIL dan pemasukan bekas anggota KNIL ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), adanya satu misi militer Belanda di Indonesia, untuk membantu melatih APRIS dan pemulangan anggota KL dan KM ke Negeri Belanda. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.236- 237).

Dan memang terbukti, bahwa Kerajaan Belanda menyerahkan kedaulatan kepada RIS pada tanggal 27 Desember 1949. PBB mengetahuinya dengan pasti.

Dalam KMB itu Negara-Negara bagian yang tergabung dalam Badan Permusyawaratan Federal yang dipimpin oleh Sultan Hamid II dan menjadi utusan dan anggota Perundingan KMB tidak dianggap sebagai boneka Belanda oleh pihak PBB. Justru yang mengatakan dan mempropagandakan boneka Belanda adalah hanya dari pihak Soekarno cs dan RI-nya.

Selanjutnya saudara Rasjid Prawiranegara menulis: "Pak Ahmad mungkin dapat membantu saya dengan sejarah dan fact tambahan bahwa sebelum Class pertama (1947), negara-negara Pasundan, Kalimantan Timur, Jawa Timur/Tengah itu tidak ada. Yang ada hanyalah Pemerintahan Hindia Belanda atau Kerajaan-kerjaan kecil misalnya Serdang dan Deli (Sumatera Timur)yang tunduk pada Hindia Belanda. Negara Boneka (yang membentuk RIS keculai Negara RI) dibentuk oleh Van Mook Gubernur Jenderal Belanda untuk menandingi negara RI yang wilayahnya dari Sabang Sampai Marauke."

Saudara Rasjid, pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang Menyerah kepada Sekutu, setelah bom atom dijatuhkan diatas Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945 dan diatas Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945. Dimana perang yang dimulai pada tahun 1939 dengan serangan tentara Nazi Jerman terhadap Polandia, berakhir di Jepang. Jepang dan Amerika sejak bulan Desember 1941 saling berperang dengan dahsyat.

Setelah Jepang menyerah kepada Amerika dan sekutunya, maka tugas dan wewenang untuk menduduki wilayah Indonesia bagian barat, yang melingkupi Sumatera, Jawa, dan Madura diserahkan kepada Panglima South East Asia Command (SEAC) Lord Louis Mountbatten di Singapura. Sedangkan untuk Indonesia bagian timur, yang dimulai dari Kalimantan sampai ke Irian Jaya diserahkan kepada Angkatan Perang Australia.

Jadi, setelah Jepang jatuh dan menyerah kepada sekutu, kekuasaan pemerintahan yang mengontrol wilayah Hindia Belanda jatuh ketangan sekutu, khusus untuk Indonesia bagian barat dipegang oleh Panglima South East Asia Command (SEAC) Lord Louis Mountbatten, dan Indonesia bagian timur dipegang oleh Angkatan Perang Australia.

Kemudian, pada tanggal 8 September 1945, 7 perwira Inggris dibawah pimpinan Mayor A.G. Greenhalgh diterjunkan dengan payung dilapangan terbang Kemayoran, Jakarta. Kemudian Mayor A.G. Greenhalgh segera mengadakan hubungan dengan pimpinan tentara Jepang di Jakarta Jenderal Yamaguchi. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.34)

Selanjutnya pada tanggal 16 September 1945, Laksamana Muda W.R. Patterson, Wakil Panglima SEAC Lord Louis Mountbatten di Singapura, mendarat di Tanjung Priok dengan kapal Cumberland. Dalam rombongan initurut membonceng C.H.O. Van der Plas, mewakili Dr. H.J. van Mook, Kepala Netherland Indies Civil Administration (NICA). Sedangkan Dr. H.J. van Mook sendiri yang kemudian diangkat sebagai Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda datang di Indonesia pada bulan Oktober 1945.

