Stockholm, 16 September 2003

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

PEMILU 2004 DI ACEH TANPA KEPPRES NO.28/2003 DICABUT SUATU PENIPUAN
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

MEMANG JELAS PEMILU 2004 DI ACEH TANPA KEPPRES NO.28/2003 DICABUT ADALAH SUATU PENIPUAN

"Assalamu'alaikum. Saya ingin bertanya sedikit sama Pak Sudirman. Bagaimana Pemilu bisa dilaksanakan di Acheh sedangkan DM telah di istiharkan, apa sah disisi perlembagaan Indonesia dan bagaimana menurut hukum Internasinal, apa ada bab-bab yang ada hubung kait tentang hal ini ? Atas terhatian Pak Sudirman, saya ucapkan ribuan terima kasih. Wassalam."
(Tangob Ngui, tangobngui@yahoo.com , Sun, 14 Sep 2003 08:42:59 -0700 (PDT))

Terimakasih untuk saudara Tangob Ngui di Kuala Lumpur, Malaysia atas pertanyaannya tentang pelaksanaan Pemilu di Aceh yang sedang berada dibawah Undang-Undang tentang Keadaan Bahaya dengan tingkatan Keadaan Darurat Militer.

Baiklah saudara Tangob Ngui.

Memang dari sejak tanggal 19 Mei 2003 di seluruh wilayah Aceh telah diberlakukan selama 6 bulan dasar hukum Undang-undang Nomor 23 Prp Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1908) sebagaimana telah diubah dua kali, terakhir dengan Undang-undang nomor 52 Prp Tahun 1960 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2113) yang diingatkan oleh Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003 tentang pernyataan keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 18 Mei 2003.

Nah dalam tingkatan keadaan darurat militer di Aceh ini menurut Peraturan Umum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1959 dinyatakan bahwa :

(1) Di daerah-daerah penguasaan keadaan darurat militer dilakukan oleh Komandan Militer tertinggi serendah-rendahnya Komandan kesatuan Resimen Angkatan Darat atau Komandan Kesatuan Angkatan Laut/Angkatan Udara yang sederajat dengan itu selaku Penguasa Darurat Militer Daerah yang daerah-hukumnya ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.

(2) Penguasa Darurat Militer Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dibantu oleh:
1.Seorang Kepala Daerah dari daerah yang bersangkutan;
2.Seorang Kepala Polisi dari daerah yang bersangkutan;
3.Seorang Pengawas/Kepala Kejaksaan dari daerah yang bersangkutan.

(3) Penunjukan anggauta-anggauta badan tersebut dalam ayat (2) pasal ini dilakukan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.

(4) Untuk sesuatu daerah, Penguasa Darurat Militer Pusat menentukan susunan penguasaan dalam keadaan darurat militer yang berlainan dari pada ketentuan dalam ayat (2) pasal ini, apabila ia memandang perlu berhubung dengan keadaan.
(Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1959 Tentang Pencabutan Undang Undang Nomor 74 Tahun 1957 (Lembaran Negara Nomor 160 Tahun 1957) dan Penetapan Keadaan bahaya, BAB I.
Peraturan Umum, Pasal 5)

Jadi kalau melihat tingkat keadaan di wilayah Aceh dari sejak diberlakukan Keppres No. 28 Tahun 2003 ini jelas bahwa tidak mungkin dilaksanakan pemilihan umum bulan Juni 2004 yang akan datang di wilayah daerah Darurat Militer Aceh.

Kecuali kalau Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003 ini dicabut terlebih dahulu oleh Presiden Megawati.

Walaupun kalau melihat Undang Undang RI Nomor 12 tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Juga Undang Undang RI Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, memang tidak ada menyebutkan bahwa daerah pemilihan umum adalah daerah dalam Keadaan Darurat Sipil atau Keadaan Darurat Militer atau dalam Keadaan Perang.

Yang ada tercantum dalam Undang Undang RI Nomor 12 tahun 2003 dan Undang Undang RI Nomor 23 tahun 2003 adalah seperti yang sebagian tercantum dalam hal Menimbang yaitu

bahwa pemilihan umum perlu diselenggarakan secara lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya dan dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil;
bahwa pemilihan umum untuk memilih anggota lembaga perwakilan harus mampu menjamin prinsip keterwakilan, akuntabilitas, dan legitimasi;
bahwa pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan secara langsung oleh rakyat; bahwa pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan secara demokratis dan beradab dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya yang dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil;

Nah, walaupun keadaan daerah pemilihan umum secara khusus tidak dicantumkan dalam Undang Undang RI Nomor 12 tahun 2003 dan Undang Undang RI Nomor 23 tahun 2003, tetapi kalau pelaksanaan pemilihan umum dijalankan di wilayah daerah Darurat Militer Aceh, ini jelas sangat bertentangan dengan apa yang telah dijadikan bahan pertimbangan dalam Undang Undang RI Nomor 12 tahun 2003 dan Undang Undang RI Nomor 23 tahun 2003 yaitu

bahwa pemilihan umum perlu diselenggarakan secara lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya dan dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil;
bahwa pemilihan umum untuk memilih anggota lembaga perwakilan harus mampu menjamin prinsip keterwakilan, akuntabilitas, dan legitimasi;
bahwa pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan secara demokratis dan beradab dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya yang dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil;

Mengapa bertentangan?
Karena pemilihan umum yang berasaskan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil adalah tidak bisa dijamin dan berlaku dalam wilayah yang dinyatakan dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat militer di Aceh.

Karena itu sebelum pemilihan umum dijalankan di wilayah Aceh, maka Keputusan Presiden RI nomor 28 tahun 2003 tentang pernyataan keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 18 Mei 2003 harus dicabut lebih dahulu.

Hanya jelas, sampai detik ini, tanda-tanda dari pihak Presiden Megawati untuk Mencabut Keppres No.28/2003 ini masih belum terlihat.

Dan kalau pihak Presiden Megawati tidak mencabut Keppres No.28/2003, ini menandakan bahwa pihak Pemerintah dibawah Presiden Megawati gagal menyelesaiakn kemelut dan perang di Aceh.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se
----------

From: tangob ngui <tangobngui@yahoo.com>
To: ahmad_sudirman@hotmail.com
Subject: Assalamu'alikum !
Date: Sun, 14 Sep 2003 08:42:59 -0700 (PDT)

Assalamu'alaikum.

Saya ingin bertanya sedikit sama Pak Sudirman.
Bagaimana Pemilu bisa dilaksanakan di Acheh sedangkan DM telah di istiharkan, apa sah disisi
perlembagaan Indonesia dan bagaimana menurut hukum Internasinal, apa ada bab-bab yang ada hubung kait tentang hal ini ?

Atas terhatian Pak Sudirman, saya ucapkan ribuan terima kasih.

Wassalam,
Yang dangkal ilmu.

