Stockholm, 29 Februari 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

SUTARTO & BACHTIAR TERUS MENIPU DAN MEMBOHONGI RAKYAT ACEH DENGAN PEMILU DI ACEH
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

KELIHATAN JELAS PANGLIMA TNI JENDERAL ENDRIARTONO SUTARTO & KAPOLRI DA'I BACHTIAR TERUS MENIPU DAN MEMBOHONGI RAKYAT ACEH DENGAN PEMILU 5 APRIL 2004 DI ACEH

"TNI akan mengerahkan sekitar 35 ribu personelnya untuk mengamankan Pemilihan Umum 2004 di Nanggroe Aceh Darusallam tanpa mengurangi tugas mereka dalam menghadapi Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Prajurit TNI juga dipastikan tidak akan melakukan tekanan terhadap masyarakat di Aceh. Kita sudah menekankan pada prajurit bahwa kita tidak punya kepentingan apapun. Jadi kalau dia melakukan tekanan untuk apa, untuk kepentingan yang mana. Karena kita tidak punya kepentingan. Dipersilakan hadir pemantau asing asal mengikuti peraturan yang ada. Agar mereka tidak menjadi beban di kemudian hari, misalnya diculik GAM atau sebagainya. Silahkan saja mereka masuk. Selama ini orang menilai bahwa kita tidak bisa melaksanakan Pemilu yang demokratis karena Aceh dalam status darurat militer, tapi kita akan buktikan bahwa kita bisa" (Panglima TNI Jenderal Tato Suwarto, Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, Sabtu, 28/2/2004, http://www.detik.com/peristiwa/2004/02/28/20040228-195523.shtml )

Nah, rupanya telah sampai informasi ke pihak mimbar bebas mengenai referendum dan penjajahan di Negeri Aceh oleh NKRI atau Negara RI-Jawa-Yogya ini bahwa, memang benar Komandan Satuan Tugas Penerangan (Dansatgaspen) PDMD Kolonel Laut Ditya Soedarsono dan Penguasa Darurat Militer Daerah Aceh Mayjen TNI Endang Suwarya di Negeri Aceh pada hari Sabtu, tanggal 28 Februari 2004 telah mendampingi Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Da'i Bachtiar, Lapangan Blang Padang, Banda Aceh dalam rangka apel siaga pengamanan Pemilu 2004.

Jadi, memang berdasarkan informasi diatas, Kolonel Laut Ditya Soedarsono dan Mayjen TNI Endang Suwarya tidak menghilang dari mimbar bebas ini, melainkan harus dan wajib sebagai perwira tinggi TNI untuk menyambut tanpa bisa membantah Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto.

Sekarang, yang menjadi bahan kupasan hari ini adalah mengenai Pemilihan Umum di Negeri Aceh TNI akan mengerahkan 35 ribu personal untuk mengamankan Pemilihan Umum 5 April 2004.

Walaupun kupasan Pemilihan Umum 5 April 2004 ini telah dibuat dalam tulisan-tulisan sebelum ini, tetapi disini saya buka lagi kita lebih mengerti dan paham akan taktik penipuan Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Da'i Bachtiar terhadap rakyat Aceh dengan melalui Pemilu 5 April 2004 di Negeri Aceh ini.

Coba kita perhatikan Pemilihan Umum 5 April 2004 di Negeri Aceh yang sebenarnya sangat bertentangan dengan dasar hukum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum.

Dimana dalam pertimbangan UU RI No.4 Tahun 2000 menyebutkan: 1. bahwa sesuai dengan perkembangan dan tuntutan politik, penyelenggaraan pemilihan umum perlu dilakukan lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya atas dasar prinsip-prinsip demokrasi, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil dan beradab serta dilaksanakan oleh badan penyelenggara yang independen dan non-partisan. Begitu juga apa yang tercantum dalam Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum menyatakan: Komisi Pemilihan Umum yang independen dan non-partisan artinya Komisi Pemilihan Umum yang bebas, mandiri, dan tidak berada di bawah pengaruh serta tidak berpihak kepada seseorang, kelompok tertentu, partai politik, dan/atau Pemerintah. Dalam pelaksanaan tugasnya, Komisi Pemilihan Umum bertanggung jawab kepada Presiden. (UU No.4 Tahun 200, Bab II. PASAL DEMI PASAL , Pasal I , 1. Pasal 8, Ayat (2))

Mengapa sangat bertentangan Pemilihan Umum 5 April 2004 dengan UU RI No.4 Tahun 2000 di Negeri Aceh ?

