Stockholm, 18 Februari 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

TATO SUWARTO & TEUKU MIRZA KEHABISAN ALASAN AKHIRNYA MAJUKAN INSTRUKSI NO.I/MBKD/1948 & PENGIBARAN BENDERA MERAH PUTIH
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

KELIHATAN JELAS TATO SUWARTO & TEUKU MIRZA TELAH KEHABISAN ALASAN AKHIRNYA MAJUKAN

"Keterangan saudara Sagir Alva sudah benar dan berdasar hukum bahwa seiring Instruksi No.I/MBKD/1948 bendera Merah Putih berkibar di tanah Aceh"
(Tato Suwarto, otra25@indosat.net.id, 17 februari 2004 01:36:51 )

"Berilah kesabaran bagi hamba untuk menghadapi mahkluk mu ini...
Ya Allah...berilah petunjuk bagi Saudaraku Ahmad Sudirman agar menyadari kekeliruannya"
(Teuku Mirza , teuku_mirza2000@yahoo.com, Wed, 18 Feb 2004 00:33:38 -0800 (PST))

Terimakasih saudara saudara Tato Suwarto di Jakarta, Indonesia dan Teuku Mirza di Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia.

Baiklah saudara Tato Suwarto dan Teuku Mirza.

Rupanya saudara Tato Suwarto dan Teuku Mirza telah kehabisan alasan untuk mempertahankan NKRI yang telah menjajah Negeri Aceh oleh Soekarno pada tanggal 14 Agustus 1950 satu hari sebelum RIS dilebur menjadi NKRI melalui penetapan dasar hukum Peraturan Pemerintah RIS Nomor 21 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Propinsi oleh Presiden RIS Soekarno yang membagi Negara RI-Jawa-Yogya menjadi 10 daerah propinsi yaitu, 1.Jawa - Barat, 2.Jawa - Tengah, 3.Jawa - Timur, 4.Sumatera - Utara, 5.Sumatera - Tengah, 6.Sumatera - Selatan, 7.Kalimantan, 8.Sulawesi, 9.Maluku, 10.Sunda - Kecil apabila RIS telah dilebur menjadi Negara RI-Jawa-Yogya oleh Presiden RIS Soekarno. Dan penetapan dasar hukum Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.5 tahun 1950 tentang pembentukan Propinsi Sumatera-Utara, yang termasuk didalamnya wilayah daerah Aceh yang melingkungi Kabupaten-Kabupaten 1. Aceh Besar, 2. Pidie, 3. Aceh-Utara, 4. Aceh-Timur, 5. Aceh-Tengah, 6. Aceh-Barat, 7. Aceh-Selatan dan Kota Besar Kutaraja masuk kedalam lingkungan daerah otonom Propinsi Sumatera-Utara, tanpa mendapat kerelaan, persetujuan, dan keikhlasan dari seluruh rakyatv Aceh dan pimpinan rakyat Aceh.

Ternyata alasan yang kemungkinan besar paling akhir dari saudara Tato Suwarto dan Teuku Mirza diajukan kehadapan para peserta diskusi tentang Negeri Aceh dan referendum dimimbar bebas ini adalah "Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer yang keluarkan oleh Kolonel A.H. Nasution ketika di Jawa, Panglima Tentara dan Territorium Jawa, pada tanggal 22 Desember 1948 mengumumkan berdirinya pemerintahan militer untuk Jawa.

Dalam pada itu di bidang militer, dengan bermodalkan pengalaman yang diperoleh selama menghadapi agresi militer pertama dan perjuangan bersenjata sebelumnya, telah disiapkan konsep baru di bidang pertahanan. Konsepsi tersebut dituangkan dalam Pemerintah Siasat No.1 Tahun 1948 yang pokok isinya adalah:

1. Tidak melakukan pertahanan yang linier.
2. Memperlambat setiap majunya serbuan musuh dan pengungsian total, serta bumi-hangus total. 3. Membentuk kantong-kantong di tiap onderdistrik yang mempunyai kompleks di beberapa pegunungan.
4. Pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal menyusup ke belakang garis musuh (wingate) dan membentuk kantong-kantong sehingga seluruh pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.192-193)

Nah itulah, saudara Tato Suwarto dan Teuku Mirza yang dinamakan Pemerintah Siasat No.1 Tahun 1948, bersama isi dari Instruksi Kolonel A.H. Nasution.