Pada tanggal 24 Agustus 1945, antara Pemerintah Kerajaan Inggris dan Kerajaan Belanda tercapai persetujuan yang dikenal dengan nama Civil Affairs Agreement. Dimana dalam persetujuan ini disebutkan bahwa panglima tentara pendudukan Inggris di Indonesia akan memegang kekuasaan atas nama pemerintah Belanda. Dalam pelaksanaan hal yang menyangkut pemerintahan sipil diserahkan kepada NICA dibawah tangung jawab Kommando Inggris. Kekuasaan itu kemudian akan dikembalikan kepada Kerajaan Belanda. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.34)

Nah sekarang, itu RI yang telah diproklamasikan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945, ternyata dalam realitanya harus kembali berhadapan dengan pihak Komando Inggris dan sekaligus kembali berhadapan dengan pihak Belanda dibawah Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda H.J. van Mook.

Kemudian apa yang dikatakan saudara Rasjid: "negara RI yang wilayahnya dari Sabang Sampai Marauke.". Jelas itu secara de-facto tidak benar. Itu pengklaiman Soekarno atas wilayah dari Sabang sampai Merauke hanyalah pengklaiman diatas kertas saja.

Karena terbukti setelah timbulnya berbagai perang, baik di Sumatera seperti di Medan, Padang, Bukittinggi dan Acheh. Dan juga di Jawa seperti di Semarang dan Surabaya, maka pada tanggal 25 Maret 1947 ditandatangani persetujuan Linggajati di Istana Rijswijk, sekarang Istana Merdeka, Jakarta. Dari pihak RI ditandatangani oleh Sutan Sjahrir, Mr.Moh.Roem, Mr.Soesanto Tirtoprodjo, dan A.K.Gani, sedangkan dari pihak Belanda ditandatangani oleh Prof.Schermerhorn, Dr.van Mook, dan van Poll. Dimana isi perjanjian Linggajati itu, secara de pacto RI dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura. RI dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama RIS, yang salah satu negara bagiannya adalah RI. RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.119,138)

Kemudian ketika RI dibawah pimpinana Soekarno Cs dipukul mundur dan makin terdesak serta terkurung oleh pasukan Van Mook, maka diajukanlah perundingan baru di kapal pengangkut pasukan Angkatan Laut Amerika USS Renville yang dilaksanakan pada tanggal 17 Januari 1948, yang sebagian isi perjanjiannya menyangkut gencatan senjata disepanjang garis Van Mook dan pembentukan daerah-daerah kosong militer. Dimana secara de jure dan de facto kekuasaan RI hanya sekitar daerah Yogyakarta saja. Perjanjian Renville ini ditandatangani oleh Perdana Mentri Mr. Amir Sjarifuddin dari Kabinet Amir Sjarifuddin, yang disaksikan oleh H.A. Salim,
Dr.Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.155,163)

Ternyata sekarang terbukti bahwa pertumbuhan dan perkembangan Negara RI yang diproklamasikan oleh Soekarno dan Moh.Hatta pada 17 Agustus 1945 setelah Perjanjian Renville ditandatangani pada 17 Januari 1948, itu kelihatan tubuh Negara RI wilayahnya hanya di Yogyakarta dan sekitarnya saja, bukan seperti yang diklaim pada awal bulan September 1945 ketika Soekarno membentuk Kabinet RI yang pertama.

Kemudian kalau kembali ke masa sebelum Perjanjian Linggajati ditandatangani pada 25 Maret 1947, itu Negara Timur Besar yang didirikan pada 24 Desember 1946 dan diganti nama menjadi Negara Indonesia Timur pada 27 Desember 1946 dengan kepala Negaranya Tjokorde Gde Rake Sukawati.

Lahirnya Negara Indonesia Timur diawali pada tanggal 15 Juli 1946 dengan diadakan Konferensi Malino di Sulawesi selatan, yang dihadiri oleh utusan dari Daerah Kalimantan Barat, Daerah Kalimantan Selatan, Daerah Kalimantan Timur, Daerah Bangka-Belitung, Daerah Riau, Daerah Sulawesi selatan, Daerah Minahasa, Daerah Menado (tanpa Minahasa), Daerah Bali, Daerah Lombok, Daerah Timor, Daerah Sangihe-Talaud, Daerah Maluku Utara, Daerah Maluku Selatan, dan Daerah Papua. Dimana dalam Konferensi ini dibicarakan masalah rencana pembentukan negara-negara yang akan menjadi negara bagian dari suatu negara federasi. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.103).

