Stockholm, 14 Januari 2004

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

DAUD BEUREUEH DAN HASAN TIRO TELAH MEMPROKLAMIRKAN BEBAS DARI NKRI
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

JELAS TEUNGKU MUHAMMAD DAUD BEUREUEH DAN TEUNGKU HASAN MUHAMMAD DI TIRO TELAH MEDEKLARKAN ACEH BEBAS DARI KEKUASAAN ASING NEGARA PANCASILA ALIAS NKRI

"Ass.Wr.Wb. Selamat siang saudara Ahmad di Swedia. Saya harap kamu baik-baik selalu. Dan setelah saya baca apa yang anda tulis tentang NII. Maka disini kelihatan kalo NII Aceh masih berada dibawah panji-panji NII Garut, dengan kata lain saya menganggap NII Aceh adalah salah satu propinsi atau negara bagian dari NII. Dan ini menunjukkan bahwa T.Daud Beureueh tidak ingin melepaskan diri dari Indonesia....tapi hanya melakukan perlawanan karena protes atas kebijakan Presiden Soekarno yang tidak memenuhi janjinya akan melakukan syariat Islam di Aceh dan memasukkan wilayah Aceh kedalam sumatera utara yang akan melenyapkan status T.Daud Beurueh sebagai kepala pemerintahan di Aceh, karena kepala pemerintahan suadah berada di medan. Dan ini jelas berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Hasan Tiro, gerakan pemberontakan yang dilakukan oleh beliau jelas ingin membentuk negara tersendiri dan lepas daripada NKRI."
(Sagir Alva, melpone2002@yahoo.com , Mon, 12 Jan 2004 20:48:48 -0800 (PST))

Baiklah, saudara Sagir Alva dari Selangor, Malaysia yang masih tetap kurang mengerti dan tidak paham tentang perjuangan Teungku Muhammad Daud Beureueh dan Teungku Hasan Muhammad di Tiro yang telah membebaskan negeri Aceh dari kekuasaan dan pengaruh Negara Pancasila alias RI-Jawa-Yogya alias NKRI.

Seperti yang telah saya jelaskan dan tulis dalam tulisan sebelum ini bahwa Almarhum Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo yang telah memproklarmirkan NII pada tanggal 7 Agustus 1949 di daerah Malangbong, Garut, Jawa Barat.

Artinya NII telah diproklamirkan bebas dari kekuasaan dan wilayah Negara RI dibawah Soekarno yang waktu itu wilayah daerah kekuasaan RI hanyalah sekitar Yogyakarta saja.

Jadi NII Almarhum Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo memang telah berdiri sendiri. Ketika Piagam Konstitusi RIS di Pegangsaan Timur 56, Jakarta ditandatangani oleh 16 wakil Negara/Daerah Bagian RIS, NII tidak termasuk salah satu Negara/Daerah bagian RIS yang menandatangani Piagam Konstitusi RIS itu.

Kesimpulannya adalah bahwa NII dibawah Almarhum Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo tidak termasuk dalam NKRI yang dibentuk dan dibangun oleh Soekarno Cs tanggal 15 Agustus 1950.

Nah, karena NII di Aceh yang dimakklumatkan oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh pada tanggal 20 september 1953 bebas dari pengaruh kekuasaan negara Pancasila artinya bebas dari pengaruh NKRI yang telah dibentuk oleh Soekarno pada tanggal 15 Agustus 1950, dan berada dibawah NII Imam Almarhum Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo yang telah memproklamirkan NII berdiri sendiri diluar Negara RI pimpinan Soekarno Cs.

Jadi, baik NII Imam Almarhum Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo maupun NII Teungku Muhammad Daud Beureueh adalah keduanya berada diluar dan sudah dibebaskan diluar pengaruh Negara Pancasila alias NKRI.

Dimana sekarang, perjuangan Teungku Muhammad Daud Beureueh dengan NII-nya yang telah memakan waktu 9 tahun sampai bulan Desember tahun 1962 ketika Teungku Muhammad Daud Beureueh kembali terkena tipu Soekarno melalui pancingan dengan umpan "Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" yang dikailkan oleh Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M.Jasin. Teungku Muhammad Daud Beureueh telah kena jerat Penguasa Negara Pancasila. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986).

Tetapi estafet perjuangan rakyat Aceh yang ingin bebas menentukan nasibnya sendiri ini diteruskan oleh Teungku Hasan Muhammad di Tiro pada tanggal 4 Desember 1976 yang telah mendeklarasikan kemerdekaan Aceh Sumatra, dan berlaku serta berjalan sampai detik ini.