Nah sekarang, kalau dilihat, dibaca, dipikirkan, dipahami dan dianalisa lebih dalam maka dengan menggunakan alasan Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer untuk mempertahankan Negeri Aceh masuk NKRI telah timbul dua masalah besar yang telah dilanggar secara hukum dan secara kemiliteran.

PERTAMA

Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer yang keluarkan oleh Kolonel A.H. Nasution ketika di Jawa, Panglima Tentara dan Territorium Jawa, pada tanggal 22 Desember 1948 kalau diterapkan untuk seluruh Indonesia, jelas satu pelanggaran dasar hukum Perjanjian Renville pada tanggal 17 Januari 1948 yang sebagian isinya mengakui secara de facto kekuasaan RI hanya sekitar daerah Yogyakarta saja dan ditandatangani oleh Perdana Mentri Mr. Amir Sjarifuddin dari Kabinet Amir Sjarifuddin, yang disaksikan oleh H.A. Salim, Dr.Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.155,163)

Disamping, itu Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer yang keluarkan oleh Kolonel A.H. Nasution ketika di Jawa, Panglima Tentara dan Territorium Jawa, pada tanggal 22 Desember 1948 adalah diterapkan di Jawa.

Saudara Tato Suwarto dan Teuku Mirza, itu Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer yang keluarkan oleh Kolonel A.H. Nasution ketika di Jawa, Panglima Tentara dan Territorium Jawa, pada tanggal 22 Desember 1948 mengumumkan berdirinya pemerintahan militer untuk Jawa.

Sebagaimana yang tercantum dalam sebagian isinya yaitu "4. Pasukan-pasukan yang berasal dari daerah-daerah federal menyusup ke belakang garis musuh (wingate) dan membentuk kantong-kantong sehingga seluruh pulau Jawa akan menjadi medan gerilya yang luas." (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.192-193)

Diluar itu juga bahwa secara de-facto dan de-jure Pemerintah RI dari sejak 19 Desember 1948 telah hilang dan lenyap dari Yogyakarta dan daerah sekitarnya karena TNI tidak mampu menghadapi pasukan Beel, dimana Yogyakarta jatuh ke pasukan Beel, dan Soekarno dan Mohammad Hatta ditawan dan diasingkan ke Bangka.

Dan yang timbul adalah Pemerintah Darurat Republik Indonesia yang dibentuk oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara berdasarkan dasar hukum mandat yang dibuat dalam Sidang Kabinet RI yang masih sempat diajalankan sebelum Negara RI lenyap, dan sempat dikirimkan melalui radiogram kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara yang waktu itu berada di Sumatera.

KEDUA

Kalaupun Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer yang keluarkan oleh Kolonel A.H. Nasution ketika di Jawa, Panglima Tentara dan Territorium Jawa, pada tanggal 22 Desember 1948 dan yang diberlakukan untuk di Jawa dipaksakan untuk dipakai di luar daerah kekuasaan de-facto Negara RI di Yogyakarta (waktu ietu Yogyakarta sudah dikuasi pasukan Beel) dipakai sebagai dasar hukum pengangkatan Mayor Jenderal Teungku Muhammad Daud Beureueh sebagai Gubernur Jenderal Daerah Militer Negeri Aceh, jelas itu telah melanggar hukum yang berlaku dalam pengeluaran instruksi dalam tubuh TNI. Mengapa ?

Karena yang mengeluarkan Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer adalah Panglima Tentara dan Territorium Jawa Kolonel A.H. Nasution, bukan Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman yang dilantik oleh Presiden RI Soekarno pada tanggal 28 Juni 1947 di Yogyakarta.(30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal. 143).

Secara tingkatan kekuatan dasar hukum yang berlaku dan dipakai baik dalam TNI atau Pemerintah RI adalah tingkatan dasar hukum yang berada diatasnya yang bisa dipakai.