Karena apa yang dinamakan dengan "pemilihan umum yang berprinsip dasar pada demokrasi, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil dan beradab serta dilaksanakan oleh badan penyelenggara yang independen dan non-partisan" ternyata tidak bisa diterapkan di Negeri Aceh dan dilaksanakan oleh seluruh rakyat Aceh, disebabkan masih diberlakukannya dasar hukum Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003 tentang pernyataan keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dikeluarkan pada tanggal 18 Mei 2003 dan diberlakukan pada tanggal 19 Mei 2003 dan Keputusan Presiden Republik Indonesia selaku Penguasa Darurat Militer Pusat Nomor 43 Tahun 2003 Tentang Pengaturan kegiatan Warga Negara Asing, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Jurnalis di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang ditetapkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Juni 2003.

Kemudian mengapa "pemilihan umum yang berprinsip dasar pada demokrasi, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil dan beradab serta dilaksanakan oleh badan penyelenggara yang independen dan non-partisan" tidak bisa diterapkan dan dilaksanakan di Negeri Aceh yang berada dibawah dasar hukum Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003 dan Keputusan Presiden Republik Indonesia selaku Penguasa Darurat Militer Pusat Nomor 43 Tahun 2003 ?

Karena kalau dilihat lebih dalam apa yang terkandung dalam dasar hukum Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003, maka akan terkupas racun-racun Soekarno yang bisa mematikan prinsip dasar pemilu yang demokratis, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil dan beradab serta dilaksanakan oleh badan penyelenggara yang independen dan non-partisan.

Mengapa dasar hukum Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003 mengandung racun-racun Soekarno ?

Karena didalam dasar hukum Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003 mengandung "2.Undang-undang Nomor 23 Prp Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1908) sebagaimana telah diubah dua kali, terakhir dengan Undang-undang nomor 52 Prp Tahun 1960 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2113)". Dimana Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1959 Tentang pencabutan Undang Undang No.74 Tahun 1957 (Lembaran Negara No. 160 Tahun 1957) dan Menetapkan Keadaan Bahaya, yang ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Desember 1959 oleh Presiden RI Soekarno dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Desember 1959 oleh Menteri Muda Kehakiman Sahardjo.

Dimana racun-racun Soekarno itu diantaranya:

Selama keadaan darurat militer berlangsung, ketentuan-ketentuan dalam Bab ini berlaku untuk seluruh atau sebagian wilayah Negara Republik Indonesia yang dinyatakan dalam keadaan darurat militer. Penguasa Darurat Militer berhak mengambil kekuasaan-kekuasaan yang mengenai ketertiban dan keamanan umum. Badan-badan Pemerintahan sipil serta pegawai-pegawai dan orang-orang yang diperbantukan kepadanya wajib tunduk kepada perintah-perintah Penguasa Darurat Militer kecuali badan atau pegawai/orang yang diperbantukan yang dibebaskan dari kewajiban itu oleh Presiden.

Penguasa Darurat Militer berhak mengatur, membatasi atau melarang sama sekali dengan peraturan tentang pembikinan, pemasukan dan pengeluaran, pengangkutan, pemegangan, pemakaian dan perdangangan senjata api, obat peledak, mesiu, barang-barang yang dapat meledak dan barang-barang peledak, Menguasai perlengkapan-perlengkapan pos dan alat-alat telekomunikasi sepertinya tilpon, tilgrap, pemancar radio dan alat-alat lainnya yang ada hubungannya dengan penyiaran radio dan yang dapat dipakai untuk mencapai rakyat banyak. Membatasi atau melarang sama sekali dengan peraturan-peraturan untuk mengubah lapangan-lapangan dan benda-benda di lapangan itu.