Nah sekarang, kalau kita kembali sedikit kebelakang, ketika Kabinet Djuanda dibentuk dan Perdana Menteri Ir Djuanda disumpah pada tanggal 9 April 1957, ternyata belum sampai setahun, yaitu pada tanggal 15 Februari 1958 Kolonel Achmad Husein, di Padang, Sumatra Barat, daerah Sumatra Barat yang tidak termasuk Negara/Daerah bagian RIS, mendeklarkan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dengan mengangkat Mr. Sjafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri.

Berdirinya PRRI ini telah disokong penuh oleh Abdul Kahar Muzakar dan Kaso A. Ghani dari Daerah Sulawesi Selatan, juga disokong oleh Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah dibawah pimpinan Letnan Kolonel D.J. Somba yang menyatakan putus hubungan dengan Soekarno Cs dari Negara RI-Jawa-Yoga pada tanggal 17 Februari 1958, dimana gerakan Sulawesi Utara dan Tengah ini dikenal dengan nama Gerakan Piagam Perjuangan Semesta ( Permesta). Piagam Perjuangan Semesta ini diproklamirkan pada tanggal 2 Maret 1957 di Makasar. Dimana sehari sebelumnya, 1 Maret 1957, Kolonel H.N. Ventje Sumual mengadakan pertemuan di Gubernuran Makasar yang dihadiri oleh para tokoh militer dan sipil dan melahirkan Piagam Perjuangan Semesta (Permesta). Dimana derah Sulawesi Utara, Tengah, Selatan dan Tenggara tidak masuk dalam negara bagian RIS.

Proklamasi PRRI tanggal 15 Februari 1958 ini dilancarkan setelah diadakan rapat raksasa di Padang, Sumatra barat pada tanggal 10 Februari 1958, yang dihadiri oleh Letnan Kolonel Achmad Husein, Letnan Kolonel H.N. Ventje Sumual, Kolonel Simbolon, Kolonel Dachlan Djambek, Kolonel Zulkifli Lubis, M Natsir, Sjarif Usman, Burhanuddin Harahap, dan Sjafruddin Prawiranegara. Dimana dari hasil rapat raksasa di Padang, Sumatra Barat ini melahirkan 3 statemen yang menyatakan bahwa dalam waktu 4 x 24 jam Kabinet Djuanda menyerahkan mandat kepada Presiden atau Presiden mencabut mandat Kabinet Djuanda. Bahwa Presiden menugaskan Drs. Moh.Hatta dan Sultan Hamengkubuwono IX untuk membentuk Zaken Kabinet. Bahwa meminta kepada Presiden supaya kembali kepada kedudukannya sebagai Presiden konstitusional.
Dimana 3 statemen hasil rapat raksasa di Padang Sumatra Barat ini disampaikan kepada pihak Kabinet Djuanda dalam bentuk ultimatum, tetapi pihak Kabinet Djuanda menolak 3 statemen yang diajukan itu. Setelah ultimatum itu ditolak pihak Soekarno Cs, maka lahirlah proklamasi PRRI tanggal 15 Februari 1958 itu.

Kemudian dalam langkah perjuangan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara dan M. Natsir Cs ini meminta kepada Teungku Muhammad Daud Beureueh agar PRRI dan Permesta bergabung dengan Negara Islam Indonesia. Setelah diadakan pertemuan dan perjanjian antara Teungku Muhammad Daud Beureueh dari NII dan M. Natsir dari PRRI dan Permesta diputuskanlah pembentukan Republik Persatuan Indonesia (RPI) yang berbentuk federasi pada tanggal 8 Februari 1960. Dimana NII, PRRI dan Permesta menjadi anggota Negara Bagian RPI.