Nah,disini jelas, karena Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer bukan dikeluarkan oleh Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman yang dilantik oleh Presiden RI Soekarno pada tanggal 28 Juni 1947 di Yogyakarta, maka ditinjau dari kekuatan dasar hukumnya, Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer tidak kuat dan tidak sah dipakai untuk pengangkatan Mayor Jenderal Teungku Muhammad Daud Beureueh sebagai Gubernur Jenderal Daerah Militer Negeri Aceh.

Jadi kesimpulan dari kedua point diatas adalah Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer yang keluarkan oleh Kolonel A.H. Nasution ketika di Jawa, Panglima Tentara dan Territorium Jawa, pada tanggal 22 Desember 1948 kalau diterapkan untuk seluruh Indonesia, jelas satu pelanggaran dasar hukum Perjanjian Renville pada tanggal 17 Januari 1948. Dan kalau juga dipaksanakan untuk dipakai sebagai dasar hukum pengangkatan Mayor Jenderal Teungku Muhammad Daud Beureueh sebagai Gubernur Jenderal Daerah Militer Negeri Aceh, maka jelas ditinjau dari kekuatan dasar hukumnya, Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer tidak kuat dan tidak sah dipakai untuk pengangkatan Mayor Jenderal Teungku Muhammad Daud Beureueh sebagai Gubernur Jenderal Daerah Militer Negeri Aceh.

Selanjutnya saya akan kupas mengenai alasan pengibaran bendera merah putih di Negeri Aceh yang dipakai sebagai dasar hukum oleh saudara Tato Suwarto untuk mengklaim Negeri Aceh masuk dalam NKRI secara de-jure dan secara de-facto.

Mari kita kupas bersama.

Bendera merah putih yang dikibarkan ketika munculnya Maklumat Ulama Seluruh Aceh dalam mendukung Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia pada 15 Oktober 1945 di Kutaradja, yang disetujui oleh Teungku Hadji Hasan Kroeng Kale, Teungku M.Daoed Beureueh, Teungku Hadji Dja'far Sidik, Teungku Hadji Ahmad Hasballah Lamdjabat, Indrapoeri, Residen Aceh T.Nja'Arif, Toeankoe Mahmud adalah semua itu tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum pembentukan NKRI ketika RIS dilebur pada tanggal 15 Agustus 1950.

Nah sekarang, secara fakta dan bukti memang benar bahwa Maklumat Ulama Seluruh Aceh dalam mendukung Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia pada 15 Oktober 1945 di Kutaradja dalam menyokong Soekarno bisa diterima.

Tetapi, ketika terjadi proses peleburan Negara/Daerah bagian Republik Indonesia Serikat (RIS) kedalam NKRI pada tanggal 15 Agustus 1950, maka bukan Maklumat Ulama Seluruh Aceh dalam mendukung Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia pada 15 Oktober 1945 dan berkibarnya bendera merah putih di Kutaradja yang dijadikan sebagai dasar hukum oleh Presiden RIS Soekarno, tetapi dasar hukum Undang-Undang Darurat No 11 tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS yang dikeluarkan pada tanggal 8 Maret 1950. Dan Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986, hal. 42).

Jadi, sekarang jelaslah sudah, saudara Tato Suwarto di Jakarta dan Teuku Mirza juga di Jakarta, bahwa Instruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 tentang Mulai Bekerjanya Pemerintahan Militer yang keluarkan oleh Kolonel A.H. Nasution ketika di Jawa, Panglima Tentara dan Territorium Jawa, pada tanggal 22 Desember 1948 mengumumkan berdirinya pemerintahan militer untuk Jawa dan bendera merah putih yang dikibarkan ketika munculnya Maklumat Ulama Seluruh Aceh dalam mendukung Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia pada 15 Oktober 1945 di Kutaradja, yang disetujui oleh Teungku Hadji Hasan Kroeng Kale, Teungku M.Daoed Beureueh, Teungku Hadji Dja'far Sidik, Teungku Hadji Ahmad Hasballah Lamdjabat, Indrapoeri, Residen Aceh T.Nja'Arif, Toeankoe Mahmud adalah tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum untuk melebur RIS menjadi NKRI.