Tangob Ngui

tangobngui@yahoo.com
Kuala Lumpur, Malaysia
----------

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2003
TENTANG PERNYATAAN KEADAAN BAHAYA DENGAN TINGKATAN KEADAAN DARURAT MILITER DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MENIMBANG:

a. bahwa rangkaian upaya damai yang dilakukan pemerintah, baik melalui penetapan otonomi khusus untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, pendekatan terpadu dalam rencana pembangunan yang komprehensif, maupun dialog bahkan yang dilakukan di luar negeri sekali pun, ternyata tidak menghentikan niat dan tindakan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menyatakan kemerdekaannya;

b. bahwa dalam kondisi seperti itu, dan semakin meningkatnya tindak kekerasan bersenjata yang kian mengarah pada tindakan terorisme yang dilakukan Gerakan Aceh Merdekan (GAM), tidak hanya merusak ketertiban dan ketentraman masyarakat, mengganggu kelancaran roda pemerintahan, dan menghambat pelaksanaan berbagai program pembangunan, tetapi semakin memperluas dan memperberat penderitaan masyarakat Aceh dan masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada umumnya;

c. bahwa keadaan yang pada akhirnya dapat menggangu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut tidak dapat dibiarkan berlarut-larut, dan secepatnya harus dihentikan melalui upaya-upaya yang lebih terpadu, agar kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan pemerintahan dapat segera dipulihkan kembali;

d. bahwa sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang harus dilaksanakan Presiden untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan sesuai pula dengan kewenangan yang dimiliki Presiden berdasarkan Undang-undang tentang Keadaan Bahaya, serta setelah mendengar dan mempertimbangkan dengan seksama segala pandangan dan dukungan yang dinyatakan Pimpinan DPR RI, Fraksi-fraksi dan Komisi I serta Komisi II DPR RI, sebagaimana diputuskan bersama sebagai kesimpulan dalam Rapat Konsultasi antara Presiden dengan seluruh Pimpinan DPR RI, Fraksi-fraksi dan kedua Komisi tersebut pada tanggal 15 Mei 2003, dan selanjutnya setelah mencermati perkembangan keadaan dan sikap Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada hari-hari terakhir setelah Rapat Konsultasi tersebut yang tidak menunjukkan perubahan ke arah perbaikan, dipandang perlu untuk menetapkan Keadaan Bahaya dengan tingkatan Keadaan Darurat Militer untuk seluruh wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;

MENGINGAT:

1. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 4 ayat (1), Pasal 10 dan Pasal 12 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 23 Prp Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1908) sebagaimana telah diubah dua kali, terakhir dengan Undang-undang nomor 52 Prp Tahun 1960 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 170, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2113);

3. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4168);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PERNYATAAN KEADAAN BAHAYA DENGAN TINGKATAN KEADAAN DARURAT MILITER DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM.

Pasal 1
Seluruh wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dinyatakan dalam Keadaan Bahaya dengan tingkatan Keadaan Darurat Militer.

Pasal 2
(1) Penguasaan tertinggi Keadaan Bahaya dengan tingkatan Keadaan Darurat Militer sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 1 dilakukan oleh Presiden selaku Penguasa Darurat Milter Pusat.
(2) Dalam melakukan penguasaan Keadaan Bahaya dengan tingkatan Keadaan Darurat Militer, Presiden dibantu oleh Badan Pelaksana Harian Penguasa Darurat Militer Pusat yang terdiri dari:
1. Ketua: Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan
2. Anggota:
a. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
b. Menteri Koodinator Bidang Kesejahteraan Rakyat;
c. Menteri Sosial;
d. Menteri Dalam Negeri;
e. Menteri Luar Negeri
f. Menteri Pertahanan;
g. Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia;
h. Menteri Kesehatan;
i. Menteri Pendidikan Nasional;
j. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
k. Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah;
l. Menteri Agama;
m. Menteri Perhubungan;
n. Menteri Keuangan;
o. Menteri Negara Komunikasi dan Informasi;
p. Panglima Tentara Nasional Indonesia;
q. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;
r. Jaksa Agung;
s. Kepala Badan Intelijen Negara;
t. Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat;
u. Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut; dan
v. Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara

Pasal 3
(1) Penguasaan Keadaan Darurat Miltier di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilakukan oleh Panglima Daerah Militer Iskandar Muda selaku Panguasa Darurat Milter Daerah.
(2) Dalam melakukan penguasaan Keadaan Darurat Militer di Daerah, Panglima Komando Daerah Militer Iskandar Muda dibantu oleh:
1. Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
2. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; dan
3. Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Pasal 4
Terhadap Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 berlaku ketentuan-ketentuan Keadaan Darurat Militer sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 23 Prp Tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya sebagaimana telah diubah dua kali, terakhir dengan Undang-undang Nomor 52 Prp Tahun 1960.

Pasal 5
Segala biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Keputusan Presiden ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Pasal 6
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pukul 00.00 WIB tanggal 19 Mei 2003 untuk jangkan waktu 6 (enam) bulan, kecuali diperpanjang dengan Keputusan Presiden tersendiri.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pegundangan Keputusan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 18 Mei 2003

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 18 Mei 2003

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd

BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 54

Salinan sesuai dengan aslinya
Deputri Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Perundang-undangan,
ttd

Lambock V. Nahattands
----------

PERATURAN PEMERINTAH NO. 52 TAHUN 1960
Tentang:PERUBAHAN PASAL 43 AYAT (5) PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 1959 (LEMBARAN NEGARA TAHUN 1959 NO. 139) TENTANG KEADAAN BAHAYA

Presiden Republik Indonesia,

Menimbang :

a.bahwa menurut pasal 43 ayat (5) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 23 tahun 1959 (Lembaran-Negara tahun 1959 No. 139) Departemen Kehakiman diserahi kewajiban mengurus tempat-tempat yang ditunjuk oleh Penguasa Perang sebagai tempat berdiam untuk sementara bagi orang yang dianggap membahayakan keamanan (tawanan Penguasa Perang);

b.bahwa pengurusan tempat-tempat tersebut pada dasarnya adalah termasuk tugas pemeliharaan keamanan;

c.bahwa dalam kenyataannya pengurusan tempat tersebut dari dahulu selalu diselenggarakan dibawah bidang keamanan; bahwa oleh karena itu ketentuan pasal 43 ayat (5) tersebut diatas perlu diubah:

d.bahwa karena keadaan memaksa soal tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;

Mengingat : pasal 22 ayat (1) Undang-undang Dasar Republik Indonesia;

Memutuskan :

Menetapkan : Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang perubahan pasal 43 ayat (5) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 23 tahun 1959 (Lembaran-Negara 1959 No. 139) tentang keadaan bahaya.

Pasal I.
Pasal 43 ayat (5) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 23 tahun 1959 (Lembaran-Negara tahun 1959 No. 19) tentang keadaan bahaya diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: "(5) Tempat-tempat yang ditunjuk sebagai tempat berdiam berdasarkan ayat (1) pasal ini ada di bawah pengurusan Menteri Keamanan Nasional".

Pasal II.
Peraturan ini mulai berlaku hari diundangkan dan berlaku surut *10839 hingga 16 Desember 1959. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatan dalam Lembaran- Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 1960. Presiden Republik Indonesia,
SUKARNO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 1960 Pejabat Sekretaris Negara,
SANTOSO.

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG No. 52 TAHUN 1960 tentang PERUBAHAN PASAL 43 AYAT (5) PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG No. 23 TAHUN 1959 (LEMBARAN-NEGARA 1959 No. 139) TENTANG KEADAAN BAHAYA.

Hingga sekarang ini Jawatan Kepenjaraan telah diserahi tugas pelaksanaan pengurusan sehari-hari bagi orang-orang yang dianggap membahayakan keamanan (tawanan Penguasa Perang). Rumah-rumah Penjara sekedar ada tempatnya, memang dapat dipergunakan untuk menampung para tawanan Penguasa Perang. Akan tetapi Jawatan Kepenjaraan pada umumnya ditugaskan untuk merawat para tahanan kriminil dan orang-orang hukuman yaitu orang-orang yang statusnya berlainan dari pada tawanan Penguasa Perang. Berhubung dengan itu maka tugas untuk mengurus prawatan tempat-tempat berdiam bagi tawanan Penguasa Perang seyogyanya diserahkan kepada instansi yang ada dibidang keamanan sekalipun orang-orangnya tetap ditampung dalam rumah-rumah penjara. Penyerahan tugas pengurusan tempat-tempat bagi orang-orang tawanan tersebut kepada instansi dari bidang keamanan nasional ini telah tepat, karena perawatan para tawanan itu mengandung segi-segi atau unsur-unsur keamanan. Sesungguhnya pengurusan tempat yang dimaksudkan diatas sudah sejak permulaan dilaksanakan dalam bidang keamanan.
--------------------------------
CATATAN
DICETAK ULANG
----------

PERATURAN PEMERINTAH NO. 23 TAHUN 1959
Tentang:PENCABUTAN UNDANG-UNDANG NO. 74 TAHUN 1957 (LEMBARAN-NEGARA NO. 160 TAHUN 1957) DAN PENETAPAN KEADAAN BAHAYA

Presiden Republik Indonesia,

Menimbang:

1.bahwa berhubung dengan berlakunya kembali Undang-undang Dasar 1945 perlu ditetapkan peraturan Negara baru tentang keadaan bahaya untuk mengganti Undang-undang Keadaan bahaya 1957;
2.bahwa karena keadaan yang memaksa, peraturan baru tentang keadaan bahaya itu perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; Mengingat: Pasal 12 Undang-undang Dasar; Mengingat pula: Pasal 22 ayat (1) Undang-undang Dasar;

Mendengar:
1.Dewan Pertimbangan Agung pada tanggal 25 Nopember 1959;
2.Musyawarah Kabinet Kerja pada tanggal 8 Desember l959;
Memutuskan :
Pertama : Mencabut Undang-undang No. 74 tahun 1957 (Lembaran-Negara tahun 1957
No. 160); Kedua : Dengan membatalkan semua peraturan yang bertentangan dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini,
Menetapkan:
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang Keadaan Bahaya.

