Stockholm, 20 Maret 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.
 

DOBING & DHARMINTA ITU MAYJEN TNI ENDANG SUWARYA KONTROL TIM JAKSA SWEDIA
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

JELAS DOBING & MATIUS DHARMINTA HARUS TAHU ITU MAYJEN TNI ENDANG SUWARYA KONTROL TIM JAKSA SWEDIA

"Pernyataan bahwa team Jaksa Swedia ditekan, ini adalah pernyataan yang saya pikir terlalu dini. Kita jangan terlalu cepat mengambil premis2 yang blm tentu kebenarannya. Memang team Jaksa Swedia itu orang bodo apa bisa ditekan2 seenak perutnya, apalagi mereka itu orang2 hukum yang tentunya bisa membuat satu pernyataan apabila dia memang ditekan oleh pihak2 tertentu yang mencoba mengarahkan satu keputusan hukum yang merugikan pihak lain dan menguntungkan pihak lainya. Kalau soal pengawalan dari TNI udah biasa seperti itu, jangan terlalu di dramatisirlah, toh kalau team Jaksa tsb bukan orang bodo pasti dia akan memberikan pernyataan pada dunia internasional bahwa selama di Aceh ditekan2 ama TNI. Jadi jangan pada banyak omong dulu seolah2 yang ngomong itu tahu betul yg dikerjakan mereka. Kita tunggu saja hasil kerja mereka dan apa keputusannya. Statement mr.Dirman ini kok dari hari ke hari semakin "indah aja" seolah tahu segala-galanya." (Dobing , dobing@telkom.net ,Sat, 20 Mar 2004 08:19:08 +0700)

"Ooyaaa. Jadi begitu ketemu Penguasa Darurat Militer si Jaksa dari Swedia langsung dibombardir dengan keterangan/penjelasan yang intinya menguntungkan NKRI dan merugikan GSA/GAM!. Terus gimana dengan si Jaksa dari Swedia itu sendiri, tentu tidak akan percaya begitu ajakan? Lantas apa aja yang ia (Jaksa) tanyakan pada si Penguasa Darurat Militer? Apa aja yang ia (Jaksa) ajukan/mohonkan untuk mendapatkan info yang lebih luas? Dan siapa aja yang ia (Jaksa) ingin temui untuk dimintai keterangan? Lantas apa jawaban dari si Pengusa Darurat Militer? Disini anda tidak menyebutkannya." (Matius Dharminta , mr_dharminta@yahoo.com , 20 mars 2004 06:27:34)

Baiklah saudara Dobing di Jakarta, Indonesia dan sudara wartawan Jawa Pos Matius Dharminta di Surabaya, Indonesia.

Jelas, saudara Dobing dan saudara Matius Dharminta.

Di Aceh telah berlaku dasar hukum Keppres No.28/2003 dan Keppres No.43/2003. Dimana dengan diberlakukannya kedua Keppres tersebut, langsung atau tidak langsung, semua kebijaksanaan politik, keamanan, pertahanan di Daerah Aceh berada dibawah naungan Keppres No.28/2003 dan Keppres No.43/2003.

Jadi, dari pihak Tim Jaksa Swedia sebelum berangkat ke NKRI, mereka telah mengetahui dan menyadari bahwa di Negeri Aceh berlaku dasar hukum Keppres No.28/2003 dan Keppres No.43/2003.

Nah, dengan diawali dengan dasar pemikiran tersebut, sudah bisa mengurangi nilai fakta dan bukti yang akan diajukan kedepan Pengadilan di Swedia.

Dan memang terbukti dilapangan, ketika Tim Jaksa Swedia tiba di Aceh, pada tanggal 17 Maret 2004 dan bertemu dengan Penguasa Darurat Militer Daerah Aceh Mayjen TNI Endang Suwarya secara tertutup. Tentu saja, tidak bisa didengar apalagi dihadiri pertemuan tertutup mereka itu oleh pihak wartawan.

Hanya yang bisa dikorek berita hasil petemuan tertutup antara Mayjen TNI Endang Suwarya dengan Tim Jaksa Swedia itu adalah melalui Penguasa Darurat Militer Daerah Aceh Mayjen TNI Endang Suwarya sendiri selepas pertemuan tertutup tersebut.

Nah dari sinilah diawali, cerita yang telah disensor oleh pihak Mayjen TNI Endang Suwarya selaku Penguasa Darurat Militer Daerah Aceh untuk diteruskan kepada para wartawan guna dipublikasikan dalam media massa di NKRI dan diluar Negeri.

