Stockholm, 29 Januari 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

CITA-CITA PARA TAHANAN PEJUANG RAKYAT ACEH MAU DIBUNGKAM DI JATENG
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

MEGAWATI, YUDHOYONO, SUTARTO, RYACUDU, ENDANG SUWARYA MENCOBA MEMBUNGKAM CITA-CITA PARA PEJUANG RAKYAT ACEH DENGAN MENYEKAPNYA DI KAMP-KAMP TAHANAN DI JAWA TENGAH

"Saya sependapat dengan saudara Ahmad Sudirman, bahwa sumpah pemuda itu bukan dasar dari berdirinya Indonesia. Saat mereka membuat sumpah pemuda di Jakarta, 28 oktober 28, negeri Aceh masih berdaulat dan sedang melawan musuh yang datang dari Belanda dan dibantu oleh budak-budak mereka dari pulau Jawa yang sudah 320 tahun lebih mempertuankan Belanda, tidak pernah melawan. Lain halnya saat Belanda menyentuh tanah mulia Aceh, Belanda harus mengorbankan nyawa Jendralnya pada hari pertama kafir durjana menginjak tanah Aceh, dan bangsa Aceh terus melawan sampai dengan Belanda coklat hari ini. Namun kepala Belanda coklat menamakan para pejuang kemerdekaan Aceh dengan pemberontak, saparatis nama lain sambil membunuh mereka, menangkap dan membuang mereka ke daerah yang dekat dengan pemimpin penjajah, yaitu ke pulau Jawa. Jadi secara doument dan keabsahan dari sumpah pemuda itu, maka Aceh tidak ada hubungannya dengan berdirinya Indonesia, kalau kita katakan bahwa itu negara. tapi lebih cocok sebagai negara kelanjutan tangan penjajahan Belanda setelah konferensi Meja Bundar 1949. Kalau NKRI bukan lanjutan dari panjajahan kafir Belanda, kenapa harus bangsa Aceh dibuang ke daerah lain? bukankan di Aceh juga berlaku hukum panjajah NKRI? "
(Muhammad Dahlan , tang_ce@yahoo.com , 29 januari 2004 11:25:23)

Terimakasih saudara Muhammad Dahlan di Australia.

Itu soal Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang dijadikan alasan untuk melanggengkan pendudukan Negeri Aceh, semuanya sudah basi, mengapa ? Karena ikrar yang dinyatakan oleh para pemuda dari berbagai organisasi pemuda itu adalah hasil hembusan Soekarno, Tjipto Mangoenkusumo, Ishaq Tjokrohadisoerjo, Sartono, Budiardjo, Sunarjo, Anwar yang berhaluan nasionalisme-radikal dibawah naungan Partai Nasional Indonesia yang didirikan di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927.

Disamping itu, sumpah pemuda 28 Oktober 1928 bukan dasar hukum untuk pembentukan NKRI yang dilebur dari RIS. Jadi memang benar seperti yang dikatakan oleh saudara Muhammad Dahlan bahwa "secara doument dan keabsahan dari sumpah pemuda itu, maka Aceh tidak ada hubungannya dengan berdirinya Indonesia".

Nah sekarang, kita fokuskan kepada masalah strategi pihak Penguasa Darurat Militer Pusat Presiden Megawati yang dibantu Badan Pelaksana Harian Penguasa Darurat Militer Pusat yang terdiri dari seluruh anggota Kabinet termasuk didalamnya Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Menlu Noer Hassan Wirajuda, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan KASAD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Da'i Bachtiar, Jaksa Agung M.A. Rachman, Kepala Badan Intelijen Negara AM Hendropriyono, KASAL Laksamana TNI Bernard Kent Sondakh, dan KASAU Marsekal TNI Chappy Hakim dan dibenarlan oleh Ketua DPR Akbar Tandjung, Ketua MPR Amien Rais, Ketua Komisi I DPR Ibrahim Ambong serta didukung penuh Panglima Daerah Militer Iskandar Muda selaku Panguasa Darurat Militer Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Mayjen TNI Endang Suwarya yang dicorongi oleh Komandan Satuan Tugas Penerangan (Dansatgaspen) PDMD Prov.NAD Kolonel Laut Ditya Soedarsono untuk membungkan cita-cita perjuangan rakyat Aceh yang ingin menentukan nasib mereka sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan NKRI yang sekarang dipimpin oleh Presiden Megawati Cs dengan melalui cara pemindahan para tahanan rakyat Aceh yang ingin menentukan nasib sendiri ke kamp-kamp tahanan di sekitar daerah Jawa tengah, sekitar Yogyakarta, jantung NKRI.