BAB I.
PERATURAN UMUM.

Pasal 1.
(1)Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang, apabila:

1.keamanan atau ketertiban hukum diseluruh wilayah atau disebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat *10465 bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;
2.timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga;
3.hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan- keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala- gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.
(2)Penghapusan keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden/ Panglima Tertinggi Angkatan Perang.

Pasal 2.
(1)Keputusan yang menyatakan atau menghapuskan keadaan bahaya mulai berlaku pada hari diumumkan, kecuali jikalau ditetapkan waktu yang lain dalam keputusan tersebut.
(2)Pengumuman pernyataan atau penghapusan keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden.

Pasal 3.
(1)Penguasaan tertinggi dalam keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang selaku penguasa Darurat Sipil Pusat/Penguasa Darurat Militer Pusat/Penguasa Perang Pusat.
(2)Dalam melakukan penguasaan keadaan darurat sipil/keadaan darurat militer/keadaan perang, Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang dibantu oleh suatu badan yang terdiri dari:
1.Menteri Pertama;
2.Menteri Keamanan/Pertahanan;
3.Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;
4.Menteri Luar Negeri;
5.Kepala Staf Angkatan Darat;
6.Kepala Staf Angkatan Laut;
7.Kepala Staf Angkatan Udara;
8.Kepala Kepolisian Negara.
(3)Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang dapat mengangkat Menteri/Pejabat lain selain yang tersebut dalam ayat (2) pasal ini, apabila ia memandang perlu.

Pasal 4.
(1)Di daerah-daerah penguasaan keadaan darurat sipil dilakukan oleh Kepala Daerah serendah-rendahnya dari Daerah tingkat II selaku Penguasa Darurat Sipil Daerah yang daerah hukumnya ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang. (2)Penguasa Darurat Sipil Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dibantu oleh suatu badan yang terdiri dari:
1.Seorang Komandan Militer tertinggi dari daerah yang bersangkutan.;
2.Seorang Kepala Polisi dari daerah yang bersangkutan;
3.Seorang Pengawas/Kepala Kejaksaan dari daerah yang bersangkutan.
(3)Penunjukan anggauta-anggauta badan tersebut dalam ayat (2) *10466 pasal ini dilakukan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.
(4)Untuk sesuatu daerah, Penguasa Darurat Sipil Pusat dapat menentukan susunan penguasaan dalam keadaan darurat sipil yang berlainan dari pada ketentuan dalam ayat (2) pasal ini, apabila ia memandang perlu berhubung dengan keadaan.

Pasal 5.
(1)Di daerah-daerah penguasaan keadaan darurat militer dilakukan oleh Komandan Militer tertinggi serendah-rendahnya Komandan kesatuan Resimen Angkatan Darat atau Komandan Kesatuan Angkatan Laut/Angkatan Udara yang sederajat dengan itu selaku Penguasa Darurat Militer Daerah yang daerah-hukumnya ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.
(2)Penguasa Darurat Militer Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dibantu oleh:
1.Seorang Kepala Daerah dari daerah yang bersangkutan;
2.Seorang Kepala Polisi dari daerah yang bersangkutan;
3.Seorang Pengawas/Kepala Kejaksaan dari daerah yang bersangkutan.
(3)Penunjukan anggauta-anggauta badan tersebut dalam ayat (2) pasal ini dilakukan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.
(4)Untuk sesuatu daerah, Penguasa Darurat Militer Pusat menentukan susunan penguasaan dalam keadaan darurat militer yang berlainan dari pada ketentuan dalam ayat (2) pasal ini, apabila ia memandang perlu berhubung dengan keadaan.

Pasal 6.
(1)Di daerah-daerah penguasaan keadaan perang dilakukan oleh Komandan Militer tertinggi serendah-rendahnya Komandan kesatuan Resimen Angkatan Darat atau Komandan Kesatuan Angkatan Laut/Angkatan Udara yang sederajat dengan itu selaku Penguasa Perang Daerah yang daerah-hukumnya ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang. (2)Penguasa Perang Daerah yang dimaksud dalam ayat
(1) pasal ini dibantu oleh suatu badan yang terdiri dari:
1.Seorang Kepala Daerah dari daerah yang bersangkutan;
2.Seorang Kepala Polisi dari daerah yang bersangkutan;
3.Seorang Pengawas/Kepala Kejaksaan dari daerah yang bersangkutan.
(3)Penunjukan anggauta-anggauta badan tersebut dalam ayat (2) pasal ini dilakukan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.
(4)Untuk sesuatu daerah, Penguasa Perang Pusat dapat menentukan susunan penguasaan dalam keadaan perang yang berlainan dari pada ketentuan dalam ayat (2) pasal ini, apabila ia memandang perlu berhubung dengan keadaan.

Pasal 7.
*10467 (1)Dalam melakukan wewenang-wewenang dan kewajiban-kewajibannya. Penguasa Darurat Sipil Daerah/Penguasa Darurat Militer Daerah/Penguasa Perang Daerah menuruti petunjuk-petunjuk dan perintah-perintah yang diberikan oleh Penguasa Darurat Sipil Pusat/Penguasa Darurat Militer Pusat/Penguasa Perang Pusat dan bertanggung-jawab kepadanya.
(2)Jika dalam bagian wilayah yang dinyatakan dalam tingkatan keadaan darurat sipil, terdapat beberapa orang Kepala Daerah yang menjabat Penguasa Darurat Sipil Daerah, maka tiap-tiap Kepala Daerah yang menjabat Penguasa Darurat Sipil Daerah diwajibkan menjalankan petunjuk-petunjuk dan perintah-perintah dari Kepala Daerah yang menjabat Penguasa Darurat Sipil Daerah yang lebih tinggi kedudukannya dalam wilayah tersebut, kecuali apabila Penguasa Darurat Sipil
Pusat menentukan lain.
(3)Jika dalam bagian wilayah yang dinyatakan dalam tingkatan keadaan darurat militer/keadaan perang, terdapat beberapa orang Komandan Militer yang menjabat Penguasa Darurat Militer Daerah/Panguasa Perang Daerah, maka tiap-tiap Komandan Militer yang menjabat Penguasa Darurat Militer Daerah/Penguasa Perang Daerah diwajibkan menjalankan petunjuk-petunjuk dan perintah-perintah dari Komandan Militer yang menjabat Penguasa Darurat Militer Daerah/Penguasa Perang Daerah yang lebih tinggi kedudukannya dalam wilayah tersebut, kecuali apabila Penguasa Darurat Militer Pusat/Penguasa Perang Pusat menentukan lain.
(4)Jika dalam bagian wilayah yang dinyatakan dalam tingkatan keadaan darurat militer/keadaan perang, terdapat Komandan Militer yang menjabat Penguasa Darurat Militer Daerah/ Penguasa Perang Daerah dan Komandan Militer lain yang menjadi atasan dari Komandan Militer tersebut, tetapi yang tidak menjabat Penguasa Darurat Militer Daerah/Penguasa Perang Daerah, maka Komandan Militer Penguasa Darurat Militer Daerah/ Penguasa perang Daerah itu tetap menjalankan perintah-perintah dan petunjuk-petunjuk dari Komandan Militer atasannya, kecuali
apabila Penguasa Darurat Militer Pusat/Penguasa Perang Pusat menentukan lain.
(5)Penguasa Darurat Sipil Pusat/Penguasa Darurat Militer Pusat/Penguasa Perang Pusat dapat mencabut sebagian dari kekuasaan Yang diberikan oleh Peraturan ini kepada Penguasa Darurat Sipil Daerah/Penguasa Darurat Militer Daerah/Penguasa Perang Daerah.
(6)Wewenang-wewenang yang oleh Peraturan ini diberikan kepada seorang Penguasa dalam rangka keadaan bahaya, tidak boleh dilimpahkan kepada pihak lain.