Menutup untuk beberapa waktu yang tertentu gedung-gedung tempat pertunjukan-pertunjukan, balai-balai pertemuan, rumah-rumah makan, warung-warung dan tempat-tempat hiburan lainnya, pun juga pabrik-pabrik, bengkel-bengkel, toko-toko dan gedung-gedung lainnya. Mengatur, membatasi atau melarang pengeluaran dan pemasukkan barang-barang dari dan ke daerah yang dinyatakan dalam keadaan darurat militer. Mengatur, membatasi atau melarang peredaran, pembagian dan pengangkutan barang-barang dalam daerah yang dinyatakan dalam keadaan darurat militer. Mengatur, membatasi atau melarang lalu-lintas di darat, di udara dan diperairan serta penangkapan ikan.

Penguasa Darurat Militer berhak mengadakan tindakan-tindakan untuk membatasi pertunjukan-pertunjukan, pencetakan, penerbitan, pengumumam, penyampaian, penyimpanan, penyebaran, perdagangan dan penempelan tulisan-tulisan berupa apapun juga, lukisan-lukisan, klise-klise dan gambar-gambar.

Penguasa Darurat Militer berhak menyuruh menahan atau mensita semua surat-surat dan kiriman-kiriman lain yang dipercayakan kepada jawatan pos atau jawatan pengangkutan lain serta wesel-wesel dan kwitansi-kwitansi bersama jumlah uang yang distor dan dipungut itu, lagi pula membuka, melihat, memeriksa, menghancurkan atau mengubah isi dan membuat supaya tidak dapat dibaca lagi surat-surat atau kiriman-kiriman itu. Mengetahui surat-surat kawat yang dipercayakan kepada kantor kawat, juga menahan, mensita, menghancurkan atau mengubah isi dan melarang untuk meneruskan atau menyampaikan surat-surat kawat itu.

Penguasa Darurat Militer berhak melarang orang bertempat tinggal dalam suatu daerah atau sebagian suatu daerah yang tertentu selama keadaan, darurat militer, jikalau setelah diperiksa oleh pejabat pengusut ternyata ada cukup alasan untuk menganggap orang itu berbahaya untuk daerah tersebut; serta ia berhak pula mengeluarkan orang itu dari tempat tersebut.

Penguasa Darurat Militer berhak untuk melarang orang yang berada dalam daerah penguasa tersebut meninggalkan daerah itu, apabila orang tersebut dipandangnya sangat diperlukan, baik untuk keamanan umum atau pertahanan maupun untuk kepentingan perusahaan-perusahaan yang amat diperlukan guna menegakkan ekonomi Negara.

Penguasa Darurat Militer berhak mengeluarkan perintah kepada orang-orang yang ada di daerah yang dinyatakan dalam keadaan darurat militer untuk menjalankan kewajiban bekerja guna pelaksanaan peraturan-peraturannya atau guna melakukan pekerjaan lainnya untuk kepentingan keamanan dan pertahan.

Penguasa Darurat Militer Pusat berhak mengadakan militerisasi terhadap suatu jawatan/perusahaan/perkebunan atau sebagian dari pada itu atau suatu jabatan.

Penguasa Darurat Militer berhak menangkap orang dan menahannya selama-lamanya dua puluh hari. Tiap-tiap penahanan yang dilakukan oleh Penguasa Darurat Militer Daerah harus dilaporkan kepada Penguasa Darurat Militer Pusat dalam waktu empat belas hari. Dalam waktu sepuluh kali dua puluh empat jam orang yang ditahan harus sudah diperiksa dan hasil pemeriksaan dilaporkan kepada Penguasa Darurat Militer Pusat. Dari pemeriksaan itu harus dibuat berita acara. Apabila dalam dua puluh hari pemeriksaan belum dapat selesai dan penahanan masih perlu diteruskan, maka atas persetujuan Penguasa Darurat Militer Pusat orang tersebut dapat ditahan terus sampai selama-lamanya lima puluh hari. Tiap penangkapan dan penahanan dilakukan dengan surat perintah.