Mengapa yang keluar dari pihak Penguasa Darurat Militer Daerah Aceh Mayjen TNI Endang Suwarya ? Karena dari pihak Tim Jaksa Swedia semuanya tutup mulut, yang utama dan penting bagi pihak Tim Jaksa Swedia adalah mengumpulkan fakta dan bukti untuk menambah fakta yang telah disampaikan oleh pihak NKRI sebelumnya yang tebalnya lebih dari 1500 halaman itu.

Dari apa yang telah dinyatakan oleh Mayjen TNI Endang Suwarya selepas pertemuan tertutup itu, seperti yang ditulis oleh saudara Asy pada tanggal 17 Maret 2003, yaitu: "Mereka kemari untuk melihat dari dekat, untuk mengumpulkan bukti-bukti. Saya tekankan pada mereka, separatis GAM itu melakukan aksi teror, mereka teroris, membakar fasilitas umum, penembakan, penyanderaan, pengeboman di tempat-tempat keramaian. Saya sampaikan bahwa semua kegiatan di sini di bawah kontrol Hasan Tiro, termasuk pembakaran, kemudian mereka tanya hubungan GAM di sini dengan di sana pakai apa. Saya katakan, beberapa waktu lalu ketika pembebasan sandera, Ishak Daud selalu minta masukan atau petunjuk dari Swedia dengan menggunakan handphone satelit. Perantaranya waktu itu ada dari ICRC, PMI. Perundingan dilakukan di Swedia, bukan di Aceh karena harus melibatkan petinggi GAM lainnya yang ada di sana. Waktu pertemuan di Tokyo juga melibatkan Hasan Tiro. Ada pertanyaan, bagaimana cara untuk menormalkan Aceh. Saya bilang, Hasan Tiro ditangkap, karena dia teroris." (asy, www.detik.com/peristiwa/2004/03/17/20040317-164115.shtml )

Nah kan sudah jelas, itu Mayjen TNI Endang Suwarya telah menekankan kepada Tim Jaksa Swedia dan untuk mengontrol jalannya pengumpulan fakta dan bukti dengan cara membombardir dengan berbagai macam tuduhan dan lemparan terhadap pihak ASNLF atau GAM dan TNA sebagai pelaku aksi teror dan sebagainya itu.

Tetapi, tentu saja, sebagaimana yang telah dimaklumi sebelumnya, bahwa karena memang benar di Negeri Aceh telah diberlakukan Keppres No.28/2003 dan Keppres No.43/2003.

Karena itu dari pihak Tim Jaksa Swedia yang tujuan datang ke Negeri Aceh adalah untuk mencari fakta dan bukti tambahan dari fakta yang telah disampaikan pihak NKRI, maka apa yang dikatakan oleh pihak Mayjen TNI Endang Suwarya bukan fakta dan bukti yang dikehendaki oleh pihak Tim Jaksa Swedia. Justru yang dikehendaki adalah fakta dan bukti dari para tertuduh dan tersangka yang tercantum dalam fakta yang telah disampaikan oleh pihak NKRI, bukan dari pihak Penguasa Darurat Militer daerah Aceh Mayjen TNI Endang Suwarya.

Jelas, Tim Jaksa Swedia yang biasa bekerja tanpa mendapat tekanan dari pihak Pemerintah Swedia, dengan tampilnya aktor Penguasa Darurat Militer Daerah Aceh Mayjen TNI Endang Suwarya dengan cara dan gaya militernya, jelas itu tidak laku dan tidak menarik bagi Tim Jaksa Swedia. Apalagi diikuti dengan langkah-langkah segembolan tim TNI/POLRI, dengan alasan "untuk memberi rasa aman terhadap tamu kehormatan, tidak mau lengah dan kecolongan". Itu alasan yang dibuat-buat saja. Yang jelas semua itu berdasarkan pada dasar hukum Keppres No.28/2003.

