Stockholm, 4 Februari 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

NKRI ITU BUKAN NEGARA RI
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

JELAS NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA TIDAK SAMA DENGAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

"Assalamualaikum wr wb. Saudara Ahmad. Saya melihat bahwa NKRI tetap ada, walopun adanya PDRI. Karena disini tidak ada proses lenyapnya NKRI, tetapi hanya terjadinya peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Syaffrudin Prawiranegara, dan hal tidak ada bedanya dengan pergantian Presiden saja, dimana peralihan pucuk pimpinan tidak serta merta akan melenyapkan sesuatu negara. Dan memang secara otomatis kendali roda pemerintahan ada berada didalam tangan Syaffrudin dan karena negara dalam keadaan darurat, sehingga diberi nama pemerintahan darurat RI, maka secara de jure dan de facto NKRI masih ada walopun dalam kondisi yang darurat. Dan wilayah NKRI juga meliputi Aceh, dan hanya saja ketika itu Aceh tidak sempat diduduki kembali oleh Belanda, makanya aceh menjadi pusat pemerintahan sementara NKRI bagi meneruskan perjuangan menghadapi Belanda."
(Sagir Alva, melpone2002@yahoo.com , Wed, 4 Feb 2004 01:18:25 -0800 (PST))

Baiklah saudara Sagir Alva.

Saudara Sagir Alva, NKRI atau Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah tidak sama atau tidak identik dengan Negara RI atau Negara Republik Indonesia.

Negara Republik Indonesia dibentuk berdasarkan Proklamasi RI tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno.

Sedangkan NKRI dibentuk dari Negara/Daerah bagian Republik Indonesia Serikat, ketika RIS dilebur dan dimasukkan kedalam wilayah Negara RI pada tanggal 15 Agustus 1950.

Jadi, perbedaannya sangat jauh sekali. Negara RI adalah awalnya merupakan negara yang berdiri sendiri, tetapi pada tanggal 14 Desember 1949 masuk menjadi Negara bagian RIS. Sedangkan NKRI adalah hasil peleburan atau penyatuan Negara/Daerah bagian RIS kedalam Negara RI pada tanggal 15 Agustus 1950.

Nah, kelihatannya saudara Sagir Alva belum mengerti dan paham perbedaan antara RI dan NKRI, seperti apa yang ditulis saudara Sagir Alva "Saya melihat bahwa NKRI tetap ada, walopun adanya PDRI. Karena disini tidak ada proses lenyapnya NKRI, tetapi hanya terjadinya peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Syaffrudin Prawiranegara".

Saudara Sagir, pada tanggal 19 Desember 1948, itu NKRI belum dibentuk, yang ada adalah Negara RI 17 Agustus 1945 yang diproklamirkan oleh Soekarno, yang dari sejak tanggal 17 Januari 1948 berdasarkan persetujuan Renville secara de-jure dan de-facto wilayah kekuasaannya hanya di Yogyakarta dan daerah sekitarnya. Dimana dari hasil perjanjian Renville ini Negeri Aceh tidak termasuk wilayah kekuasaan Negara RI.

Jadi, ketika Negara RI 17 Agustus 1945 secara de-facto lenyap wilayah kekuasaannya karena TNI tidak mampu menghadapi pasukan Beel dan Soekarno beserta Mohammad Hatta ditawan dan diasingkan ke Bangka, maka Pemerintah RI dibawah pimpinan Soekarno secara de-jure telah hilang lenyap, begitu juga secara de-facto wilayah kekuasaan Negara RI telah tiada ditelah pasukan Beel.

Hanya saja, sebelum Pemerintah RI dibawah Soekarno secara de-jure hilang, karena Soekarno dan Mohammad Hatta ditawan dan diasingkan ke Bangka, dibuatlah dalam Sidang Kabinet surat mandat yang ditujukan kepada Syaffrudin Prawiranegara yang pada waktu itu berada di Sumatera untuk membentuk Pemerintah Darurat RI. Ternyata Syaffrudin Prawiranegara berhasil membentuk PDRI yang berkedudukan di Negeri Aceh yang pada waktu itu berada dibawah pimpinan Gubernur Militer Teungku Muhammad Daud Beureueh. Dimana PDRI ini merupakan Pemerintah pengasingan di negeri Aceh.

Jadi, itulah saudara Sagir Alva, jangan mencampurkan Negara RI dengan NKRI, karena nantinya saudara jadi bingung sendiri, dan apa yang saya terangkan tidak masuk kedalam pikiran saudara Sagir.

Kemudian, sekali lagi soal Maklumat Ulama Seluruh Aceh adalah bukan dasar hukum yang dipakai ketika NKRI dibentuk dari RIS yang dilebur kedalam Negara RI pada tanggal 15 Agustus 1950.