Lihat dan perhatikan, pada tanggal 22 Januari 2004 sebanyak 54 rakyat Aceh yang ingin menentukan nasib sendiri telah dipindahkan ke dekat jantung Negara RI-Jawa-Yogya, Semarang, untuk dimasukkan kedalam kamp konsentrasi Ambarawa sebanyak 10 orang, kamp konsentrasi Pekalongan 23 orang, dan kamp konsentrasi Magelang 21 orang.

Kemudian kita lihat, pada tanggal 25 Januari 2004 sebanyak 89 rakyat Aceh yang ingin menentukan nasib sendiri telah dipindahkan langsung ke jantung Negara RI-Jawa-Yogya, Yogyakarta, untuk disekap dalam kamp konsentrasi Kedungpane, Semarang 10 orang, kamp konsentrasi Batu 27 orang, kamp konsentrasi Kembangkuning 20 orang, dan kamp konsentrasi Permisan 32 orang.

Nah, untuk menjatuhi hukuman terhadap rakyat Aceh yang ingin menentukan nasib sendiri ini yang dijadikan dasar hukum oleh Panglima Daerah Militer Iskandar Muda selaku Panguasa Darurat Militer Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Mayjen TNI Endang Suwarya, Komandan Satuan Tugas Penerangan (Dansatgaspen) PDMD Prov.NAD Kolonel Laut Ditya Soedarsono,Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Menlu Noer Hassan Wirajuda, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan KASAD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Da'i Bachtiar melalui para Ketua Majelis Hakim, para tim Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Banda Aceh adalah dasar hukum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-Undang yang disahkan di Jakarta pada tanggal 4 April 2003 oleh Presiden RI Megawati Soekarnoputri dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 April 2003 oleh Sekretaris Negara RI Bambang Kesowo dan KUHPidana pasal 55, 65, 106, 108 yang menyangkut pemberontakan, melawan Pemerintah NKRI.

Coba saja perhatikan pihak Penguasa Darurat Militer Pusat Presiden Megawati yang menugaskan kepada Panglima Daerah Militer Iskandar Muda selaku Panguasa Darurat Militer Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Mayjen TNI Endang Suwarya cs melalui tangan-tangan para Ketua Majelis Hakim, para tim Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Banda Aceh telah dengan mudah menangkapi, mengadili dan menjatuhi hukuman dengan memakai dasar hukum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-Undang dan KUHPidana Pasal 55, 65, 106, 108 kepada rakyat Aceh yang menuntut keadilan karena Negerinya telah dicaplok Soekarno 53 tahun.

Jadi, pihak Penguasa Darurat Militer Pusat Presiden Megawati cs dan Panglima Daerah Militer Iskandar Muda selaku Panguasa Darurat Militer Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Mayjen TNI Endang Suwarya cs dalam rangka mempertahankan pendudukan negeri Aceh ini disamping menerapkan Keppres No.28 Tahun 2003 dan Keppres No.43 Tahun 2003 juga mempergunakan dasar hukum UURI No 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-Undang dan KUHPidana Pasal 55, 65, 106 dan Pasal 108.

Nah disini kelihatan bahwa strategi pihak Penguasa Darurat Militer Pusat Presiden Megawati yang dibantu Badan Pelaksana Harian Penguasa Darurat Militer Pusat yang terdiri dari seluruh anggota Kabinet termasuk didalamnya Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono Cs, Menlu Noer Hassan Wirajuda, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto dan KASAD Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Da'i Bachtiar, Jaksa Agung M.A. Rachman, Kepala Badan Intelijen Negara AM Hendropriyono, KASAL Laksamana TNI Bernard Kent Sondakh, dan KASAU Marsekal TNI Chappy Hakim dan dibenarlan oleh Ketua DPR Akbar Tandjung, Ketua MPR Amien Rais, Ketua Komisi I DPR Ibrahim Ambong serta didukung penuh Panglima Daerah Militer Iskandar Muda selaku Panguasa Darurat Militer Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Mayjen TNI Endang Suwarya yang dicorongi oleh Komandan Satuan Tugas Penerangan (Dansatgaspen) PDMD Prov.NAD Kolonel Laut Ditya Soedarsono menjadikan rakyat Aceh yang sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas merdeka dari pengarauh kekuasaan NKRI dianggap sebagai para pelaku tindak pidana terorisme yang menentang Pemerintah NKRI.