Juga, sudah jelas, bagi pihak Tim Jaksa Swedia, siapa yang ingin ditemui dari pihak tertuduh dan tersangka, karena semuanya sudah tercantum dalam fakta yang telah disampaikan oleh pihak NKRI sebelumnya. Tetapi, kenyataannya, hanya beberapa orang saja dari pihak saksi yang bisa ditanya dan diperiksa, misalnya sebagiannya adalah seperti Sofyan Ibrahim Tiba dan Muhammad Usman bin Lampoh Awe, Said Ali Sawang, Linggadinsyah dan juga Abu Hindun, termasuk itu Syafrida isteri seorang perwira TNI AU yang diperiksa pada hari ini, Sabtu, 20 Maret 2004 di LP Cipinang, Jakarta Timur. Juga tiga orang saksi yang berstatus tahanan yang ditahan di LP Nusakambangan dan LP Cirebon, dimana dua dari tiga tahanan itu bernama Ibrahim dan Irwan. (Asy, www.detik.com/peristiwa/2004/03/20/20040320-121306.shtml )

Nah sekarang yang jelas dan terang, bahwa dari pihak Tim Jaksa Swedia yang didalamnya sudah mengantongi dasar hukum Undang Undang Tindak Pidana Terorisme yang diundangkan dan diberlakukan di seluruh Negeri Swedia pada tanggal 1 Juli 2003, maka semua tuduhan, sangkaan, dakwaan teroris terhadap seseorang warga Swedia di Swedia atau di luar Swedia yang terjadi sebelum tanggal 1 Juli 2003, dianggap tidak sah.

Jadi, kalau pihak NKRI dengan segala macam fakta dan bukti yang telah disampaikan kepada pihak Kejaksaan Swedia dan berlaku kejadiannya tersebut sebelum tanggal 1 Juli 2003, maka semua tuduhan dan semua fakta dan bukti tersebut dianggap gugur dan tidak sah sebagai dasar tuntutan tentang tindak pindana terorisme.

Coba kita perhatikan, kasus peledakan bom di Bursa Efek Jakarta tanggal 13 September 2000, Mall Atrium tanggal 23 September 2001, Bina Graha Cijantung Mall tanggal 1 Juli 2002, Balai Kota Medan tanggal 31 Maret 2003, dan di Jalan Belawan Deli Medan tanggal 1 April 2003, 2 kasus pembunuhan, salah satunya kasus pembunuhan rektor Universitas Syiah Kuala, Prof.Dr.Dayan Dawod, pada tanggal 6 September 2001, 6 kasus pembakaran sekolah dan 243 kasus penculikan berlaku setelah Keppres No.28/2003 diberlakukan pada 19 Mei 2003.

Nah, kalau kita lihat dari kasus-kasus yang dituduhkan oleh pihak NKRI terhadap pihak ASNLF atau GAM dan TNA yang dihubungkan dengan Teungku Hasan Muhammad di Tiro, jelas, semuanya gugur tidak bisa dijadikan dasar fakta dan bukti hukum untuk dijerat dengan Undang Undang Tindak Pidana Terorisme di Pengadilan Swedia, kecuali yang berlaku setelah tanggal 1 Juli 2003.

Disini, yang terjadi setelah 1 Juli 2003 adalah kemungkinan besar itu kasus yang terjadi di Negeri Aceh selepas diberlakukan Keppres No.28/2003 19 Mei 2003, yaitu dari sejak 1 Juli 2003 sampai sekarang ini.

Kasus-kasus apa itu, tentu saja, kita akan ketahui nanti apabila Tim Jaksa Swedia telah kembali ke Swedia dan setelah mempelajari kembali semua fakta dan bukti yang telah diperoleh selama kunjungannya ke Jakarta, Aceh dan Medan ini.

Jadi, menurut saya, sangat tipis sekali, bagi pihak Tim Jaksa Swedia untuk menjerat Teungku Hasan Muhammad di Tiro dengan jeratan dasar hukum Undang Undang Tindak Pidana Terorisme Swedia yang diberlakukan pada tanggal 1 Juli 2003.

Percaya atau tidak, itu Teungku Hasan Muhammad di Tiro akan dibebaskan dari semua tuduhan tindak pidana terorisme di NKRI berdasarkan dasar hukum Undang Undang Tindak Pidana Terorisme Swedia.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad.swaramuslim.net
ahmad@dataphone.se
----------

From: matius dharminta mr_dharminta@yahoo.com
Date: 20 mars 2004 06:27:34
To: Ahmad Sudirman ahmad_sudirman@hotmail.com
Kopia:PPDI@yahoogrups.com
Subject: Re: KAMRASYID & DHARMINTA ITU TIM JAKSA SWEDIA DITEKAN TIM MAYJEN TNI ENDANG SUWARYA

Ooyaaa. Jadi begitu ketemu Penguasa Darurat Militer si Jaksa dari Swedia langsung dibombardir dengan keterangan/penjelasan yang intinya menguntungkan NKRI dan merugikan GSA/GAM!. Terus gimana dengan si Jaksa dari Swedia itu sendiri, tentu tidak akan percaya begitu ajakan? Lantas apa aja yang ia (Jaksa) tanyakan pada si Penguasa Darurat Militer? Apa aja yang ia (Jaksa) ajukan/mohonkan untuk mendapatkan info yang lebih luas? Dan siapa aja yang ia (Jaksa) ingin temui untuk dimintai keterangan? Lantas apa jawaban dari si Pengusa Darurat Militer? Disini anda tidak menyebutkannya.