Karena Negeri Aceh adalah bukan salah satu Negara atau Daerah Negara Bagian RIS, maka ditinjau dari segi hukum dan segi fakta, Negeri Aceh berdiri sendiri diluar Negara RIS.

Jadi, kalau terjadi setelah peleburan RIS menjadi NKRI ada yang mengklaim bahwa Negeri Aceh masuk wilayah kekuasaan de-facto NKRI, maka pengklaiman tersebut adalah suatu pengklaiman yang palsu dan tidak ada dasar hukumnya.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se
----------

From: Tato Suwarto <otra25@indosat.net.id>
Date: 17 februari 2004 01:36:51
To: padhang-mbulan@yahoogroups.com, melpone2002@yahoo.com, PPDI@yahoogroups.com, oposisi-list@yahoogroups.com, mimbarbebas@egroups.com, politikmahasiswa@yahoogroups.com, fundamentalis@eGroups.com, Lantak@yahoogroups.com, kuasa_rakyatmiskin@yahoogroups.com
Subject:[padhang-mbulan] SEIRING INSTRUKSI NO.I/MBKD/1948 BENDERA MERAH PUTIH BERKIBAR DI TANAH ACEHR DI ACEH

SEIRING INSTRUKSI NO.I/MBKD/1948 BENDERA MERAH PUTIH BERKIBAR DI TANAH ACEHR DI ACEH

Bismillahirrohmanirrohiim
Assalamu'alaikum wr wbr

JELAS KETERANGAN SAGIR ALVA SUDAH BENAR DAN BERDASAR HUKUM SEIRING INSTRUKSI
NO.I/MBKD/1948 BENDERA MERAH PUTIH BERKIBAR DI TANAH ACEHR DI ACEH

----- Original Message -----
"Jadi, sebenarnya kalau terus ditelusuri mengenai pengangkatan Teungku Muhammad Daud Beureueh menjadi Gubernur di Aceh setelah ditandatanganinya Perjanjian Renvile 17 januari 1948 adalah tidak dibenarkan dan tidak sah.
(From: "Ahmad Sudirman" ahmad@dataphone.se
----- Original Message -----

"Assalamu'alaikum wr wb. Saudara Ahmad, saya selalu mengatakan bahwa Aceh adalah bagian NKRI, karena memang sejak awal kemerdekaan lagi telah terjadi pengibaran bendera merah putih di Aceh, kemudian keluarnya Maklumat Ulama Se Aceh, sampai keluarnya intruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948 yang mengangkat Daud Beureueh sebagai Gubernur Militer Aceh, Langkat dan tanah Karo.(Sagir Alva , melpone2002@yahoo.com , Fri, 13 Feb 2004 19:05:29 -0800 (PST))

Baiklah saudara Ahmad Sudirman dan saudara Sagir Alva

Keterangan saudara SAGIR ALVA sudah benar dan berdasar hukum bahwaseiring Instruksi No.I/MBKD/1948 bendera Merah Putih berkibar di tanah Aceh

Yang jelas perjanjian Renville 17 Januari 1948 tidak mengatur tentang pencaplokan tanah Aceh. Agar kita maklumi bersama bahwa pengetahuan saudara Ahmad Sudirman tentang sejarah Indonesia hanya tentang perjanjian Renville saja. Bagaimana pengetahuannya tentang masa penjajahan Jepang yang pernah menguasai wilayah Hindia Belanda termasuk tanah Aceh ?

Saya ulang kembali dari apa yang telah saya tulis bahwa hanya kaum Komunis yang tidak ambil bagian dalam penyusunan rancangan Dasar Negara dan Undang-Undang Dasar RI.

Konsisten terhadap argumentasi saudara Ahmad Sudirman yang menggunakan acuan buku 30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, ternyata di dalam buku ini sama sekali tidak ada bukti pencaplokan tanah Aceh. Silahkan saudara Ahmad Sudirman atau siapa saja yang dapat membuktikan kalimat yang mana menerangkan tentang pencaplokan tanah Aceh.