BAB II TENTANG KEADAAN DARURAT SIPIL.

Pasal 8.
(1)Selama keadaan darurat sipil berlangsung, ketentuan-ketentuan dalam Bab ini berlaku untuk wilayah atau sebagian wilayah Negara Republik Indonesia yang dinyatakan dalam *10468 keadaan darurat sipil.
(2)Apabila keadaan darurat sipil dihapuskan dengan tidak disusul dengan pernyataan keadaan darurat militer atau keadaan perang, maka pada saat penghapusan itu, peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan dan tindakan-tindakan yang telah diambil oleh Penguasa Darurat Sipil tidak berlaku lagi, kecuali yang tersebut dalam ayat (3).
(3)Apabila dipandangnya perlu, Kepala Daerah yang bersangkutan dapat mempertahankan untuk daerahnya seluruh atau sebagian dari peraturan-peraturan/tindakan-tindakan Penguasa Darurat Daerah, dengan ketentuan bahwa peraturan-peraturan/tindakan-tindakan yang dipertahankan itu dapat berlaku terus selama-lamanya empat bulan sesudah penghapusan keadaan darurat sipil.
(4)Dalam hal seluruh atau sebagian dari peraturan-peraturan/tindakan-tindakan Penguasa Darurat Sipil Daerah dipertahankan menurut ayat (3) di atas, maka tugas dan wewenang Penguasa Darurat Sipil Daerah yang berhubungan dengan peraturan- peraturan/tindakan-tindakan itu diselenggarakan oleh Kepala Daerah yang mempertahankannya, kecuali jika ditetapkan lain oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.
(5)Dalam hal sesuatu peraturan/tindakan dipertahankan sebagai dimaksud dalam ayat (3) pasal ini, maka lembaga-lembaga, badan-badan dan lain sebagainya yang terbentuk karena peraturan/tindakan tersebut tetap mempunyai kedudukan dan tugas seperti semula.
(6)Apabila keadaan darurat sipil diganti dengan keadaan darurat militer atau keadaan perang, maka peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan dari Penguasa Darurat Militer atau Penguasa perang.

Pasal 9.
(1)Peraturan-peraturan Penguasa Darurat Sipil berlaku mulai saat pengundangannya, kecuali apabila ditentukan waktu yang lain untuk itu. Pengumuman yang seluas-luasnya dilakukan menurut cara yang ditentukan oleh Penguasa Darurat Sipil.
(2)Ketentuan dalam pasal 1 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana tidak berlaku dalam hal peraturan-peraturan Penguasa Darurat Sipil tidak berlaku lagi menurut pasal 8, diubah atau dicabut.

Pasal 10.
(1)Penguasa Darurat Sipil Daerah berhak mengadakan peraturan-peraturan yang dianggap perlu untuk kepentingan ketertiban umum atau untuk kepentingan keamanan daerahnya, yang menurut perundang-undangan pusat boleh diatur dengan peraturan yang bukan perundang-undangan pusat.
(2)Penguasa Darurat Sipil Pusat berhak mengadakan segala peraturan-peraturan yang dianggap perlu untuk kepentingan ketertiban umum dan untuk kepentingan keamanan. *10469 Pasal 11.
(1)Kecuali apabila Penguasa Darurat Sipil Daerah berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan ini berhak mengatur suatu soal dengan peraturan atau mengambil tindakan-tindakan lain yang dimaksudkan oleh ketentuan-ketentuan itu, maka peraturan-peraturan/tindakan-tindakan tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan pusat.
(2)Jika bertentangan dengan peraturan perundang-undangan pusat, maka peraturan-peraturan/tindakan-tindakan itu tidak berlaku.

Pasal 12.
(1)Di daerah yang menyatakan dalam keadaan darurat sipil, setiap pegawai negeri wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan oleh Penguasa Darurat Sipil, kecuali apabila ada alasan yang sah untuk tidak memberikan keterangan-keterangan itu.
(2)Kewajiban memberikan keterangan ditiadakan, jika orang yang bersangkutan, isteri/suaminya atau keluarganya dalam keturunan lurus atau keluarganya sampai cabang kedua, dapat dituntut karena keterangan itu.
(3)Pejabat-pejabat yang di dalam melakukan tugasnya memperoleh keterangan-keterangan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini,wajib merahasiakan, kecuali apabila peraturan perundangundangan pusat yang lain menentukan sebaliknya.

Pasal 13.
Penguasa Darurat Sipil berhak mengadakan peraturan-peraturan untuk membatasi pertunjukan-pertunjukan,percetakan, penerbitan, pengumuman, penyampaian, penyimpanan, penyebaran, perdagangan dan penempelan tulisan-tulisan berupa apapun juga, lukisan-lukisan, klise-klise dan gambar-gambar.

Pasal 14.
(1)Penguasa Darurat Sipil berhak atau dapat-menyuruh atas namanya pejabat-pejabat polisi atau pejabat-pejabat pengusut lainnya atau menggeledah tiap-tiap tempat, sekalipun bertentangan dengan kehendak yang mempunyai atau yang menenpatinya, dengan menunjukkan surat perintah umum atau surat perintah istimewa.
(2)Pejabat yang memasuki, menyelidiki atau yang mengadakan penggeledahan tersebut dibuat laporan pemeriksaan dan menyampaikan kepada Penguasaha Darurat Sipil.
(3)Pejabat yang dimaksudkan di atas berhak membawa orang-orang lain dalam melakukan tugasnya. Hal ini disebutkan dalam surat laporan tersebut.

Pasal 15.
(1)Penguasa Darurat Sipil berhak akan dapat menyuruh memeriksa *10470 dan mensita semua barang yang diduga atau akan dipakai untuk mengganggu keamanan serta membatasi atau melarang pemakaian barang itu.
(2)Pejabat yang melakukan pensitaan tersebut di atas harus membuat laporan pensitaan dan menyampaikannya kepada Penguasa Darurat Sipil dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam.
(3)Terhadap tiap-tiap pensitaan, pembatasan atau larangan, maka yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada Penguasa Darurat Sipil.

Pasal 16.
Penguasa Darurat Sipil berhak mengambil atau memakai barang-barang dinas umum.

Pasal 17.
Penguasa Darurat Sipil berhak:
1.mengetahui,semua berita-berita serta percakapan-percakapan yang dipercakapkan kepada kantor tilpon atau kantor radio, pun melarang atau memutuskan pengiriman berita-berita atau percakapan-percakapan dengan perantaraan tilpon atau radio.
2.membatasi atau melarang pemakaian kode-kode, tulisan rahasia, percetakan rahasia, tulisan steno, gambar-gambar,tanda-tanda, juga pemakaian bahasa-bahasa lain dari pada bahasa Indonesia;
3.menetapkan peraturan-peraturan yang membatasi atau melarang pemakaian alat-alat telekomunikasi sepertinya tilpon, tilgrap, pemancar radio dan alat-alat lainnya yang ada hubungannya dengan penyiaran radio dan yang dapat dipakai untuk mencapai rakyat banyak, pun juga mensita atau menghancurkan perlengkapan-perlengkapan tersebut.