Peraturan-peraturan dari Pemerintah Daerah Pejabat- pajabat Daerah dan Instansi-instansi Daerah lain tidak boleh dikeluarkan dan diumumkan, jika tidak memperoleh persetujuan lebih dahulu dari Penguasa Darurat Militer Daerah yang bersangkutan.

Kepada Penguasa Darurat Militer Daerah dapat diberi kekuasaan penuh atau kekuasaan bersyarat oleh Presiden untuk mengatur hal-hal yang harus diatur oleh perundang-undangan pusat, kecuali hal-hal yang harus diatur dengan Undang-undang.

Nah sekarang, telah jelas bahwa sudah bisa terlihat oleh seluruh para peserta diskusi di mimbar bebas ini, dan oleh seluruh rakyat di NKRI dan di Negeri Aceh bahwa , Pemilihan Ummum 5 April 2004 di Aceh sebagai alat untuk menipu rakyat Aceh. Dan seluruh rakyat di Negeri Aceh betul-betul secara jelas dan gamblang telah ditipu oleh pihak Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Da'i Bachtiar, termasuk Komandan Satuan Tugas Penerangan (Dansatgaspen) PDMD Kolonel Laut Ditya Soedarsono dan Penguasa Darurat Militer Daerah Aceh Mayjen TNI Endang Suwarya di Negeri Aceh.

Karena itu disini saya menyatakan dan mendeklarkan bahwa "Pemilihan Umum yang berprinsip dasar pada demokrasi, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil dan beradab serta dilaksanakan oleh badan penyelenggara yang independen dan non-partisan" tidak bisa dilaksanakan di Negeri Aceh oleh seluruh rakyat Aceh karena masih diberlakukannya dasar hukum Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003 tentang pernyataan keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dikeluarkan pada tanggal 18 Mei 2003 dan diberlakukan pada tanggal 19 Mei 2003 dan Keputusan Presiden Republik Indonesia selaku Penguasa Darurat Militer Pusat Nomor 43 Tahun 2003 Tentang Pengaturan kegiatan Warga Negara Asing, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Jurnalis di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang ditetapkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Juni 2003.

Oleh karena itu saya berani mengatakan dan mendeklarkan di mimbar ini bahwa, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Da'i Bachtiar, termasuk Komandan Satuan Tugas Penerangan (Dansatgaspen) PDMD Kolonel Laut Ditya Soedarsono dan Penguasa Darurat Militer Daerah Aceh Mayjen TNI Endang Suwarya di Negeri Aceh telah melakukan penipuan terhadap seluruh rakyat Aceh melalui Pemilu 5 April 2004 atau apa yang disebut dengan pesta demokrasi di Negeri Aceh.

Karena itu rakyat Aceh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Negara Pancasila atau NKRI, tidak bisa lagi ditipu dengan Pemilu 5 April 2004 atau pesta demokrasi model Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Da'i Bachtiar, termasuk Komandan Satuan Tugas Penerangan (Dansatgaspen) PDMD Kolonel Laut Ditya Soedarsono dan Penguasa Darurat Militer Daerah Aceh Mayjen TNI Endang Suwarya di Negeri Aceh telah melakukan penipuan terhadap seluruh rakyat Aceh melalui Pemilu 5 April 2004 atau apa yang disebut dengan pesta demokrasi di Negeri Aceh.

Selanjutnya, kita perhatikan dan kupas tentang apa yang dikatakan oleh Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, Sabtu, 28/2/2004 : " TNI akan mengerahkan sekitar 35 ribu personelnya untuk mengamankan Pemilihan Umum 2004 di Nanggroe Aceh Darusallam tanpa mengurangi tugas mereka dalam menghadapi Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Prajurit TNI juga dipastikan tidak akan melakukan tekanan terhadap masyarakat di Aceh. Kita sudah menekankan pada prajurit bahwa kita tidak punya kepentingan apapun."