Saya ulang kembali dari apa yang telah saya tulis sejarah kemerdekaan RI sama sekali tidak berawal dari Perjanjian RENVILLE 17 Januari 1948 sebagaimana alasan yang dibuat-buat, dalil yang dicari-cari dan fakta yang diputarbalik oleh saudara Ahmad Sudirman untuk menghina bangsa dan negara RI. Dalam perjanjian Renville ini sama sekali tidak ada bukti pencaplokan tanah Aceh.

Sedangkan sejarah pergerakkan kemerdekaan RI dalam wilayah Hindia Belanda, termasuk tanah Aceh, sudah tumbuh lama yang kemudian mulai lebih terarah sejak munculnya suatu generasi yang lebih dikenal sebagai angkatan 28 (Sumpah Pemuda) dan yang lebih muda adalah angkatan 45 (Proklamasi Kemerdekaan RI) dalam menghadapi penjajah tidak saja Belanda tetapi juga penjajahan oleh Jepang.

Jika saudara Ahmad Sudirman hanya mengungkap sejarah kemerdekaan Indonesia dari perjanjian Renville 17 Januari 1948 saja dan direkayasa sebagai pencaplokan tanah Aceh, maka keterangannya ini hanyalah suatu keterangan yang dibuat-buat, dalil yang dicari-cari dan fakta yang diputar balik, karena isi dan maksud perjanjian Renville tidak mengatur tentang pencaplokan
tanah Aceh.

Agar kita tidak kehilangan arah dalam mengikuti sejarah, sekali lagi disampaikan bahwa penjajahan Jepang tidak dapat dihapus dari ingatan kita bahwa pada tahun 1942 Jepang menguasai wilayah Hindia Belanda. Wialayah Hindia Belanda yang dikuasai bala tentara Dai Nippon ini termasuk tanah Aceh.

Selanjutnya perjalanan sejarah mencatat bahwa keadaan medan perang Pasifik semakin hari semakin memaksa Jepang dalam posisi defensif karena serangan-serangan balas dari pihak Sekutu/Amerika Serikat di Pasifik. Posisi Jepang yang semula ofensif berubah menjadi defensif, yang pada akhirnya memaksa Jepang harus lebih merangkul dukungan penduduk setempat.

Pada bulan Agustus 1944 keadaan Jepang sangat kritis, karena tekanan-tekanan dari dalam dan dari luar. Moril rakyat mulai menurun oleh semakin berkurangnya bahan-bahan mentah, kesiapan persejnjataan, amunisi serta terutama lagi kurangnya persediaan bahan bakar, dan banyaknya kapal yang hilang yang menyebabkan masalah logistik tidak teratasi. Di medan-medan pertempuran situasi semakin bertambah buruk dengan penyerahan posisi-posisi di New Guinea, Solomon, Kepulauan Marshall serta jatuhnya Saipan.

Bagi Jepang posisi Saipan adalah sangat vital untuk pertahanan garis luarnya. Dengan demikian, ketika benteng pertahanan garis luar itu jatuh ke tangan Amerika Serikat pada tanggal 9 Juli 1944, maka memberi akibat buruk yang sangat hebat bagi Jepang, yaitu garis pertahanan Pasifik seluruhnya terancam, seluruh daerah kacau. Selanjutnya sejak itu pula Saipan menjadi
basis bomber-bomber Sekutu, sehingga dengan mudah sekali bagi Jepang untuk diserang dan dihancurkan dengan pembom B-29 jarak jauh.

Dalam suasana peperangan Pasifik yang semakin terdesak itu, akhirnya pemerintah Jepang di Tokyo mengeluarkan kebijaksanaan politik untuk mencari dukungan rakyat di negara-negara yang diduduki. Kebijaksanaan politik yang diambil khusus untuk Indonesia diumumkan PM Koiso Kuniaka pada tanggal 7 September 1944 yang pada intinya memberikan janji kemerdekaan bagi
Indonesia. Bagaimanapun janji kemerdekaan itu masih sangat samar, tidak ada batas waktu kapan akan terjadi. Namun hal ini merupakan langkah konsesi politik yang maksimal yang dapat diambil.