Setiap langkah tim Jaksa selalu di ikuti langkah serdadu TNI sampai-sampi wartawan tidak boleh terlalu dekat pertemuan dan pemereksaan dilakukan secara tertutup.

Jadi menurut aku itu semua merupakan opini yang tidak cerdas, kenapa? dari mana anda tahu sedang anda sendiri tidak ada dilokasi, pertama. kedua anda juga menyatakan bahwa wartawan tidak boleh dekat dan pertemuan/pemeriksaan dilakukan secara tertutup, lantas dari mana anda tahu kalau ada penekanan terhadap tim Jaksa dari Swedia itu ?

Coba kalau tim Jaksa dibiarkan bebas..!

Bebas bukan berarti liar, ini negara punya kedaulatan. Jadi semua harus mengikuti/mematuhi peraturan yang berlaku. Jadi tidak bisa srodak srodok seenak perutnya seperti babi liar. Sedang tim Jaksa dari Swedia itu tahu apa yang harus mereka lakukan, karena mera bukanlah orang-orang yang bodoh dan culun. Jadi tak usah menggurui mereka, mereka orang-orang pilihan karena missi mereka secara tidak langsung membawa mana bangsa yani bangsa Swedia. Jadi jangan beropini tentang mereka hanya untuk kepentingan kelompok anda.

Soal kemana tim Jaksa sesalu dijaga/di ikuti petugas keamanan, itu merupakan tanggung jawab mereka untuk memberi rasa aman terhadap tamu kehormatan itu sendiri, mereka (TNI/Polri) tidak mau lengah dan kecolongan, karena kalau sampai terjadi nama bangsa taruhannya.

Jadi sekali lagi jangan sok tahu dari mereka (tim jaksa Swedia) karena mereka udah tahu apa yang harus mereka lakukan.

Matius Dharminta

mr_dharminta@yahoo.com
Surabaya, Indonesia
----------

From: "dobing" dobing@telkom.net
To: "Ahmad Sudirman" <ahmad@dataphone.se>, "Serambi Indonesia" serambi_indonesia@yahoo.com
Subject: Re: KAMRASYID & DHARMINTA MEMANG ITU TIM JAKSA SWEDIA DITEKAN OLEH TIM MAYJEN TNI ENDANG SUWARYA
Date: Sat, 20 Mar 2004 08:19:08 +0700

Assalamualaikum.

Pernyataan bahwa team Jaksa Swedia ditekan, ini adalah pernyataan yang saya pikir terlalu dini. Kita jangan terlalu cepat mengambil premis2 yang blm tentu kebenarannya. Memang team Jaksa Swedia itu orang bodo apa bisa ditekan2 seenak perutnya, apalagi mereka itu orang2 hukum yang tentunya bisa membuat satu pernyataan apabila dia memang ditekan oleh pihak2 tertentu yang mencoba mengarahkan satu keputusan hukum yang merugikan pihak lain dan menguntungkan pihak lainya.

Kalau soal pengawalan dari TNI udah biasa seperti itu, jangan terlalu di dramatisirlah, toh kalau team Jaksa tsb bukan orang bodo pasti dia akan memberikan pernyataan pada dunia internasional bahwa selama di Aceh ditekan2 ama TNI.

Jadi jangan pada banyak omong dulu seolah2 yang ngomong itu tahu betul yg dikerjakan mereka. Kita tunggu saja hasil kerja mereka dan apa keputusannya.

Statement mr.Dirman ini kok dari hari ke hari semakin "indah aja" seolah tahu segala-galanya.

Dobing

dobing@telkom.net
Jakarta, Indonesia
----------

http://www.detik.com/peristiwa/2004/03/17/20040317-164115.shtml

detikcom - Banda Aceh , Tim kejaksaan Swedia melakukan pertemuan tertutup dengan Penguasa Darurat Militer Daerah (PDMD) Mayjen Endang Suwarya. Dalam pertemuan itu, PDMD meminta Swedia menangkap Hasan Tiro karena merupakan teroris.