Jelas, disini, terlihat Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto akan berusaha sekuat tenaga agar at Aceh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Negara Pancasila atau NKRI bisa ditekan sedemikian rupa, sehingga tidak terlihat oleh para pemantau Pemilu 2004 baik pemantau Pemilu dari dalam maupun dari luar. Dimana semua tempat-tempat pemungutan suara dijaga ketat oleh pihak personal dari TNI. Jadi seolah-olah dalam setiap daerah tempat poemungutan suara itu kelihatan aman, dan bisa dijadikan sebagai bukti kepada para pemantau Pemilu 2004 di Negeri Aceh bahwa jalannya Pemilu 5 April 2004 di Negeri Aceh, aman, tertib dan damai.

Nah, disinilah taktik dan strategi dari pihak Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Da'i Bachtiar, termasuk Komandan Satuan Tugas Penerangan (Dansatgaspen) PDMD Kolonel Laut Ditya Soedarsono dan Penguasa Darurat Militer Daerah Aceh Mayjen TNI Endang Suwarya di Negeri Aceh untuk menutupi penipuan dan kebohongan mengenai Pemilu 5 April 2004 di Negeri Aceh yang memberlakukan dasar hukum Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003 tentang pernyataan keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dikeluarkan pada tanggal 18 Mei 2003 dan diberlakukan pada tanggal 19 Mei 2003 dan Keputusan Presiden Republik Indonesia selaku Penguasa Darurat Militer Pusat Nomor 43 Tahun 2003 Tentang Pengaturan kegiatan Warga Negara Asing, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Jurnalis di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang ditetapkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Juni 2003.

Tentu saja, taktik dan strategi yang dijalan oleh pihak Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Da'i Bachtiar, termasuk Komandan Satuan Tugas Penerangan (Dansatgaspen) PDMD Kolonel Laut Ditya Soedarsono dan Penguasa Darurat Militer Daerah Aceh Mayjen TNI Endang Suwarya di Negeri Aceh ini adalah merupakan taktik dan strategi untuk mempertahankan Negeri Aceh agar tetap bisa diduduki, dijajah sebagaimana yang telah dilakukan dari sejak Presiden RIS Soekarno pada 14 Agustus 1950. Diteruskan oleh Presiden NKRI Soekarno dari sejak 15 Agustus 1950 setelah RIS dilebur menjadi NKRI. Lalu dilanjutkan oleh Presiden RI-Jawa-Yogya Soekarno dari sejak 5 Juli 1959, ketika Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dideklarkan di Jakarta. Selanjutnya diteruskan oleh Soeharto Presiden Negara RI atau Negara RI-Jawa-Yogya. Tidak sampai disitu saja, diteruskan oleh Presiden Negara RI atau Negara RI-Jawa-Yogya BJ Habibie. Tidak ketinggalan dilanjutkan oleh Presiden Negara RI atau Negara RI-Jawa-Yogya Abdurrahman Wahid. Dan sekarang dipertahankan oleh Presiden Negara RI atau Negara RI-Jawa-Yogya Megawati Siekarnoputri yang dibantu oleh Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Da'i Bachtiar, termasuk Komandan Satuan Tugas Penerangan (Dansatgaspen) PDMD Kolonel Laut Ditya Soedarsono dan Penguasa Darurat Militer Daerah Aceh Mayjen TNI Endang Suwarya di Negeri Aceh ini.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad.swaramuslim.net
ahmad@dataphone.se
----------

http://www.detik.com/peristiwa/2004/02/28/20040228-195523.shtml

detikcom - Banda Aceh, TNI akan mengerahkan sekitar 35 ribu personelnya untuk mengamankan Pemilihan Umum 2004 di Nanggroe Aceh Darusallam tanpa mengurangi tugas mereka dalam menghadapi Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Prajurit TNI juga dipastikan tidak akan melakukan tekanan terhadap masyarakat di Aceh.