Selanjutnya, untuk merealisasikan hasil Konferensi Malino ini, dari tanggal 18 sampai dengan tanggal 24 Desember 1946 dilangsungkan Konferensi di Denpasar, Bali yang kemudian dikenal dengan nama Konferensi Denpasar. Dalam Konferensi Denpasar ini telah berhasil dibentuk Negara Indonesia Timur (NIT) dan diangkat Sukawati sebagai Presiden NIT. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.129).

Selanjutnya, NIT sebagai satu Negara yang berdaulat yang didalamnya termasuk Daerah Maluku Selatan, telah diakui oleh pihak RI pada tanggal 22 Januari 1948 sebagai realisasi dari hasil Perjanjian Linggajati 25 Maret 1947.

Seterusnya dalam realisasi hubungan kerjasama antara kedua negara, pada tanggal 18 Februari 1948 sebuah misi Parlemen Negara Indonesia Timur dibawah pimpinan Ketuanya, Arnold Mononutu mengunjungi Yogyakarta dan disambut oleh Presiden Negara RI Soekarno.

Kemudian fakta, bukti, sejarah dan hukum menggambarkan bahwa bukan hanya Negara Indonesia Timur yang telah merdeka dan diakui oleh pihak RI. Tetapi juga Negara-Negara lainnya yang berada diluar wilayah de-facto dan de-jure Negara RI.

Dimana Negara-Negara yang telah merdeka ini bukan merupakan sebagai Negara Boneka Belanda, melainkan Negara-negara yang memang berkeinginan untuk mengatur dan menentukan nasibnya sendiri di daerahnya sendiri.

Di daerah Pasundan pada 4 Mei 1947 di Alun-alun Bandung, Ketua Partai Rakyat Pasundan Soeria Kartalegawa memproklamirkan Negara Pasundan dan pada tanggal 16 Februari 1948 Negara Pasundan dinyatakan resmi berdiri dengan R.A.A. Wiranatakusumah dipilih menjadi Wali Negara dan dilantik pada tanggal 26 April 1948. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal. 140, 171)

Di Kalimantan Tenggara pada tanggal 9 Mei 1947 telah lahir dan berdiri Dewan Federal Borneo Tenggara yang dipimpin oleh Abdul Gaffar Noor.

Di Daerah Borneo Barat pada tanggal 12 Mei 1947 telah lahir dan berdiri Daerah Istimewa Borneo Barat dengan Sultan Pontianak Hamid Algadrie II diangkat sebagai Kepala Daerahnya. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal. 141)

Di Kalimantan Timur berdiri pada 12 April 1947 Daerah Siak besar dan pada 4 Februari 1948 diganti nama menjadi Federasi Kalimantan Timur yang dipimpin oleh Adji Muhammad Parikesit.

Di Daerah Bangka, Daerah Belitung dan Negara Riau membentuk konfederasi pada 12 Juli 1947 yang Kepala Pemerintahannya dipegang oleh Masjarif gelar Lelo Bandaharo.

Di Madura pada 23 Januari 1948 berdiri Negara Madura dengan R.A.A. Tjakraningrat diangkat sebagai Wali Negara dan diresmikan pada tanggal 20 Februari 1948. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal. 164)

Di Daerah banjar berdiri Daerah Banjar pada 14 Januari 1948 yang dipimpin oleh M. Hanafiah.
Di daerah Dayak besar berdiri Dayak Besar pada 7 Desember 1946 dan diakui 16 Januari 1948 yang dipimpin oleh J-van Dyk.