Padahal yang benar dan masuk diakal berdasarkan fakta dengan bukti yang benar dan jelas yang ditunjang oleh dasar hukum yang terang dan jelas juga didasari oleh perjalanan sejarah yang terang adalah pihak Pemerintah NKRI dibawah pimpinan Presiden Megawati Cs, DPR/MPR dan TNI/POLRI yang telah melakukan pendudukan dan penjajahan Negeri Aceh.

Nah sekarang, siapa yang sebenarnya harus disebut para pelaku tindak pidana terorisme ?.

Jawabannya sudah terang dan jelas adalah Presiden Megawati Cs, DPR/MPR dan TNI/POLRI yang bersembunyi dibalik NKRI yang dibangun Soekarno diatas puing-puing Negara/Daerah bagian RIS pada 15 Agustus 1950 satu hari setelah Soekarno sebagai Presiden RIS mencaplok Negeri Aceh berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Propinsi oleh Presiden RIS Soekarno yang membagi Negara RI-Jawa-Yogya menjadi 10 daerah propinsi yaitu, 1.Jawa - Barat, 2.Jawa - Tengah, 3.Jawa - Timur, 4.Sumatera - Utara, 5.Sumatera - Tengah, 6.Sumatera - Selatan, 7.Kalimantan, 8.Sulawesi, 9.Maluku, 10.Sunda - Kecil apabila RIS telah dilebur menjadi Negara RI-Jawa-Yogya, tanpa meminta kerelaan kepada seluruh rakyat Aceh dan para pimpinan rakyat Aceh.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se
----------

Date: 29 januari 2004 11:25:23
From: muhammad dahlan <tang_ce@yahoo.com>
Subject: Re: SUMPAH PEMUDA 28 OKTOBER 1928 BUKAN DASAR HUKUM PEMBENTUKAN NKRI
To: Ahmad Sudirman <ahmad_sudirman@hotmail.com>

Saat mereka membuat sumpah pemuda di Jakarta, 28 oktober 28, negeri Aceh masih berdaulat dan sedang melawan musuh yang datang dari Belanda dan dibantu oleh budak-budak mereka dari pulau Jawa yang sudah 320 tahun lebih mempertuankan Belanda, tidak pernah melawan.

Lain halnya saat Belanda menyentuh tanah mulia Aceh, Belanda harus mengorbankan nyawa jendralnya pada hari pertama kafir durjana menginjak tanah Aceh, dan bangsa Aceh terus melawan sampai dengan Belanda coklat hari ini.

Namun kepala Belanda coklat menamakan para pejuang kemerdekaan Aceh dengan pemberontak, saparatis nama lain sambil membunuh mereka, menangkap dan membuang mereka ke daerah yang dekat dengan pemimpin penjajah, yaitu ke pulau Jawa.

Jadi secara doument dan keabsahan dari sumpah pemuda itu, maka Aceh tidak ada hubungannya dengan berdirinya Indonesia, kalau kita katakan bahwa itu negara. tapi lebih cocok sebagai negara kelanjutan tangan penjajahan Belanda setelah konferensi Meja Bundar 1949.

Jadi saya sependapat dengan saudara Ahmad Sudirman, bahwa sumpah pemuda itu bukan dasar dari berdirinya Indonesia.

Kalau NKRI bukan lanjutan dari panjajahan kafir Belanda, kenapa harus bangsa Aceh dibuang ke daerah lain? bukankan di Aceh juga berlaku hukum panjajah NKRI?

Jadi memang NKRI disetir dari Holland-kemudian-Batavia (Jayakarta-Jakarta), cuman ganti warna kulit, bahasa dan nama-nama, mungkin juga makanan, dari keju menjadi tahu, atau katakanlah "Belanda makan tahu" tapi masih juga minum beer dan suka memperkosa wanita, karena Belanda tak pernah takut dengan ajaran agama.

Muhammad Dahlan

NSW, Australia
tang_ce@yahoo.com
----------