Langkah nyata pertama yang diambil oleh pemerintah Jepang terhadap pemenuhan janji kemerdekaan adalah pengumuman pembentukan suatu badan untuk menyelidiki usaha-usaha Persiapan Kemerdakaan (Dokuritsu Junbi/BPUPKI). Pengumuman pembantukan BPUPKI ini dilakukan melalui saiko shikikan Jenderal Harada Kumakiachi, pada tanggal 1 Maret 1945. Adapun maksud tujuannya adalah untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting yang berhubungan
Dengan segi-segi politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan lain-lainnya yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia Merdeka.

Susunan panitia Badan Penyelidik ini terdiri dari sebuah badan perundingan dan kantor tata usaha. Badan perundingan terdiri dari seorang Kaicho (ketua), 2 orang Fuku Kaicho (Ketua Muda), 60 orang Iin (anggota) termasuk 4 orang golongan Cina dan golongan Arab serta seorang dari golongan peranakan Belanda. Terdapat pula 7 orang anggota Jepang yang duduk dalam pengurus
istimewa yang akan mengadiri setiap sidang, tetapi mereka tidak mempunyai hak suara. Pengangkatan panitia ini diumumkan pada tanggal 29 April 1945 oleh Aiko Shikikan yang baru Letnan Jendrela Nagano Yoichiro. Pada pengumuman itu yang diangkat sebagai Kaicho bukanlah Ir. Soekarno yang pada waktu itu dikenal sebagai tokoh nasional utama, tetap Dr. KRT Rajiman
Wediodiningrat. Pengangkatan itu telah disetujui oleh Ir. Soekarno yang menganggap bahwa kedudukannya sebagai seorang anggota biasa akan lebih mempunyai kemungkinan besar untuk turut aktif dalam perundingan. Sebagai Fuku Kaicho pertama dijabat oleh orang Jepang Ichibangase Yoshio (Sheichokan Cirebon), dan RP Soeroso (Shaichokan Kedu) sebagai Fuku Kaicho kedua.

Dokuritsu Junbi Chosakai dengan dibantu oleh Toyohiko Masuda dan Mr. AG Pringodigdo dengan anggota-anggota yang keseluruhannya berjumlah 62 orang.

Pada tanggal 28 Mei 1945 diselenggarakan upacara pembukaan sidang I Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) yang dihadiri oleh Jenderal Itogaki (Panglima Tentara wilayah ke-7 yang bermarkas di Singapura) dan Letnan Jenderal Nagano (Panglima Tentara ke-16 di Jawa). Sidang berlangsung pada tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945. Pembicaraan pada
Sidang pertama berkisar mengenai dasar filsafat negara yang kemudian dikenal dengan
Pancasila. Mr. Muh Yamin, Prof. Mr. Soepomo dan Ir. Soekarno terdapat di antara para pembicara. Adapun nama Pancailsa dicetuskan oleh Ir. Soekarno dalam pidato tanggal 1 Juni 1945 atas petunjuk seorang teman ahli bahasa untuk memberi nama bagi lima dasar yang diusulkannya.

Sesudah sidang pertama tersebut, pada tanggal 22 Juni 1945, 9 orang anggota Dokuritsu Junbi Chosakai, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Muh Yamin, Mr. Ahmad Soebardjo, Mr. A.A. Maramis, Kyai Abd Kohar Muzakhir, Wahid Hasyim, Abikusno Tjokrosoejoto, dan Haji Agus Salim sebagai satu panitia kecil mengahasilkan suatu dokumen yang berisikan tujuan dan maksud
Pendirian negara Indonesia merdeka, yang merupakan hasil rancangan pembukaan Undang-undang Dasar. Dokumen ini dikenal sebagai Piagam Jakarta.