Pasal 18.
(1)Penguasa Darurat Sipil berhak mengadakan ketentuan bahwa untuk mengadakan rapat-rapat umum, pertemuan-pertemuan umum dan arak-arakan harus diminta-idzin terlebih dahulu. ldzin ini oleh Penguasa Darurat Sipil diberikan penuh atau bersyarat. Yang dimaksud dengan rapat-rapat umum dan pertemuan-pertemuan umum adalah rapat-rapat dan pertemuan-pertemuan umum yang dapat dikunjungi oleh rakyat umum.
(2)Penguasa Darurat Sipil berhak membatasi atau melarang memasuki atau memakai gedung-gedung, tempat-tempat kediaman atau lapangan-lapangan untuk beberapa waktu yang tertentu.
(3)Ketentuan-ketentuan. dalam ayat (1) dan (2) pasal ini tidak berlaku untuk peribadatan, pengajian, upacara-upacara agama dan adat dan rapat-rapat Pemerintah.

Pasal 19.
Penguasa Darurat Sipil berhak membatasi orang berada di luar rumah. *10471 Pasal 20.
Penguasa Darurat Sipil berhak memeriksa badan dan pakaian tiap-tiap orang yang dicurigai serta menyuruh memeriksanya oleh pejabat-pejabat Polisi atau pejabat-pejabat pengusut lain.

Pasal 21.
Untuk pelaksanaan peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan Penguasa Darurat Sipil, anggauta-anggauta Kepolisian, badan-badan pencegah bahaya udara, dinas pemadam kebakaran dan dinas-dinas atau badan-badan keamanan lainnya ada di bawah perintah Penguasa Darurat Sipil.

BAB III TENTANG KEADAAN DARURAT MILITER.

Pasal 22.
(1)Selama keadaan darurat militer berlangsung, ketentuan-ketentuan dalam Bab ini berlaku untuk seluruh atau sebagian wilayah Negara Republik Indonesia yang dinyatakan dalam keadaan darurat militer.
(2)Apabila keadaan darurat militer dihapuskan dan tidak disusul dengan pernyataan keadaan perang, maka pada saat penghapusan itu peraturan-peraturan/tindakan-tindakan dari Penguasa Darurat Militer tidak berlaku lagi, kecuali yang tersebut dalam ayat (3) pasal ini.
(3)Apabila dipandangnya perlu, Kepala Daerah/Penguasa Darurat Sipil Daerah yang bersangkutan dapat mempertahankan untuk daerahnya seluruh atau sebagian peraturan-peraturan/tindakan-tindakan Penguasa Darurat Militer Daerah, dengan ketentuan bahwa peraturan-peraturan/tindakan-tindakan yang dipertahankan itu dapat berlaku terus selama-lamanya enam bulan sesudah penghapusan keadaan darurat militer.
(4)Dalam hal seluruh atau sebagian dari peraturan-peraturan/tindakan-tindakan Penguasa Darurat Militer Daerah dipertahankan menurut ayat (3) di atas, maka tugas dan wewenang Penguasa Darurat Militer Daerah yang berhubungan dengan peraturan-peraturan/tindakan-tindakan itu diselenggarakan oleh Kepala Daerah/Penguasa Darurat Sipil Daerah yang mempertahankannya, kecuali jika ditetapkan lain oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.
(5)Dalam hal sesuatu peraturan/tindakan dipertahankan sebagai yang dimaksud dalam ayat (3) pasal ini, maka lembaga-lembaga, badan-badan dan lain-lain sebagainya yang terbentuk karena peraturan/tindakan tersebut tetap mempunyai kedudukan dan tugas seperti semula.
(6)Apabila keadaan darurat militer diganti dengan keadaan perang, maka peraturan-peraturan/tindakan-tindakan dari Penguasa Darurat Militer tetap berlaku sebagai peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan dari Penguasa Perang.

Pasal 23.
*10472 Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Bab ini, maka ketentuan-ketentuan dalam pasal 9 dan berikutnya dari Bab II berlaku juga dalam keadaan militer, dengan ketentuan bahwa:
a.dalam pasal-pasal tersebut perkataan "Penguasa Darurat Sipil" dibaca "Penguasa Darurat Militer" dan perkataan "keadaan darurat sipil" dibaca "keadaan darurat militer";
b.dalam ayat (2) pasal 9 perkataan "menurut pasal 8" dibaca "menurut pasal 22";
c.dalam pasal 12 perkataan "setiap pegawai negeri" dibaca semua orang".

Pasal 24.
(1)Penguasa Darurat Militer berhak mengambil kekuasaan-kekuasaan yang mengenai ketertiban dan keamanan umum.
(2)Badan-badan Pemerintahan sipil serta pegawai-pegawai dan orang-orang yang diperbantukan kepadanya wajib tunduk kepada perintah-perintah Penguasa Darurat Militer kecuali badan atau pegawai/orang yang diperbantukan yang dibebaskan dari kewajiban itu oleh Presiden.

Pasal 25.
Penguasa Darurat Militer berhak:
1.mengatur, membatasi atau melarang sama sekali dengan peraturan tentang pembikinan, pemasukan dan pengeluaran, pengangkutan, pemegangan, pemakaian dan perdangangan senjata api, obat peledak, mesiu, barang-barang yang dapat meledak dan barang-barang peledak;
2.menguasai perlengkapan-perlengkapan pos dan alat-alat telekomunikasi sepertinya tilpon, tilgrap, pemancar radio dan alat-alat lainnya yang ada hubungannya dengan penyiaran radio dan yang dapat dipakai untuk mencapai rakyat banyak;
3.membatasi atau melarang sama sekali dengan peraturan-peraturan untuk mengubah lapangan-lapangan dan benda-benda di lapangan itu;
4.menutup untuk beberapa waktu yang tertentu gedung-gedung tempat pertunjukan-pertunjukan, balai-balai pertemuan, rumah-rumah makan, warung-warung dan tempat-tempat hiburan lainnya, pun juga pabrik-pabrik, bengkel-bengkel, toko-toko dan gedung-gedung lainnya;
5.mengatur, membatasi atau melarang pengeluaran dan pemasukkan barang-barang dari dan ke daerah yang dinyatakan dalam keadaan darurat militer;
6.mengatur, membatasi atau melarang peredaran, pembagian dan pengangkutan barang-barang dalam daerah yang dinyatakan dalam keadaan darurat militer;
7.mengatur, membatasi atau melarang lalu-lintas di darat, di udara dan diperairan serta penangkapan ikan.

Pasal 26.
Penguasa Darurat Militer berhak mengadakan tindakan-tindakan untuk membatasi pertunjukan-pertunjukan, pencetakan, penerbitan, pengumumam, penyampaian, penyimpanan, penyebaran, perdagangan dan penempelan tulisan-tulisan berupa apapun juga, lukisan-lukisan, klise-klise dan gambar-gambar. *10473 Pasal 27.Penguasa Darurat Militer berhak:
1.menyuruh menahan atau mensita semua surat-surat dan kiriman-kiriman lain yang dipercayakan kepada jawatan pos atau jawatan pengangkutan lain serta wesel-wesel dan kwitansi-kwitansi bersama jumlah uang yang distor dan dipungut itu, lagi pula membuka, melihat, memeriksa, menghancurkan atau mengubah isi dan membuat supaya tidak dapat dibaca lagi surat-surat atau kiriman-kiriman itu;
2.mengetahui surat-surat kawat yang dipercayakan kepada kantor kawat, juga menahan, mensita, menghancurkan atau mengubah isi dan melarang untuk meneruskan atau menyampaikan surat-surat kawat itu.

