Stockholm, 14 Mei 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

AKHIRNYA GAM KELUAR SEBAGAI PEMENANG KALAHKAN SUTARTO, RYACUDU, ENDANG & DITYA
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

KELIHATAN JELAS AKHIRNYA GAM KELUAR SEBAGAI PEMENANG KALAHKAN SUTARTO, RYACUDU, ENDANG & DITYA

"Apapun statusnya, rakyat harus dijaga dan tidak boleh ditinggalkan" (Kepala Staf AD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu, Jakarta, Kamis, 13 Mei 2004).

"Menjelang berakhirnya keadaan darurat pada 19 Mei, berbagai keberhasilan telah dicapai, yakni rasa aman di rakyat meningkat, roda pemerintahan telah pulih kecuali di 25 desa karena kepala desanya ada yang tewas atau merasa tidak aman, kuantitas dan kualitas GSA telah direduksi hingga tinggal 30 persen, dan perlawanan masyarakat atas GSA makin meningkat" (Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Jakarta, Kamis, 13 Mei 2004)

"Apapun status Aceh, pasukan TNI tak ada istilah ditarik sebelum tuntasnya semua anggota GAM. Masyarakat Aceh tidak perlu takut, apa yang telah terjalin antara warga dengan TNI/Polri selama ini agar dimatangkan lagi" (Komandan Korem 011/Lilawangsa Kolonel Inf H Azmyn Yusri Nasution, Lhokseumawe, Kamis, 13 Mei 2004)

Memang kelihatan jelas, TNI dibawah Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan Kepala Staf AD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu setelah 50 000 ribu serdadu TNI/POLRI diterjunkan dan diturunkan di Negeri Aceh sejak 19 Mei 2003 untuk menghadapi GAM, ternyata sampai dengan hari kemaren, Kamis, 13 Mei 2004, tidak mampu mengalahkan GAM.

Terbukti, dengan apa yang dikatakan oleh Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto: "kuantitas dan kualitas GSA telah direduksi hingga tinggal 30 persen".

Tetapi karena pihak Penguasa Darurat Militer Pusat Presiden Megawati melihat bahwa Hasil kerja dari pihak TNI/POLRI setelah berjalan hampir satu tahun, dari sejak 19 Mei 2003, ketika Keppres No.28/2003 diberlakukan, ternyata GAM dan rakyat Aceh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Negara Pancasila atau NKRI tidak bisa dilenyapkan dengan mudah.

Ternyata disini kelihatan bahwa pihak TNI dibawah komando Kepala Staf AD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu tidak berdaya menghadapi perang modern di Aceh, yaitu perang yang bukan hanya mempergunakan senjata di medan gerilya saja, melainkan juga mempergunakan non-senjata. Perang yang bukan hanya terjadi di medan gerilya saja, melainkan juga yang terjadi diluar dimedan gerilya.

Nah, dalam menghadapi taktik dan strategi yang dilambungkan oleh GAM inilah pihak TNI/POLRI tidak berdaya dan tidak berkutik. Sehingga akhirnya, Penguasa Darurat Militer Pusat Presiden Megawati memutuskan, mencabut darurat militer, ditukar dengan darurat sipil. Artinya, dalam menghadapi GAM tidak perlu lagi dihadapi secara kekerasan senjata, melainkan mempergunakan taktik dan strategi non-senjata. Memakai kemampuan pikiran dan kemampuan untuk berargumentasi guna menghadapi pihak GAM dan rakyat Aceh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Negara Pancasila atau NKRI.

Hanya tentu saja, walaupun Presiden Megawati sudah memutuskan untuk mencabut darurat militer dan diganti dengan darurat sipil, tetapi pihak TNI yang disponsori oleh Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan Kepala Staf AD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu terus saja ngotot untuk tetap bercokol di Negeri Aceh, dengan alasan bahwa kekuatan GAM masih belum tuntas dihabiskan.