Disini pihak agresor Soekarno Cs dari Negara RI-Jawa-Yogya dalam menghadapi pihak PRRI dan Permesta telah menugaskan Kolonel Achmad Yani untuk menghadapi pasukan PRRI di daerah Sumatra Barat. Sedangkan untuk daerah Sumatra Utara ditugaskan Brigadir Jenderal Djatikusumo. Adapun untuk daerah Sumatra Selatan ditugaskan kepada Letnan Kolonel Ibnu Sutowo. Kemudian untuk daerah Riau ditugaskan kepada Letnan Kolonel Kaharuddin Nasution. Untuk daerah Sulawesi utara bagian tengah dan selatan ditugaskan kepada Letnan Kolonel Soemarsono dan Letnan Kolonel Agus Prasmono. Untuk Bagian utara Manado ditugaskan pada Letnan Kolonel Magenda. Untuk daerah Sulawesi utara ditugaskan kepada Letnan Kolonel Rukmito Hendraningrat. Untuk daerah Jailolo dan daerah sebelah utara Halmahera ditugaskan pada Letnan Kolonel Pieters dan Letnan Kolonel KKO Hunholz.

Hanya ketika pada tanggal 29 Mei 1961 pencetus proklamasi PRRI Kolonel Achmad Husein dengan pasukannya, disusul oleh Kolonel Simbolon dengan pasukannya menyerahkan diri kepada pihak Soekarno Cs dari Negara RI-Jawa-Yogya, ditambah banyak para pimpinan dari Permesta yang kebanyakan dari PSI (Partai Sosialis Indonesia) menyerahkan diri kepada pihak Soekarno Cs, maka kekuatan Negara Republik Persatuan Indonesia mulai berkurang dan melemah.
Seterusnya setelah pihak Republik Persatuan Indonesia dibawah pimpinan Perdana Menteri Mr. Sjafruddin Prawiranegara memutuskan penghentian perlawanan terhadap Soekarno Cs dari Negara RI-Jawa-Yogya pada tanggal 17 Agustus 1961, berakhirlah keberadaan Negara Republik Persatuan Indonesia (RPI) yang berbentuk federasi ini.

Disamping itu, kelemahan pihak RPI ini disebabkan setahun sebelumnya, 17 Agustus 1960, ketika Soekarno dengan Keputusan Presiden Nomor 200 tahun 1960 dan Nomor 201 tahun 1960 memutuskan membubarkan partai Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia (PSI) dengan pertimbangan bahwa organisasi (partai) itu melakukan pemberontakan, karena pemimpin-pemimpinnya turut serta dengan pemberontakan apa yang disebut dengan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia atau Republik Persatuan Indonesia.

Sebelum Republik Persatuan Indonesia hilang keberadaannya pada tanggal 17 Agustus 1961, Teungku Muhammad Daud Beureueh pada tanggal 15 Agustus 1961 mendeklarkan bahwa NII yang sebelumnya menjadi anggota Federasi Negara Republik Persatuan Indonesia memisahkan diri dan menjadi Republik Islam Aceh yang berdiri sendiri.

Nah, pada bulan Desember tahun 1962 Teungku Muhammad Daud Beureueh terkena tipu Soekarno melalui pancingan dengan umpan "Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" yang dikailkan oleh Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel M.Jasin. Karena itu Teungku Muhammad Daud Beureueh telah kena jerat Soekarno Penguasa Negara Pancasila alias NKRI.

Dari bulan Desember 1962 (ketika "Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh") sampai tanggal 3 Desember 1976 (satu hari sebelum proklamasi Kemerdekaan Aceh Sumatra pada tanggal 4 Desember 1976), memang Jenderal Soeharto (setelah Soekarno dijatuhkan oleh Jenderal Soeharto pada tanggal 22 Februari 1967) dengan TNI-nya mencengkeram rakyat Aceh dan negeri Aceh.

Walaupun pihak Soekarno dan dilanjutkan oleh pihak Jenderal Soeharto dari sejak tanggal 22 Februari 1967 menganggap bahwa daerah kekuasaan Republik Islam Aceh (RIA) telah dimasukkan kewilayah Negara RI-Jawa-Yogya, tetapi sebenarnya, pihak Negara RI-Jawa-Yogya pada kenyataannya menjajah Aceh, karena memang tidak ada dokumen penyerahan kekuasan dari pihak RIA kepada pihak RI-Jawa-Yogya yang secara resmi ditandatangani oleh kedua belah pihak.