Demikian disampaikan Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto pada pers usai apel siaga pengamanan Pemilu di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, Sabtu (28/2/2004). "Kita sudah menekankan pada prajurit bahwa kita tidak punya kepentingan apapun. Jadi kalau dia melakukan tekanan untuk apa, untuk kepentingan yang mana. Karena kita tidak punya kepentingan," tegasnya.

Panglima TNI juga mempersilakan kehadiran pemantau asing asal mengikuti peraturan yang ada. "Agar mereka tidak menjadi beban di kemudian hari, misalnya diculik GAM atau sebagainya."

"Jadi silahkan saja mereka masuk. Selama ini orang menilai bahwa kita tidak bisa melaksanakan Pemilu yang demokratis karena Aceh dalam status darurat militer, tapi kita akan buktikan bahwa kita bisa," lanjutnya.

Di tempat yang sama, Kapolri Jenderla Da'i Bachtiar mengatakan dari dialog yang dilakukannya dengan para anggota perlindungan masyarakat (linmas), personel yang disiapkan untuk pengamanan pemilu ini juga telah siap. "Hanya mereka belum punya baju seragam, mudah-mudahan disiapkan oleh pusat dan Pemda setempat," katanya.

Da'i juga berharap agar jajarannya yang ada di Aceh, kembali melakukan pengecekan terhadap semua unsur pengamanan, dan juga berkomunikasi dengan elemen-elemen yang terkait dengan penyelenggaraan Pemilu. "Itu kita perlukan agar dalam pengamanan nanti kita tampil optimal dan profesional," tandas Da'i.
----------

Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1959 Tentang pencabutan Undang Undang No.74 Tahun 1957 (Lembaran Negara No. 160 Tahun 1957) dan Menetapkan Keadaan Bahaya, Tanggal 16 Desember 1959, ditetapkan di Jakarta.

BAB III TENTANG KEADAAN DARURAT MILITER.

Pasal 22.
(1)Selama keadaan darurat militer berlangsung, ketentuan-ketentuan dalam Bab ini berlaku untuk seluruh atau sebagian wilayah Negara Republik Indonesia yang dinyatakan dalam keadaan darurat militer.

(2)Apabila keadaan darurat militer dihapuskan dan tidak disusul dengan pernyataan keadaan perang, maka pada saat penghapusan itu peraturan-peraturan/tindakan-tindakan dari Penguasa Darurat Militer tidak berlaku lagi, kecuali yang tersebut dalam ayat (3) pasal ini.

(3)Apabila dipandangnya perlu, Kepala Daerah/Penguasa Darurat Sipil Daerah yang bersangkutan dapat mempertahankan untuk daerahnya seluruh atau sebagian peraturan-peraturan/tindakan-tindakan Penguasa Darurat Militer Daerah, dengan ketentuan bahwa peraturan-peraturan/tindakan-tindakan yang dipertahankan itu dapat berlaku terus selama-lamanya enam bulan sesudah penghapusan keadaan darurat militer.

(4)Dalam hal seluruh atau sebagian dari peraturan-peraturan/tindakan-tindakan Penguasa Darurat Militer Daerah dipertahankan menurut ayat (3) di atas, maka tugas dan wewenang Penguasa Darurat Militer Daerah yang berhubungan dengan peraturan-peraturan/tindakan-tindakan itu diselenggarakan oleh Kepala Daerah/Penguasa Darurat Sipil Daerah yang mempertahankannya, kecuali jika ditetapkan lain oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.

(5)Dalam hal sesuatu peraturan/tindakan dipertahankan sebagai yang dimaksud dalam ayat (3) pasal ini, maka lembaga-lembaga, badan-badan dan lain-lain sebagainya yang terbentuk karena peraturan/tindakan tersebut tetap mempunyai kedudukan dan tugas seperti semula.

(6)Apabila keadaan darurat militer diganti dengan keadaan perang, maka peraturan-peraturan/tindakan-tindakan dari Penguasa Darurat Militer tetap berlaku sebagai peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan dari Penguasa Perang.