Pasal 28.
(1)Penguasa Darurat Militer berhak melarang orang bertempat tinggal dalam suatu daerah atau sebagian suatu daerah yang tertentu selama keadaan, darurat militer, jikalau setelah diperiksa oleh pejabat pengusut ternyata ada cukup alasan untuk menganggap orang itu berbahaya untuk daerah tersebut; serta ia berhak pula mengeluarkan orang itu dari tempat tersebut.
(2)Kepada orang yang diperlukan menurut ayat (1) pasal ini beserta mereka yang di bawah tanggungannya dapat diberikan tunjangan penghidupan yang layak. Apabila orang yang diperlakukan menurut ayat (1) itu tidak mempunyai rumah kediaman Penguasa Darurat Militer memberikan tempat tinggal, pemeliharaan dan perawatan atas tanggungan Negara.

Pasal 29.
Penguasa Darurat Militer berhak untuk melarang orang yang berada dalam daerah penguasa tersebut meninggalkan daerah itu, apabila orang tersebut dipandangnya sangat diperlukan, baik untuk keamanan umum atau pertahanan maupun untuk kepentingan perusahaan-perusahaan yang amat diperlukan guna menegakkan ekonomi Negara.

Pasal 30.
Penguasa Darurat Militer berhak mengeluarkan perintah kepada orang-orang yang ada di daerah yang dinyatakan dalam keadaan darurat militer untuk menjalankan kewajiban bekerja guna pelaksanaan peraturan-peraturannya atau guna melakukan pekerjaan lainnya untuk kepentingan keamanan dan pertahan.

Pasal 31.
Penguasa Darurat Militer Pusat berhak mengadakan militerisasi terhadap suatu jawatan/perusahaan/perkebunan atau sebagian dari pada itu atau suatu jabatan.

Pasal 32.
*10474 (1)Penguasa Darurat Militer berhak menangkap orang dan menahannya selama-lamanya dua puluh hari. Tiap-tiap penahanan yang dilakukan oleh Penguasa Darurat Militer Daerah harus dilaporkan kepada Penguasa Darurat Militer Pusat dalam waktu empat belas hari.
(2)Dalam waktu sepuluh kali dua puluh empat jam orang yang ditahan harus sudah diperiksa dan hasil pemeriksaan dilaporkan kepada Penguasa Darurat Militer Pusat. Dari pemeriksaan itu harus dibuat berita acara.
(3)Apabila dalam dua puluh hari pemeriksaan belum dapat selesai dan penahanan masih perlu diteruskan, maka atas persetujuan Penguasa Darurat Militer Pusat orang tersebut dapat ditahan terus sampai selama-lamanya lima puluh hari. (4)Tiap penangkapan dan penahanan dilakukan dengan surat perintah.

Pasal 33.
Penguasa Darurat Militer berhak menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam "De
Hinder-ordonnantie". "Het Stoomreglement", "Het Veiligheidsreglements". "Het
Reeden-.reglement 1925", "De Schepenordonnantie 1935", "DeLuchtvaartquarantaineordonnantie", "Petroleumopslagordonnantie", "De Loodsdienstordonnantie", "De Reisregeling 1918-1924" seperti diubah dan ditambah oleh "Herziene Reisregeling 1933", "Het Toelatings- besluit", Undang-undang Pengawasan Orang Asing, "Reis-en "Verblijftoezichtsordonnantie", dan
"Toelatingsordonnantie".

Pasal 34.
(1)Peraturan-peraturan dari Pemerintah Daerah Pejabat- pajabat Daerah dan Instansi-instansi Daerah lain tidak boleh dikeluarkan dan diumumkan, jika tidak memperoleh persetujuan lebih dahulu dari Penguasa Darurat Militer Daerah yang bersangkutan.
(2)Kepada Penguasa Darurat Militer Daerah dapat diberi kekuasaan penuh atau kekuasaan bersyarat oleh Presiden untuk mengatur hal-hal yang harus diatur oleh perundang-undangan pusat, kecuali hal-hal yang harus diatur dengan Undang-undang.

BAB IV TENTANG KEADAAN PERANG.

Pasal 35.
(1)Selama keadaan perang berlangsung, ketentuan-ketentuan dalam Bab ini berlaku untuk seluruh atau sebagian wilayah Negara Republik Indonesia yang dinyatakan dalam keadaan perang.
(2)Apabila keadaan perang dihapuskan, maka pada saat penghapusan itu peraturan-peraturan/tindakan-tindakan dari Penguasa Perang tidak berlaku lagi, kecuali yang tersebut dalam ayat (3) pasal ini.
(3)Apabila dipandangnya perlu, Kepala Daerah/Penguasa Darurat *10475 Sipil Daerah/Penguasa Darurat Militer Daerah yang bersangkutan dapat mempertahankan untuk daerahnya seluruh atau sebagian peraturan-peraturan/tindakan-tindakan Penguasa Perang Daerah, dengan ketentuan bahwa
peraturan-peraturan/tindakan-tindakan yang dipertahankan itu dapat berlaku terus selama-lamanya enam bulan sesudah penghapusan keadaan perang.
(4)Dalam hal seluruh atau sebagian dari peraturan-peraturan/tindakan-tindakan Penguasa Perang Daerah dipertahankan menurut ayat (3) di atas, maka tugas dan wewenang Penguasa Perang Daerah yang berhubungan dengan peraturan-peraturan/tindakan- tindakan itu diselenggarakan oleh Kepala
Daerah/Penguasa Darurat Sipil Daerah/Penguasa Darurat Militer Daerah yang mempertahankannya, kecuali jika ditetapkan lain oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.
(5)Dalam hal sesuatu peraturan/tindakan dipertahankan sebagai yang dimaksud dalam ayat (3) pasal ini, maka lembaga-lembaga, badan-badan dan lain sebagainya yang terbentuk karena peraturan/tindakan tersebut tetap mempunyai kedudukan dan tugas seperti semula.

Pasal 36.
Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Bab ini, maka ketentuan-ketentuan dalam pasal 9 dan berikutnya dari Bab II serta ketentuan-ketentuan dalam pasal 24 dan berikutnya dari Bab III berlaku juga dalam keadaan perang, dengan ketentuan bahwa:
a.dalam pasal-pasal tersebut perkataan "Penguasa Darurat Sipil" dan "Penguasa Darurat Militer" dibaca "Penguasa Perang", serta perkataan "keadaan darurat sipil" dan "keadaan darurat militer" dibaca "keadaan perang"; b.dalam ayat (2) pasal 9 perkataan "menurut pasal 8" dibaca "menurut pasal 35"; c.dalam pasal 12 perkataan "setiap pegawai negeri" dibaca "semua orang".

Pasal 37.
(1)Penguasa Perang berhak mengambil atau memakai barang- barang semacam apapun juga langsung untuk kepentingan keamanan atau pertahanan.
(2)Dalam pengambilan untuk dimiliki, maka hak milik segera berpindah kepada Negara, bebas dari pada segala tanggungan hak-hak atas barang-barang itu.
(3)Salinan surat keputusan tentang penetapan pengambilan untuk dimiliki yang mengenai barang-barang tidak bergerak dan kapal-kapal yang mempunyai surat bukti resmi, disampaikan kepada yang berwajib yang harus memindahkan hak milik tersebut menurut peraturan-peraturan yang berlaku. Jikalau barang-barang itu tidak mempunyai surat umum asli, maka penetapan pengambilan untuk dimiliki itu diberitahukan kepada Asisten Wedana (Camat) atau pegawai negeri yang sederajat dengan Asisten Wedana (Camat) di daerah dimana barang-barang itu berada.
*10476 (4)Kelanjutan mengenai hak milik tersebut ditetapkan oleh Presiden.

Pasal 38.
(1)Penguasa Perang berhak sewaktu-waktu memerintahkan penyerahan barang-barang yang akan diambil untuk dimiliki atau dipakai guna kepentingan keamanan atau pertahanan.
(2)Mereka yang ditunjuk untuk melaksanakan perintah tersebut dalam ayat (1) pasal ini, berhak sewaktu-waktu masuk dengan bebas kesemua tempat, juga kedalam rumah-rumah dimana disangka barang-barang itu berada.