Di Sumatra Timur, pada 24 Maret 1948 berdiri Negara Sumatra Timur yang ber Ibu Kota Medan dengan Dr. Teungku Mansyur diangkat sebagai Wali Negara. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal. 176)

Di Sumatera Selatan berdiri Negara Sumatera Selatan dengan Walinegara Abdul Malik pada tanggal 30 Agustus 1948.

Di Jawa Timur berdiri Negara Jawa Timur pada 26 November 1948 dengan Wali Negara R.T. Achmad Kusumonegoro

Di Daerah Jawa Tengah berdiri Daerah Jawa Tengah pada 2 Maret 1949.

Di Tasikmalaya, Jawa Barat, Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo pada tanggal 7 Agustus 1949 telah memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia dengan S.M. Kartosuwirjo diangkat sebagai Imam Negara Islam Indonesia.

Jadi jangan dianggap negara-negara yang berdiri itu hanya dituduh sebagai Negara Boneka Belanda. Contohnya misalnya apakah Negara Islam Indonesia yang diproklamasikan pada 7 Agustus 1949 oleh SM Kartosoewirjo adalah negara boneka Belanda ?

Yang justru ingin menguasai dan mendominasi Negara-negara yang telah berdiri dan merdeka ini adalah Soekarno Cs dengan negara RI-Jawa-Yogya-nya. Yang ingin menerapkan kembali kebijaksanaan politik agresi Patih Gajah Mada dari Kerajaan hindu Majapahit dengan Raja Hayam Wuruk-nya..

Nah ternyata sejarah membuktikan, Negara-negara inilah yang ditelan satu persatu dalam tubuh RIS. Memang Soekarno itu yang selalu saya katakan adalah licik. Tanpa mengeluarkan sebutir pelurupun bisa itu Negara-Negara Bagian RIS ditelannya masuk kedalam perut Negara RI. Karena sudah enaknya menelan Negara-negara bagian RIS, disantapnya pula Negeri Acheh. Tetapi sayang, itu orang Acheh bukan sembarang orang. Karena kenyataannya sampai detik sekarang itu orang Acheh masih terus berjuang untuk membebaskan Negerinya dari genggaman para penerus Soekarno.

Saudara Rasjid Prawiranegara, selama pihak RI masih menganggap benar apa yang telah dilakukan oleh Soekarno sebagai Presiden RIS yang telah menduduki dan menjajah Negeri Acheh, maka selama itu konflik Acheh tidak akan terselesaikan. Berapa puluh tahun rakyat Negara Acheh telah berjuang menghadapi Belanda. Jauh sebelum itu yang namanya RI diproklamasikan. Jauh sebelum yang namanya RI diproklamasikan Soekarno dan Moh.Hatta, itu Negara Acheh telah berdiri dengan megahnya di Sumatera. Jauh sebelum Soekarno cs lahir ke dunia itu Negara Acheh telah berdiri dengan amannya, sebelum keluar deklarasi perang dari pihak Kerajaan Belanda.

Jadi, saudara Rasjid Prawiranegara, berusahalah mencari dasar argumentasi yang kuat yang memiliki fakta, bukti, sejarah dan hukum, agar supaya mampu dijadikan sebagai dasar dan alasan pembenaran atas apa yang telah dilakukan oleh Soekarno terhadap Negeri Acheh. Karena selama ini, semua fakta dan bukti yang dilambungkan masih belum bisa dijadikan sebagai dasar argumentasi yang kuat dan bisa merobohkan fakta, bukti, sejarah, dan dasar hukum yang disodorkan oleh Ahmad Sudirman.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad.swaramuslim.com
ahmad@dataphone.se
----------

From: "Rasjid Prawiranegara" <rasjid@bi.go.id>
To: "Ahmad Sudirman" <ahmad@dataphone.se>
Subject: RE: RASJID ITU ACHEH BUKAN MILIK RI DAN RAKYAT INDONESIA MELAINKAN MILIK RAKYAT ACHEH
Date: Thu, 2 Sep 2004 14:59:14 +0700