Seperti yang dikatakan oleh Kepala Staf AD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu: "Apapun statusnya, rakyat harus dijaga dan tidak boleh ditinggalkan", yang diamini oleh Komandan Korem 011/Lilawangsa Kolonel Inf H Azmyn Yusri Nasution: "Apapun status Aceh, pasukan TNI tak ada istilah ditarik sebelum tuntasnya semua anggota GAM. Masyarakat Aceh tidak perlu takut, apa yang telah terjalin antara warga dengan TNI/Polri selama ini agar dimatangkan lagi".

Nah sekarang, sudah jelas, kelihatan bahwa memang benar, pihak TNI bersama POLRI ternyata akhirnya menyerah kepada kemampuan GAM dan rakyat Aceh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Negara pancasila atau NKRI yang menjalankan taktik dan strategi perang modern di Aceh ini.

Akhirnya tentu saja yang akan keluar sebagai pemenang dari perang modern di Aceh ini adalah rakyat Aceh bersama dengan GAM-nya.

TNI sudah gagal menjadikan GAM sebagai kambing hitam penyebab konflik di Aceh. Karena memang sebenarnya bukan GAM yang menjadi penyebab konflik Aceh ini, melainkan yang menjadi akar masalah sebenanrnya adalah karena Negeri Aceh ditelan, dicaplok, diduduki dan dijajah oleh Soekarno dan diteruskan oleh para penerusnya sampai detik sekarang ini.

Karena itu, sampai kapanpun, selama akar masalah tersebut terus ditutup-tutupi oleh pihak para penerus Soekarno, maka selama itu konflik Aceh tidak akan pernah selesai.

Rakyat Aceh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Negara Pancasila atau NKRI akan terus berjuang sampai Negeri Aceh kembali ketangan seluruh rakyat Aceh.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk,
amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad.swaramuslim.net
ahmad@dataphone.se
----------

http://indomedia.com/serambi/2004/05/140504h2.htm

Rakyat Aceh tak Boleh Ditinggalkan
*Danrem LW: Jangan Ikut Irama GAM

JAKARTA - Kepala Staf AD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu menegaskan bahwa apapun status Aceh setelah selesainya darurat militer tahap kedua, rakyat Aceh harus tetap dilindungi dan tidak boleh ditinggalkan. "Apapun statusnya, rakyat harus dijaga dan tidak boleh ditinggalkan," katanya menanggapi pertanyaan wartawan di Jakarta, Kamis (13/5).

Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto menyebutkan, kekuatan kelompok bersenjata Gerakan Separatis Aceh (GSA) telah direduksi hingga 70 persen sejak diberlakukannya darurat militer pada 19 Mei 2003. "Menjelang berakhirnya keadaan darurat pada 19 Mei, berbagai keberhasilan telah dicapai, yakni rasa aman di rakyat meningkat, roda pemerintahan telah pulih kecuali di 25 desa karena kepala desanya ada yang tewas atau merasa tidak aman, kuantitas dan kualitas GSA telah direduksi hingga tinggal 30 persen, dan perlawanan masyarakat atas GSA makin meningkat," kata Panglima TNI.

TNI mengharapkan apapun keputusan politik yang diambil pemerintah atas status darurat militer, hendaknya memperhatikan apa yang telah dicapai selama ini.

Mengenai belum adanya pucuk pimpinan GSA yang berhasil dilumpuhkan atau ditangkap, ia mengatakan hal itu bukan menjadi alasan apakah darurat militer perlu diperpanjang atau tidak. Ia juga menegaskan bahwa TNI tidak ada memberikan dukungan senjata kepada kelompok- kelompok masyarakat yang mengadakan perlawanan atas GSA.

Kekuatan GSA sebelum darurat militer, yakni 9 Desember 2002- 19 Mei 2003, diperkirakan 5.251 orang dengan 2.147 pucuk senjata. Setelah diberlakukannya darurat militer 19 Mei 2003 hingga 5 Mei 2004, kelompok GSA berhasil dilumpuhkan sebanyak 1.963 orang, ditangkap 2.100 orang, dan menyerahkan diri sebanyak 1.276 orang.