Pasal 23.
*10472 Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Bab ini, maka ketentuan-ketentuan dalam pasal 9 dan berikutnya dari Bab II berlaku juga dalam keadaan militer, dengan ketentuan bahwa:
a.dalam pasal-pasal tersebut perkataan "Penguasa Darurat Sipil" dibaca "Penguasa Darurat Militer" dan perkataan "keadaan darurat sipil" dibaca "keadaan darurat militer";
b.dalam ayat (2) pasal 9 perkataan "menurut pasal 8" dibaca "menurut pasal 22";
c.dalam pasal 12 perkataan "setiap pegawai negeri" dibaca semua orang".

Pasal 24.
(1)Penguasa Darurat Militer berhak mengambil kekuasaan-kekuasaan yang mengenai ketertiban dan keamanan umum.
(2)Badan-badan Pemerintahan sipil serta pegawai-pegawai dan orang-orang yang diperbantukan kepadanya wajib tunduk kepada perintah-perintah Penguasa Darurat Militer kecuali badan atau pegawai/orang yang diperbantukan yang dibebaskan dari kewajiban itu oleh Presiden.

Pasal 25.
Penguasa Darurat Militer berhak:
1.mengatur, membatasi atau melarang sama sekali dengan peraturan tentang pembikinan, pemasukan dan pengeluaran, pengangkutan, pemegangan, pemakaian dan perdangangan senjata api, obat peledak, mesiu, barang-barang yang dapat meledak dan barang-barang peledak;
2.menguasai perlengkapan-perlengkapan pos dan alat-alat telekomunikasi sepertinya tilpon, tilgrap, pemancar radio dan alat-alat lainnya yang ada hubungannya dengan penyiaran radio dan yang dapat dipakai untuk mencapai rakyat banyak;
3.membatasi atau melarang sama sekali dengan peraturan-peraturan untuk mengubah lapangan-lapangan dan benda-benda di lapangan itu;
4.menutup untuk beberapa waktu yang tertentu gedung-gedung tempat pertunjukan-pertunjukan, balai-balai pertemuan, rumah-rumah makan, warung-warung dan tempat-tempat hiburan lainnya, pun juga pabrik-pabrik, bengkel-bengkel, toko-toko dan gedung-gedung lainnya;
5.mengatur, membatasi atau melarang pengeluaran dan pemasukkan barang-barang dari dan ke daerah yang dinyatakan dalam keadaan darurat militer;
6.mengatur, membatasi atau melarang peredaran, pembagian dan pengangkutan barang-barang dalam daerah yang dinyatakan dalam keadaan darurat militer;
7.mengatur, membatasi atau melarang lalu-lintas di darat, di udara dan diperairan serta penangkapan ikan.

Pasal 26.
Penguasa Darurat Militer berhak mengadakan tindakan-tindakan untuk membatasi pertunjukan-pertunjukan, pencetakan, penerbitan, pengumumam, penyampaian, penyimpanan, penyebaran, perdagangan dan penempelan tulisan-tulisan berupa apapun juga, lukisan-lukisan, klise-klise dan gambar-gambar.

*10473 Pasal 27.
Penguasa Darurat Militer berhak:
1.menyuruh menahan atau mensita semua surat-surat dan kiriman-kiriman lain yang dipercayakan kepada jawatan pos atau jawatan pengangkutan lain serta wesel-wesel dan kwitansi-kwitansi bersama jumlah uang yang distor dan dipungut itu, lagi pula membuka, melihat, memeriksa, menghancurkan atau mengubah isi dan membuat supaya tidak dapat dibaca lagi surat-surat atau kiriman-kiriman itu;
2.mengetahui surat-surat kawat yang dipercayakan kepada kantor kawat, juga menahan, mensita, menghancurkan atau mengubah isi dan melarang untuk meneruskan atau menyampaikan surat-surat kawat itu.

