Sydney, 29 Juni 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

ADA APA DI BALIK PENAHANAN PIMPINAN ASNLF/GAM
Nurdin Abdul Rahman
Sydney - AUSTRALIA.

 

MENYIMAK DI BALIK PENAHANAN PIMPINAN ASNLF/GAM

Di hulu, memukul air
Di hilir, menjala ikan

Dari sejumlah pernyataan penguasa NKRI - baca Neo-Kolonialis Republik Indonesia - atas penangkapan yang dilakukan kejaksaan Sweden terhadap dua pimpinan GAM, ada satu skenario menarik yang nampaknya NKRI hendak mainkan di dua pentas muka bumi ini.

Ini boleh disimak misalnya dari pernyataan Da'i Bachtiar, Kepala Polisi NKRI di Jakarta: "Kita akan mengirim penterjemah ke Sweden untuk memnterjemah dari bahasa Acheh ke bahasa Inggris, Sweden atau bahasa lain"; "Pimpinan GAM yang ditahan akan segera dideportasi dan ditahan di Jakarta"; dan sejumlah pernyataan press yang lain. Ada pula seruan penguasa NKRI agar pasukan GAM segera menyerah dan menghentikan perjuangan mereka untuk memerdekakan Acheh

Sementara di Sweden, pimpinan ASNLF diinterogasi secara intensif oleh kepolisian dan kejaksaan Sweden, penguasa NKRI di Jakarta dan di Acheh menyebarkan virus perang-urat-saraf (psywar) ke seluruh Acheh seolah-olah penguasa NKRI telah mampu menundukkan pemerintah Sweden kepada keinginannya. Ada harapan yang tersirat dalam konteks ini; kejadian di Sweden akan direkayasa untuk menekan gerilyawan GAM supaya menyerah; atau untuk melemahkan semangat rakyat Acheh dalam mendukung dan membantu perjuangan GAM.

Memang penguasa NKRI, sebagaimana tuan mereka dulu yaitu kolonialis Belanda, telah salah perhitungan terhadap Acheh. Ketika saya ditangkap pada Oktober 1990, anggota Kopassus Letnan Sumitro alias Ucok, Sersan Wagimin dan Sersan Wibowo yang menginterogasi - baca menyiksa - saya mengatakan dengan garangnya: "Tidak peduli, dalam waktu dekat ini penjahat-penjahat GPK yang segelintir itu akan kami babat sampai habis. Tak peduli siapa dia, dosen kek, ulama kek, semua itu bisa kami dapatkan penggantinya yang benar-benar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia."

Pada saat itu, saya pikir itulah yang akan terjadi di tahun-tahun selanjutnya sementara saya dan saudara-saudara yang lain masih didekam dalam penjara penguasa NKRI. Setelah saya bebas delapan tahun kemudian apa yang saya dapati sungguh mengharukan dan menggembirakan hati saya; dukungan terhadap perjuangan kemerdekaan telah demikian mengakar dan terhunjam sangat dalam dilubuk hati rakyat Acheh. Mahasiswa dari berbagai universiti, kelompok perempuan Acheh, kelompok pemuda, kelompok pedagang dan pengusaha, kelompok buruh, petani, pedang kaki lima, tukang ojek (RBT), tukang becak, pengemudi bus, taxi dan truk, pegawai NKRI, guru, ulama, dan bahkan anak-anak yang masih duduk di sekolah menengah, semua mereka telah memahami secara sangat mendalam apa makna NKRI dan apa artinya perjuangan untuk mencapai kemerdakaan bangsa Acheh; mereka telah sedar yang bahwa mereka adalah milik sebuah bangsa ciptaan Allah Yang Maha Agung lagi Maha Pencipta. Semangat untuk merdeka dari NKRI telah demikian mengkristal didalam kehidupan rakyat, hanya menunggu waktu kapan mereka akan boleh melahirkan aspirasi mereka secara bebas. Penguasa NKRI pun semakin panik dalam menghadapi semangat juang rakyat Acheh yang demikian kuat dan kokoh.

Rejim diktator Suharto, penguasa NKRI penumpah darah yang tersimbah di seantero bumi nusantara, penguasa dhalim, yang oleh ulama Acheh yang buta politik dinobatkan sebagai 'bapak pembangunan' itu, akhirnya tumbang secara sangat memalukan dan hina.

Momentum untuk melahirkan pendapat secara bebas pun tiba-tiba terbuka; dua juta rakyat Acheh berkumpul di Banda Acheh pada 8 November 1999 untuk mendukung gerakan referendum untuk penyelesaian konflik Acheh. (Suatu pertanda kematangan politik dalam kehidupan rakyat Acheh, hasil dari pengalaman mereka terhadap sikap penguasa NKRI yang dhalim selama bertahun-tahun.)

Kembali ke skenario mutakhir penguasa NKRI yang diperankan di dua tempat yang saya sebutkan diatas tadi.

Psywar yang penguasa NKRI tebarkan di Acheh ternyata mendapat pukulan telak dari para gerilyawan GAM: "Perjuangan untuk mencapai kemerdekaan Acheh tidak akan terhenti dengan penangkapan terhadap pimpinan GAM di Sweden," kata Muzakir Manaf, Panglima Besar TNA di Acheh. "Akan sangat bodoh bagi pihak pejuang kemerdekaan untuk menyerah hanya karena pimpinan mereka telah ditangkap," Sofyan Dawud, jurubicara TNA menambahkan. Psywar penguasa NKRI itupun dalam waktu sekejap menjadi debu.

Alhamdulillah. Kebenaran telah datang, kebathilan akan tumbang. NKRI, suatu kekuasaan kolonial baru yang dibangun di atas darah dan mayat rakyat bangsa Acheh, Banjar, Poso, Maluku, Papua Barat, dan lain-lain, sangatlah pantas disebut kumpulan teroris yang sedang membangun satu bangsa pura-pura yang segera akan menjadi pemilik negara teroris terbesar di dunia.

Lalu permainan peran lewat skenario penahanan pimpinan GAM di Sweden dan penyebaran desakan dan psywar kedalam tubuh pasukan GAM supaya semangat mereka patah dan menyerah ternyata gagal sudah. Kini NKRI tinggal memetik malu atas kebodohan rekayasanya yang sangat jahat itu.

Ada maksud NKRI yang tersirat dari balik skenario tersebut; hendak mengacau air di hulu (penahan pimpinan GAM) dengan harapan akan dapat menjala ikan di muara, berupa hembusan berbagai isu bohong ke Acheh, menciptakan keadaan supaya para pejuang GAM di lapangan akan menyerah. Kenyataannya, percikan air yang dipukul di hulu itu telah menimpa muka pemukulnya, sementara ikan di hilir tertawa dan tetap bersemangat.

Begitulah! Sedang Belanda sendiri, yang tuannya bangsa Jawa selama 350 tahun, kewalahan,...

Wassalam.

Nurdin Abdul Rahman

ndin_armadaputra2002@yahoo.com
Sydney, Australia
----------