Perumusan terakhir materi Pancasila sebagai dasar filsafat negara dilakukan pada sidang kedua tanggal 10 s/d 16 Juli 1945. Dalam sidang kedua ini dibahas rancangan Undang-undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia tersebut kemudian membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-undang Dasar beranggotakan 7 orang, yaitu Prof.Dr.Mr. Soepomo, Mr. Wongsonegoro,
Mr. Ahmad Soebardjo, Mr. A.A. Maramis, Mr. RP Singgih, Haji Agus Salim, dan Dr. Sukiman. Selanjutnya hasil perumusan panitia kecil disempurnakan bahasanya oleh sebuah panitia lain yang terdiri dari Prof.Dr.Mr. Soepomo, Haji Agus Salim, dan Prof.Dr. PA Husein Djojodiningrat. Dalam merumuskan rancangan Undang-undang Dasar panitia tersebut menggunakan Piagam Jakarta
sebagai konsep perumusannya yang mengandung pula perumusan dasar filsafat negara, yang kemudian dikenal dengan nama Pancasila.

Dengan selesainya sidang ke-2 tersebut maka BPUPKI telah selesai menghasilkan rancangan dasar filsafat negara bagi negara Indonesia Merdeka berserta Undang-undang Dasarnya. Selanjutnya pada tanggal 7 Agustus 1945 diumumkan pembentukan Dokuritsu Junbi Iinkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sesuai dekrit Panglima Tentara Umum Selatan,
Marsekal Terauchi, dan pada saat yang sama BPUPKI atau Dokuritsu Junbi Chosakai dibubarkan.

Untuk pengangkatan anggota PPKI, Marsekal Terauchi memanggil tiga tokoh nasional, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Dr. Radjiman Wediodiningrat untuk datang ke Saigon tempat markas besarnya. Mereka berangkat pada tanggal 9 Agustus 1945. Dalam pertemuannya dengan
Marsekal Terauchi pada tanggal 12 Agustus 1945 dibicarakan pemberian kemerdekaan kepada Indonesia, dan untuk pelaksanaannya telah dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Pelaksanaannya setelah segera setelah persiapannya selesai. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda. Mungkin pelaksanaanya tidak dapat sekaligus untuk seluruh
Indonesia, melainkan bagian demi bagian sesuai dengan kondisi setempat.

Pada tanggal 14 Agustus 1945 mereka tiba kembali di Jakarta. Dalam pidato singkatnya Ir. Soekarno pertama-tama melaporkan hasil pertemuannya dengan Marsekal Terauchi di Dalath Saigon dan kemudian mengatakan, "Jika saya pernah berkata bahwa Indonesia akan hanya merdeka apabila jagung mulai masak, sekarang saya dapat berkata bahwa Indonesia akan merdeka sebelum
jagung berbunga". Maka Proklamasi Kemerdekaan yang semula direncanakan akan diberikan oleh Jepang pada tanggal 18 Agustus 1945 ternyata atas rahmat dan ridhlo Allah swt Proklamasi Kemerdekaan RI dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri pada tanggal 17 Agustus 1945.

Dengan demikian keterangan saudara Sagir Alva sudah benar dan sesuai fakta sejarah bahwa bendera "Merah-Putih" berkibar di tanah Aceh sebagai bagian dari wilayah negara RI, seiring dengan Maklumat Ulama Se Aceh sampai keluarnya intruksi No. I/MBKD/1948 tanggal 22 Desember 1948.

Sedangkan sejarah kemerdekaan RI tidak dimulai dari Perjanjian RENVILLE, bahkan isi dan maksud dibuatnya perjanjian itu sama sekali tidak mengatur tentang pencaplokan tanah Aceh.
 

Mohon maaf jika tidak berkenan.

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amiin.

Wassalam

Tato Suwarto

otra25@indosat.net.id
Jakarta, Indonesia
----------

Date: Wed, 18 Feb 2004 00:33:38 -0800 (PST)
From: teuku mirza <teuku_mirza2000@yahoo.com>
Subject: Re: PERKATAAN INDONESIA BUKAN DASAR HUKUM PEMBENTUKAN NKRI JANGAN TERTIPU MARSEKAL TERAUCHI
To: Ahmad Sudirman <ahmad@dataphone.se>,

Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Ya Allah Engkau lah pemilik kekuasaan..
Berilah kesabaran bagi hamba untuk menghadapi mahkluk mu ini...
Ya Allah...berilah petunjuk bagi Saudaraku Ahmad Sudirman agar menyadari kekeliruannya

Teuku Mirza

teuku_mirza2000@yahoo.com
Universitas Indonesia
Jakarta, Indonesia
--------