Senjata GSA yang disita sebanyak 1.045 pucuk yang 859 pucuk di antaranya merupakan senjata standar. Dalam periode itu, Kodam I/ Bukit Barisan juga berhasil melumpuhkan atau menangkap 103 anggota GSA dan menyita 30 pucuk senjata.

Menurutnya, hingga 5 Mei 2004, semua kecamatan (228 kecamatan) telah berfungsi, dan hanya 25 desa yang tidak berfungsi karena kepala desanya ada yang meninggal dalam konflik atau merasa takut sehingga tidak bersedia menjadi kepala desa. Namun ia menyebutkan masih ada 759 desa di Aceh yang masih kurang berfungsi dari 5.947 desa di provinsi NAD.

Mengenai kerugian di pihak TNI semenjak darurat militer tahap pertama dan tahap kedua dilaksanakan adalah 130 orang parjurit gugur dan 289 orang luka tembak. Kerugian senjata adalah 24 pucuk.

Ia juga menyebutkan jumlah sekolah yang dibakar GSA pada darurat militer pertama mencapai 608 unit dan tiga sekolah pada darurat militer tahap kedua.
Jangan ikut

Sementara itu dari Lhokseumawe, Komandan Korem 011/Lilawangsa, Kolonel Inf H Azmyn Yusri Nasution, meminta masyarakat tidak tergiur dengan irama GAM dengan berakhirnya Darurat Militer di Aceh. "Apapun status Aceh, pasukan TNI tak ada istilah ditarik sebelum tuntasnya semua anggota GAM. Masyarakat Aceh tidak perlu takut, apa yang telah terjalin antara warga dengan TNI/Polri selama ini agar dimatangkan lagi," ujar AY Nasution, pada Serambi Kamis (13/5). Penjelasan ini menyusul surat warga yang menyatakan rasa khawatir dengan berubahnya status Aceh.

Sebut Danrem, keresahan pertama dari Geusyik Gampong serta warga lainnya, karena dikhawatirkan jika TNI ditarik, GAM kembali berkoar-koar serta melakukan aksi pembunuhan.

Menurut AY Nasution, selama ini hubungan masyarakat dengan pasukan TNI di berbagai daerah berjalan harmonis. "Atas nama lembaga kami mengucapkan terimakasih pada warga," katanya.

Dia berharap, apa yang telah terajut selama ini dapat lebih mesra lagi demi terciptanya negara aman dan sentosa. "TNI akan terus mempertaruhkan jiwa dan raganya demi keutuhan NKRI," ujar AY Nasution.

Masyarakat di seluruh NAD, harap AY Naustion, tak perlu ragu dan khawatir dengan perubahan status daerah ini untuk masa mendatang. Karena apapun keputusanya, TNI tetap menjaga rakyat Aceh. "TNI tetap berada di Aceh tidak perlu ragu, apalagi tidak ada perubahan pola operasi dalam upaya penumpasan GAM," katanya.

Ditambahkan, keberadaan TNI di Aceh khusus menumpas jaringan kelompok GAM. "Tidak jadi soal, TNI tetap berada disini untuk melindungi rakyat. Warga diminta terus melanjutkan semangat perlawanan terhadap pemberontak GAM."

Diakhir penjelasannya, AY Nasution mengingatkan warga tidak mengikuti gendang GAM. "GAM sangat licik dan tidak senang melihat situasi dan kondisi Aceh aman, dan upaya memperkeruh suasana dilakukan dengan teror. Saya ingatkan masyarakat harus tetap memberi perlawanan terhadap GAM," demikian AY Nasution.(ant/ib

Serambi Indonesia Redaksi Jln. Laksamana Malahayati, Km 6 Desa Baet, Aceh Besar/Banda Aceh Tel (0651) 51800 Fax (0651) 51756
----------