Pertemuan itu berlangsung di kantor PDMD di Banda Aceh, Rabu (17/3/2004) selama satu jam lebih. Seusai pertemuan, Endang mengaku, tim jaksa Swedia ingin mencari bukti-bukti keterlibatan Hasan Tiro dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

"Mereka kemari untuk melihat dari dekat, untuk mengumpulkan bukti-bukti. Saya tekankan pada mereka, separatis GAM itu melakukan aksi teror, mereka teroris, membakar fasilitas umum, penembakan, penyanderaan, pengeboman di tempat-tempat keramaian," jelas Endang.

Endang yang juga Pangdam Iskandar Muda ini juga menyatakan, dalam pertemuan itu, dirinya juga menjelaskan hubungan anggota GAM yang ada di Aceh dengan Hasan Tiro dan petinggi GAM lainnya yang ada di Swedia. "Saya sampaikan bahwa semua kegiatan di sini di bawah kontrol Hasan Tiro, termasuk pembakaran, kemudian mereka tanya hubungan GAM di sini dengan di sana pakai apa. Saya katakan, beberapa waktu lalu ketika pembebasan sandera, Ishak Daud selalu minta masukan atau petunjuk dari Swedia dengan menggunakan handphone satelit. Perantaranya waktu itu ada dari ICRC, PMI," lanjutnya.

Endang juga mengatakan, keterlibatan Hasan Tiro sudah dimulai sejak, pria asal Pidie tersebut memproklamirkan Aceh Merdeka pada tahun 1976. Ilustrasi lainnya yang diberikan Endang soal keterkaitan Hasan Tiro dengan anggota GAM yang ada di Aceh, semisal dalam beberapa kali perundingan antara pemerintah RI dengan GAM digelar di Swedia.

"Perundingan dilakukan di Swedia, bukan di Aceh karena harus melibatkan petinggi GAM lainnya yang ada di sana. Waktu pertemuan di Tokyo juga melibatkan Hasan Tiro," tegasnya. Jenderal berbintang dua ini juga meminta Hasan Tiro segera ditangkap. "Ada pertanyaan, bagaimana cara untuk menormalkan Aceh. Saya bilang, Hasan Tiro ditangkap, karena dia teroris," tandas Endang. Pihaknya juga akan memberikan fasilitas bila tim tersebut akan bergerak ke daerah-daerah untuk mengumpulkan bukti-bukti lainnya.

Usai pertemuan, tim kejaksaan Swedia dan Kedutaan Swedia yang terdiri dari Ulf Samuelson, Bjorn Erlandson, Gunar Akesten, Agnetha Hilding, Tomas Linstrand dan Sven Ake Blombergson, akan melanjutkan perjalanan ke Mapolda NAD di Jl.Cut Mutia, Banda Aceh. Pasalnya, sejumlah dokumen dan data serta saksi-saksi yang akan diperiksa berada di Mapolda NAD.

Menurut beberapa sumber di Mapolda NAD, tim akan memeriksa 13 orang anggota GAM yang sudah ditangkap dan kini sedang menjalani proses pemeriksaan di Mapolda NAD. Beberapa orang yang akan diperiksa adalah Sofyan Ibrahim Tiba dan Muhammad Usman bin Lampoh Awe, mantan juru runding GAM, Nazar, Presidium Sentral Informasi Referendum Aceh, juga ada beberapa nama lainnya seperti Said Ali Sawang, Linggadinsyah dan juga Abu Hindun, Panglima GAM wilayah Deli Merdeka, yang berada di Medan.

Sementara itu, tak seroang pun dari tim jaksa Swedia yang bersedia memberikan komentar pada wartawan. Bahkan, ketika mereka usai makan siang di Makodam Iskandar Muda, rombongan tim kejaksaan Swedia ini keberatan untuk keluar ruangan -menuju ruang kerja Pangdam- karena wartawan sudah menunggu di luar ruang makan.

Mereka meminta wartawan untuk 'keluar' dari jalan yang akan mereka lintasi menuju ruang kerja Pangdam yang terletak di lantai II, Makodam Iskandar Muda. Karena wartawan tidak juga beranjak, akhirnya Direktur Reskrim Polda NAD Kombes Pol.Surya Darma, terpaksa mengimbau wartawan untuk segera meninggalkan Makodam Iskandar Muda.(asy)
----------