Pasal 28.
(1)Penguasa Darurat Militer berhak melarang orang bertempat tinggal dalam suatu daerah atau sebagian suatu daerah yang tertentu selama keadaan, darurat militer, jikalau setelah diperiksa oleh pejabat pengusut ternyata ada cukup alasan untuk menganggap orang itu berbahaya untuk daerah tersebut; serta ia berhak pula mengeluarkan orang itu dari tempat tersebut.
(2)Kepada orang yang diperlukan menurut ayat (1) pasal ini beserta mereka yang di bawah tanggungannya dapat diberikan tunjangan penghidupan yang layak. Apabila orang yang diperlakukan menurut ayat (1) itu tidak mempunyai rumah kediaman Penguasa Darurat Militer memberikan tempat tinggal, pemeliharaan dan perawatan atas tanggungan Negara.

Pasal 29.
Penguasa Darurat Militer berhak untuk melarang orang yang berada dalam daerah penguasa tersebut meninggalkan daerah itu, apabila orang tersebut dipandangnya sangat diperlukan, baik untuk keamanan umum atau pertahanan maupun untuk kepentingan perusahaan-perusahaan yang amat diperlukan guna menegakkan ekonomi Negara.

Pasal 30.
Penguasa Darurat Militer berhak mengeluarkan perintah kepada orang-orang yang ada di daerah yang dinyatakan dalam keadaan darurat militer untuk menjalankan kewajiban bekerja guna pelaksanaan peraturan-peraturannya atau guna melakukan pekerjaan lainnya untuk kepentingan keamanan dan pertahan.

Pasal 31.
Penguasa Darurat Militer Pusat berhak mengadakan militerisasi terhadap suatu jawatan/perusahaan/perkebunan atau sebagian dari pada itu atau suatu jabatan.

Pasal 32.
*10474 (1)Penguasa Darurat Militer berhak menangkap orang dan menahannya selama-lamanya dua puluh hari. Tiap-tiap penahanan yang dilakukan oleh Penguasa Darurat Militer Daerah harus dilaporkan kepada Penguasa Darurat Militer Pusat dalam waktu empat belas hari.
(2)Dalam waktu sepuluh kali dua puluh empat jam orang yang ditahan harus sudah diperiksa dan hasil pemeriksaan dilaporkan kepada Penguasa Darurat Militer Pusat. Dari pemeriksaan itu harus dibuat berita acara.
(3)Apabila dalam dua puluh hari pemeriksaan belum dapat selesai dan penahanan masih perlu diteruskan, maka atas persetujuan Penguasa Darurat Militer Pusat orang tersebut dapat ditahan terus sampai selama-lamanya lima puluh hari.
(4)Tiap penangkapan dan penahanan dilakukan dengan surat perintah.

Pasal 33.
Penguasa Darurat Militer berhak menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam "De Hinder-ordonnantie". "Het Stoomreglement", "Het Veiligheidsreglements". "Het Reeden-.reglement 1925", "De Schepenordonnantie 1935", "DeLuchtvaartquarantaineordonnantie", "Petroleumopslagordonnantie", "De Loodsdienstordonnantie", "De Reisregeling 1918-1924" seperti diubah dan ditambah oleh "Herziene Reisregeling 1933", "Het Toelatings- besluit", Undang-undang Pengawasan Orang Asing, "Reis-en "Verblijftoezichtsordonnantie", dan "Toelatingsordonnantie".

Pasal 34.
(1)Peraturan-peraturan dari Pemerintah Daerah Pejabat- pajabat Daerah dan Instansi-instansi Daerah lain tidak boleh dikeluarkan dan diumumkan, jika tidak memperoleh persetujuan lebih dahulu dari Penguasa Darurat Militer Daerah yang bersangkutan.
(2)Kepada Penguasa Darurat Militer Daerah dapat diberi kekuasaan penuh atau kekuasaan bersyarat oleh Presiden untuk mengatur hal-hal yang harus diatur oleh perundang-undangan pusat, kecuali hal-hal yang harus diatur dengan Undang-undang.
----------