Kata-kata yang bpk Ahmad Sudirman tulis sebagai mana kutipan ini "Justru proses pencaplokan dan penjajahan pihak RI terhadap Negeri Acheh inilah yang tidak tampak oleh PBB karena memang disembunyikan dan tidak dijelaskan prosesnya oleh pihak RI kepada pihak DK PBB dan SU PBB", Apakah merupakan pernyataan bahwa PBB itu terdiri dari orang-orang bodoh yang tidak atau apa-apa?, sehingga ia (PBB) dapat begitu saja dibodohi oleh Sukarno Presiden NKRI? atau sesungguhnya Bpk Ahmad ingin mengatakan bahwa PBB seungguhnya sudah memahami mengenai perjuangan NKRI yang dipimpinan oleh Sukarno?, sehingga perjungan Rakyat RI dari tahun 1945 s/d 1950 layak untuk mensejajarkan NKRI dengan negara-negara di Dunia.

Di dalam tulisan Pak Ahmad, terdapat nada getir karena Belanda tidak mengatakan Aceh sebagai sebuah negara, sebagaimana Sumtera Timur. Demikian pula Belanda tidak mengatakan Sumatera Barat sebagai negara karena kedua daerah itu diakui Belanda sebagai Negara Republik Indonesia. Pak Ahmad tidak harus kecewa, karena daerah Aceh itu tidak dihitung Belanda sebagai negara Boneka Belanda. Seharusnya Bapak bangga bahwa Aceh itu berjuang bahu membahu dengan daerah lainnya dalam rangka menegakkan negara NKRI.

Dan ini merupakan fact sejarah yang sangat dihormati oleh Belanda, karena di Sumatera Utara (Aceh), di Sumatera Barat dan Jawa (Kesultanan Yogya), Belanda tidak dapat mendirikan negara boneka. Daerah itu (Sumatera Utara/Barat dan kesulatanan Yogyakarta), merupakan daerah cikal bakal dari pembentukan NKRI (contohnya Negara Amerika ia mulai dari 12 Negara Bagian yang kemudian bertambah menjadi 52 Negara Bagian). Pada waktu perjuangan kemerdekaan didaerah tersebut penyelenggar roda Pemerintahan adalah Negara RI yang dipimpin oleh Sukarno (1945 s/d 1948) dan Syafruddin (dalam masa PDRI 22 Des 48 s/d 13 Juli 49).

Dan ini merupakan Fact sejarah, karena kegigihan Rakyat Indonesia (termasuk Rakyat Aceh) dalam menjalankan roda pemerintahan yang baik, telah mendorong PBB mengakui NKRI. Kalaulah di Sumatera Utara (Aceh), Sumatera Barat dan Jawa (kesultanan Yogya) Belanda dapat mendirikan Negara Boneka, maka saya kira NKRI tidak akan ada, dan Aceh tetap dalam bagian pemerintahan Belanda.

Pak Ahmad mungkin dapat membantu saya dengan sejarah dan fact tambahan bahwa sebelum Class pertama (1947), negara-negara Pasundan, Kalimantan Timur, Jawa Timur/Tengah itu tidak ada. Yang ada hanyalah Pemerintahan Hindia Belanda atau Kerajaan-kerjaan kecil misalnya Serdang dan Deli (Sumatera Timur)yang tunduk pada Hindia Belanda. Negara Boneka (yang membentuk RIS keculai Negara RI) dibentuk oleh Van Mook Gubernur Jenderal Belanda untuk menandingi negara RI yang wilayahnya dari Sabang Sampai Marauke.

Sebagai informasi Bapak Hasan Tiro semasa revolusi 1945 s/d 1947 pernah tercatat sebagai pegawai Pemerintah RI di Aceh, sebelum berangkat belajar ke Amerika. Dan Pak Hasan Tiro menurut hemat saya sangat memahami sekali ke dudukan Negara RI di Aceh pada waktu itu.
Keberangkatan ke Amerika karena mendapatkan beasiswa dari Salah satu Yayasan di Amerika atas Nama Negara RI.

Rasyid

rasjid@bi.go.id
Bank Indonesia
Jakarta, Indonesia
----------