Yang dijadikan dasar hukum pembentukan NKRI ini adalah Undang-Undang Darurat No 11 tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS yang dikeluarkan Pemerintah RIS dengan persetujuan Parlemen (DPR) dan Senat RIS pada tanggal 8 Maret 1950. Kemudian pada tanggal 14 Agustus 1950 Parlemen dan Senat RIS mensahkan Rancangan Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986, hal. 42). Selanjutnya pada rapat gabungan Parlemen dan Senat RIS tanggal 15 Agustus 1950 Presiden RIS Soekarno membacakan piagam terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dan pada hari itu juga setelah RIS dilebur, Soekarno kembali ke Yogya untuk menerima kembali jabatan Presiden RI dari Pemangku Sementara Jabatan Presiden RI Mr. Asaat. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986, hal. 43).

Nah, ketika sedang berjalannya proses peleburan RIS menjadi NKRI inilah Soekarno menjalankan taktik dan strategi pencaplokan negeri Aceh. Yaitu dengan menetapkan dasar hukum Peraturan Pemerintah RIS Nomor 21 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Propinsi oleh Presiden RIS Soekarno pada tanggal 14 Agustus 1950 dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.5 tahun 1950 tentang pembentukan Propinsi Sumatera-Utara, yang termasuk didalamnya wilayah daerah Aceh yang melingkungi Kabupaten-Kabupaten 1. Aceh Besar, 2. Pidie, 3. Aceh-Utara, 4. Aceh-Timur, 5. Aceh-Tengah, 6. Aceh-Barat, 7. Aceh-Selatan dan Kota Besar Kutaraja masuk kedalam lingkungan daerah otonom Propinsi Sumatera-Utara, tanpa persetujuan dan kerelaan seluruh rakyat Aceh dan para pimpinan rakyat Aceh.

Jadi, itulah saudara Sagir Alva, sampai kapanpun saudara Sagir mencari-cari lobang agar Negeri Aceh bisa masuk mulus kedalam NKRI, saya yakin, saudara Sagir Alva tidak akan menemukannya.

Karena itulah, mengapa pihak Penguasa Darurat Militer Pusat Presiden Megawati yang dibantu Badan Pelaksana Harian Penguasa Darurat Militer Pusat, Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Menlu Noer Hassan Wirajuda, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, KASAD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Da'i Bachtiar, Jaksa Agung M.A. Rachman, Kepala Badan Intelijen Negara AM Hendropriyono, KASAL Laksamana TNI Bernard Kent Sondakh, dan KASAU Marsekal TNI Chappy Hakim, Ketua DPR Akbar Tandjung, Ketua MPR Amien Rais, Ketua Komisi I DPR Ibrahim Ambong, Panglima Daerah Militer Iskandar Muda selaku Panguasa Darurat Militer Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Mayjen TNI Endang Suwarya, dan Komandan Satuan Tugas Penerangan (Dansatgaspen) PDMD Prov.NAD Kolonel Laut Ditya Soedarsono terus menutup-nutupi pendudukan Negeri Aceh ini.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se
----------

Date: Wed, 4 Feb 2004 01:18:25 -0800 (PST)
From: sagir alva <melpone2002@yahoo.com>
Subject: NKRI tetap ada walopun ada PDRI
To: ahmad@dataphone.se
Cc: melpone2002@yahoo.com

Ass.Wr.Wb.

Selamat petang saudara Ahmad:) Semoga kabar anda baik-baik aja dan semoga anda tetap dalam lindungan Allah SWT.

Saudara Ahmad...Saya melihat bahwa NKRI tetap ada, walopun adanya PDRI. Karena disini tidak ada proses lenyapnya NKRI, tetapi hanya terjadinya peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Syaffrudin Prawiranegara, dan hal tidak ada bedanya dengan pergantian Presiden saja, dimana peralihan pucuk pimpinan tidak serta merta akan melenyapkan sesuatu negara.

Dan memang secara otomatis kendali roda pemerintahan ada berada didalam tangan Syaffrudin dan karena negara dalam keadaan darurat, sehingga diberi nama pemerintahan darurat RI, maka secara de jure dan de facto NKRI masih ada walopun dalam kondisi yang darurat.

Dan wilayah NKRI juga meliputi Aceh, dan hanya saja ketika itu Aceh tidak sempat diduduki kembali oleh Belanda, makanya aceh menjadi pusat pemerintahan sementara NKRI bagi meneruskan perjuangan menghadapi Belanda.

Penyatuan Aceh ini didukung oleh fakta keluarnya Maklumat Ulama Seluruh Aceh, serta adanya pengibaran merah putih ditanah Aceh, dan ini merupakan fakta sejarah, yang mungkin Hasan Tiro juga tidak akan membantah kalo dirinya merupakan salah satu penaik bendera merah putih di Aceh di awal kemerdekaan NKRI. Walopun anda mengatakan itu semuanya bukan dasar hukum, tetapi itulah faktanya bahwa ulama se aceh sudah bertekad dan berbulat hati untuk berjuang dan setia pada NKRI.

Saya kira ini saja yang dapat saya sampaikan, lebih dan kurang saya mohon ma'af dan sekian terima kasih

Wassalam

Sagir Alva

melpone2002@yahoo.com
Universiti Kebangsaan Malaysia
Selangor, Malaysia
----------