Pasal 39.
(1)Dalam hal dilakukan pengambilan sesuatu barang untuk dipakai atau dimiliki guna kepentingan keamanan atau pertahanan, maka Penguasa Perang berhak memerintahkan kepada pejabat atau orang lain yang ada di daerah yang dinyatakan dalam keadaan perang, untuk memberi tenaga guna keperluan penggambilan dan pemakaian barang-barang tersebut.
(2)Dalam pengertian pengambilan untuk dimiliki atau pengambilan untuk dipakai, tidak termasuk penghancuran atau perusakan barang-barang, baik untuk sebagian maupun seluruhnya, guna kepentingan siasat pertahanan Negara.

Pasal 40.
Penguasa Perang berhak:
1.melarang pertunjukan-pertunjukan, pencetakan, penerbitan, pengumuman, penyampaian, penyebaran, perdagangan dan penempelan tulisan-tulisan berupa apapun juga, lukisan-lukisan, klise-klise dan gambar-gambar;
2.menutup percetakan.

Pasal 41.
Penguasa Perang berhak:
1.memanggil orang warga-negara bukan militer, yang bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia, untuk bekerja pada Angkatan Perang Republik Indonesia dan diminta pertolongan serta bantuan untuk menjaga keamanan atau ikut serta dalam pertahanan, maupun untuk menjalankan pekerjaan-pekerjaan militer yang dapat dilakukan olehnya; Peraturan-peraturan Hukum Pidana Tentara dan Disiplin Tentara, pun Peraturan-peraturan tentang Acara Peradilan Tentara, berlaku untuk dia dari sejak ia dipanggil; apabila panggilan tersebut tidak dipenuhi, tanpa
alasan yang sah atau masuk akal, maka perbuatan orang yang dipanggil itu adalah desersi;
2.mencegah jangan sampai orang dengan sengaja melalaikan atau menolak melakukan pekerjaan-pekerjaan yang telah disanggupinya atau yang harus dipenuhinya oleh karena jabatannya apabila menurut pertimbangan Penguasa Perang hal itu mengakibatkan atau dapat diperhitungkan akan *10477 mengakibatkan kerugian pada pertahanan Negara, kerugian pada ketertiban umum atau pada kehidupan ekonomi masyarakat, dengan tidak menutup kemungkinan akan penyelesaian
perselisihan-perselisihan perburuhan menurut Undang-undang yang berlaku; apabila diadakan larangan yang demikian, maka dengan jelas harus ditunjuk perubahan, perkebunan, pabrik, bengkel atau tempat dimana atau untuk maksud apa pekerjaan-pekerjaan itu harus dilakukan;
3.memerintahkan, bersama-sama dengan larangan tersebut di atas, kepada majikan untuk mengambil tindakan-tindakan yang dipandang layak bagi kepentingan buruh yang bekerja padanya.

Pasal 42.
Penguasa Perang Daerah berhak mengadakan militerisasi terhadap suatu jawatan/perusahaan/perkebunan atau sebagian dari padanya itu atau suatu jabatan yang ada di daerahnya.

Pasal 43.
(1)Penguasa Perang berhak dengan surat keputusan menunjuk bagi orang terhadap siapa terdapat petunjuk-petunjuk bahwa ia akan mengganggu keamanan, suatu tempat tertentu sebagai tempat berdiam untuk sementara dan membawanya kesitu;
(2)Salinan surat keputusan dan berita acara pemeriksaan yang bersangkutan dalam waktu empatbelas hari harus dikirimkan kepada Presiden dan kepada orang itu sendiri.
(3)Terhadap perlakuan tersebut dapat diajukan keberatan oleh orang yang bersangkutan kepada Presiden yang dalam hal ini mengambil putusan setelah mendengar pendapat Jaksa Agung.
(4)Jika suatu tempat ditetapkan sebagai tempat berdiam, maka orang-orang yang bersangkutan dapat ditempatkan di bawah pengawasan istimewa dan mereka harus tunduk kepada peraturan-peraturan dari pejabat yang ditetapkan oleh Penguasa Perang berdasarkan petunjuk-petunjuk dari Penguasa tersebut.
(5)Tempat-tempat yang ditunjuk sebagai tempat berdiam berdasarkan ayat (1) pasal ini ada di bawah pengurusan Departemen Kehakiman.
(6)Peraturan Pemerintah mengatur hal-hal mengenai pemeliharaan barang-barang kepunyaan orang yang diperlakukan menurut pasal ini dan juga mengenai kepentingan-kepentingan lain yang bertalian dengan perlakuan termaksud.
(7)Tiap-tiap bulan Penguasa Perang Daerah harus menyampaikan laporan kepada Presiden mengenai apa sebab sesuatu perlakuan menurut pasal ini dilanjutkan.

Pasal 44.
(1)Pengusaha Perang berhak, dengan menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pusat, mengadakan peraturan atau mengambil tindakan yang bagaimanapun juga sifatnya, selain dari pada yang diperbolehkan menurut ketentuan-ketentuan dalam Bab II, Bab *10478 III dan Bab IV Peraturan ini, apabila hal itu dianggapnya perlu karena keadaan yang membahayakan keselamatan Negara yang sangat mendesak pada saat itu.
(2)Dalam hal Penguasa Perang Daerah mengadakan,/mengambil suatu peraturan/tindakan berdasarkan ayat (1) pasal ini, maka ia dengan secepat mungkin memberitahukan hal itu kepada Presiden.

Pasal 45.
(1)Dengan memperluas ketentuan seperti tersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (B.W.) pasal 948 ayat kedua maka pada tempat-tempat di mana dalam lingkungan enam kilometer tidak terdapat seseorang yang berhak untuk melakukan pekerjaan notaris, atau tidak dapat diminta pertolongan dari Departemen dari orang-orang yang berhak melakukan pekerjaan notaris itu karena terputusnya lalu-lintas atau karena orang-orang itu tidak ada, tidak sempat atau berhalangan, maka kehendak yang terakhir dapat dinyatakan dan dibuat di hadapan tiap-tiap pejabat umum atau tiap-tiap perwira Angkatan Perang, dengan disaksikan oleh dua orang.
(2)Terhadap kehendak terakhir dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dipergunakan sebagai pedoman ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 949, 950, ayat kedua dan 953 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
(3)Di tempat-tempat yang dimaksud ayat (1) pasal ini dapat juga dibuat kehendak terakhir dengan surat akte di bawah tangan, asal saja surat ini seluruhnya ditulis, diberi tanggal dan ditandatangani oleh yang meninggalkan waris.
(4)Terhadap kehendak terakhir dimaksud dalam ayat (3) pasal ini dipergunakan sebagai pedoman ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 952 dan 953 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

BAB V
TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN UNTUK MENEGAKKAN DAN MENGATUR AKIBAT DARI PELAKSANAAN KEKUASAAN, SERTA KETENTUAN-KETENTUAN PIDANA.

Pasal 46.
(1)Penguasa Darurat Sipil/Penguasa Darurat Militer/Penguasa Perang berhak, apabila perlu dengan memakai kekerasan meniadakan, mencegah, menjalankan atau mengembalikan dalam keadaan semula segala sesuatu yang sedang atau yang telah dibuat atau diadakan, dilakukan, diabaikan, dirusakkan atau diambil, bertentangan dengan Peraturan ini atau peraturan-peraturan atau
perintah-perintah yang dikeluarkan oleh Penguasa Darurat Sipil/Penguasa Darurat Militer Penguasa Perang berdasarkan Peraturan ini.
(2)Biaya tindakan yang diambil oleh Penguasa Darurat Sipil/Penguasa Darurat Militer/Penguasa Perang berdasarkan hak tersebut dalam ayat (1) pasal ini ditanggung oleh si pelanggar. Biaya ini dapat ditagih dengan surat paksaan yang sama *10479 kekuatannya dan sama cara menjalankannya seperti suatu salinan resmi dari suatu keputusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diubah lagi.
(3)Kecuali dalam hal-hal yang memerlukan penyelesaian dengan segera maka tindakan-tindakan Penguasa Darurat Sipil/Penguasa Darurat Militer/Penguasa Perang berdasarkan hak tersebut dalam ayat (1) pasal ini, baru boleh diambil setelah dengan tulisan yang bersangkutan diberitahu.