Pada tahun 1978 dalam usia 82 tahun Teungku Muhammad Daud Beureueh dimasukkan kedalam kamp konsentrasi untuk diamankan di Jakarta oleh Jenderal Soeharto. Dan pada tahun 1984 dalam usia 88 tahun Teungku Muhammad Daud Beureueh dilepaskan dari kamp konsentrasi di Jakarta dikirim ke kampung Beureueh di daerah Pidie, Aceh dalam keadaan mata yang buta dan tubuh badan yang lumpuh. Di tempat tinggalnya sendiri, Teungku Muhammad Daud Beureueh dijaga ketat oleh anggota-anggota Badan Koordinasi Intellijen (Bakin) Jenderal Soeharto, sampai akhir hayatnya dalam usia 92 tahun, tanggal 10 Juni 1987 bertepatan dengan tanggal 13 Syawal 1407 H, hari Rabu selepas solat Magrib. (S.S. Djuangga Batubara, Teungku Tjhik Muhammad Dawud di Beureueh Mujahid Teragung di Nusantara, Gerakan Perjuangan & Pembebasan Republik Islam Federasi Sumatera Medan, cetakan pertama, 1987, hal. 47-48).

Nah, 2 tahun sebelum Teungku Muhammad Daud Beureueh dimasukkan kedalam kamp konsentrasi untuk diamankan di Jakarta oleh Jenderal Soeharto, muncullah pada tanggal 4 Desember 1976 Teungku Muhammad Hasan di Tiro yang mendeklarasikan kemerdekaan Aceh Sumatra yang berbunyi:

"To the people of the world: We, the people of Acheh, Sumatra, exercising our right of self- determination, and protecting our historic right of eminent domain to our fatherland, do hereby declare ourselves free and independent from all political control of the foreign regime of Jakarta and the alien people of the island of Java....In the name of sovereign people of Acheh, Sumatra. Tengku Hasan Muhammad di Tiro. Chairman, National Liberation Front of Acheh Sumatra and Head of State Acheh, Sumatra, December 4, 1976". ("Kepada rakyat di seluruh dunia: Kami, rakyat Aceh, Sumatra melaksanakan hak menentukan nasib sendiri, dan melindungi hak sejarah istimewa nenek moyang negara kami, dengan ini mendeklarasikan bebas dan berdiri sendiri dari semua kontrol politik pemerintah asing Jakarta dan dari orang asing Jawa....Atas nama rakyat Aceh, Sumatra yang berdaulat. Tengku Hasan Muhammad di Tiro. Ketua National Liberation Front of Acheh Sumatra dan Presiden Aceh Sumatra, 4 Desember 1976") (The Price of Freedom: the unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh Sumatra,1984, hal : 15, 17).

Jadi, secara de jure dan de pacto, Teungku Hasan Muhammad di Tiro mendeklarkan Kemerdekaan Aceh Sumatra pada tanggal 4 Desember 1976 merupakan langkah seterusnya dari mata rantai yang dipasang oleh Teungku Muhammad Daud Beureueh dalam rangka usaha pembebasan rakyat dan negeri Aceh dari semua kontrol politik pemerintah asing Jakarta yang telah mencaplok Aceh lewat mulut Sumatera Utara yang dijalankan oleh Soekarno dengan Negara RI-Jawa-Yogya-nya.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se
----------

Date: Tue, 13 Jan 2004 22:48:57 -0800 (PST)
From: sagir alva <melpone2002@yahoo.com>
Subject: NII aceh di bawah NII Garut
To: ahmad@dataphone.se
Cc: melpone2002@yahoo.com

Ass.Wr.Wb.

Selamat siang saudara Ahmad di Swedia. Saya harap kamu baik-baik selalu. Dan setelah saya baca apa yang ada tulis tentang NII. Maka disini kelihatan kalo NII Aceh masih berada dibawah panji-panji NII Garut, dengan kata lain saya menganggap NII Aceh adalah salah satu propinsi atau negara bagian dari NII. Dan ini menunjukkan bahwa T.Daud Beureueh tidak ingin melepaskan diri dari Indonesia....tapi hanya melakukan perlawanan karena protes atas kebijakan Presiden Soekarno yang tidak memenuhi janjinya akan melakukan syariat Islam di Aceh dan memasukkan wilayah Aceh kedalam sumatera utara yang akan melenyapkan status T.Daud Beurueh sebagai kepala pemerintahan di Aceh, karena kepala pemerintahan suadah berada di medan. Dan ini jelas berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Hasan Tiro, gerakan pemberontakan yang dilakukan oleh beliau jelas ingin membentuk negara tersendiri dan lepas daripada NKRI.

Saya kira hanya ini saja yang dapat saya sampaikan atas opini yang anda buat.

Wassalam

Sagir Alva

melpone2002@yahoo.com
Universiti Kebangsaan Malaysia
Selangor, Malaysia
----------