Pasal 47.
(1)Barang-siapa melanggar peraturan dari Penguasa Darurat Sipil/Penguasa Darurat
Militer/Penguasa Perang berdasarkan Peraturan ini, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya sembilan bulan atau denda setinggi-tingginya dua puluh ribu rupiah, apabila tindak pidana itu tidak diancam dengan hukuman yang lebih berat dalam atau berdasarkan Peraturan ini.
(2)Selain dari pada hukuman yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini, dapat
dirampas:
a.barang-barang yang digunakan dalam tindak pidana yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini;
b.barang-barang yang menurut putusan hakim harus dipandang sama kedudukannya, seluruhnya atau sebagian, dengan barang- barang yang dimaksud dalam ayat (2) sub
a pasal ini;
c.barang-barang yang diperoleh dari tindakan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini atau barang-barang yang dipakai dalam melakukan tindak pidana tersebut.
(3)Perampasan barang-barang yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini dilakukan juga terhadap barang-barang yang bukan kepunyaan terhukum.

Pasal 48.
Barangsiapa melanggar peraturan dari Penguasa Darurat Sipil/Penguasa Darurat
Militer/Penguasa Perang berdasarkan pasal-pasal 13, 16, 18 ayat (1), 25 angka 1, 3, 5, 6 dan 7, 26, 30, 40 angka 1, 37 ayat (1), 38 ayat (1), 39 ayat (1), 41 angka 2 dan 3 Peraturan ini, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun atau denda setinggi-tingginya lima puluh ribu rupiah.

Pasal 49.
Barangsiapa tidak menuruti perintah dari Penguasa Darurat. Sipil/Penguasa
Darurat Militer/Penguasa Perang, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun atau denda setinggi-tingginya lima puluh ribu rupiah, apabila tindak pidana itu tidak diancam dengan hukuman yang lebih berat dalam atau berdasarkan Peraturan ini.

Pasal 50.
Barangsiapa menolak atau dengan sengaja melalaikan untuk memenuhi kewajiban yang termaktub dalam pasal 12 ayat (1), dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda setinggi-tingginya lima puluh ribu rupiah. *10480

Pasal 51.
Anggauta-anggauta badan pemerintahan sipil atau pegawai-pegawai sipil yang menolak atau dengan sengaja melalaikan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban yang termaktub dalam pasal-pasal 12 ayat (1), 21 dan 24 ayat (2) Peraturan ini, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun.

Pasal 52.
Barangsiapa tidak menaati suatu syarat yang ditentukan oleh Penguasa Darurat
Sipil/Penguasa Darurat Militer/Penguasa Perang berhubung dengan pembebasan terhadap peraturan yang diberikan oleh Penguasa tersebut, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya sembilan bulan atau denda setinggi-tingginya dua puluh ribu rupiah, apabila tindakan pidana itu tidak diancam dengan hukuman yang lebih berat dalam atau berdasarkan Peraturan ini.

Pasal 53.
Barangsiapa tidak menuruti perintah dari Penguasa Darurat Sipil/Penguasa Darurat Militer/Penguasa Perang yang diberikan berdasarkan pasal 28 ayat (1), dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun.

Pasal 54.
Apabila kejahatan yang dimaksud dalam pasal-pasal 211, 212, 213, 214, 216, 217, 218, dan 219 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dilakukan dalam daerah yang dinyatakan dalam keadaan bahaya, maka hukuman-hukuman tersebut dalam pasal-pasal itu dijadikan dua kali lipat.

Pasal 55.
Selain dari pejabat-pejabat pengusut yang tersebut dalam peraturan-peraturan tentang Hukum Acara Pidana, Penguasa Darurat Sipil, Penguasa Darurat Militer atau Penguasa Perang dapat mengangkat serta menyumpah orang untuk bertindak sebagai pengusut mengenai kejahatan atau pelanggaran yang diancam dengan hukuman menurut Peraturan ini.

Pasal 56.
Apabila tanggung-jawab atas tindak pidana menurut atau berdasarkan Peraturan ini ada pada suatu badan hukum, maka tuntutan hukum dapat dilakukan dan hukuman dapat dijatuhkan terhadap anggautu-anggauta pengurusnya.

Pasal 57.
(1)Pejabat-pejabat Penguasa Darurat Sipil Penguasa Darurat Militer/Penguasa Perang yang menyalah-gunakan wewenang yang diberikan kepalanya oleh Peraturan ini, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya lima tahun.
(2)Ketentuan dalam ayat (1) pasal ini tidak berlaku, apabila perbuatan penyalah-gunaan termaksud merupakan tindak pidana yang telah diatur dan diancam dengan hukuman yang lebih *10481 berat dalam Undang-undang lain.

Pasal 58.
Tindak pidana menurut atau berdasarkan Peraturan ini adalah pelanggaran, kecuali tindak pidana menurut pasal-pasal 50, 51, 53 dan 57, yang dianggap sebagai kejahatan.

Pasal 59.
Apabila terpaksa, maka dalam daerah yang dinyatakan dalam keadaan bahaya, tiap-tiap penahanan, baik yang dilakukan berdasarkan Peraturan ini maupun yang berdasarkan peraturan-peraturan lain, dapat dilakukan di tempat yang ditunjuk oleh Penguasa Darurat Sipil, Penguasa Darurat Militer atau Penguasa Perang.

Pasal 60.
Mereka yang dirugikan karena tindakan-tindakan berdasarkan Peraturan ini yang ternyata tidak beralasan, berhak atas penggantian kerugian.

BAB VI
PARATURAN PERALIHAN.

Pasal 61.
Segala peraturan-peraturan/tindakan-tindakan yang dikeluarkan/diambil menurut atau berdasarkan Undang-undang Keadaan Bahaya 1957 dan yang pada tanggal 16 Desember 1959 masih berlaku, berlaku terus untuk selama-lamanya enam bulan lagi, dengan ketentuan, bahwa:

a.untuk daerah yang dinyatakan dalam keadaan perang/keadaan darurat militer/keadaan darurat sipil menurut Peraturan ini, peraturan-peraturan/tindakan-tindakan yang dikeluarkan/diambil oleh Dewan Menteri/Presiden/Penguasa Perang Pusat Angkatan Darat, Angkatan Laut atau Angkatan Udara, dianggap sebagai peraturan-peraturan/tindakan-tindakan Penguasa Daerah/Penguasa Darurat Militer Daerah/Penguasa Darurat Sipil Daerah menurut Peraturan ini;

b.dalam daerah yang dinyatakan dalam keadaan perang/keadaan darurat militer/keadaan darurat sipil menurut Peraturan ini, maka selama belum ditunjuk Penguasa Perang Daerah/ Penguasa Darurat Militer Daerah/Penguasa Darurat Sipil Daerah untuk daerah itu menurut Peraturan ini, penguasaan keadaan perang/keadaan darurat militer/keadaan darurat sipil dilakukan oleh Penguasa Perang Daerah pada tanggal 16 Desember 1959:

c.untuk daerah yang tidak dinyatakan dalam keadaan bahaya menurut Peraturan ini, tugas dan wewenang Dewan Menteri Presiden/Penguasa Perang Pusat Angkatan Darat, Angkatan Laut atau Angkatan Udara yang berhubungan dengan peraturan-peraturan/tindakan-tindakan tersebut diselenggarakan oleh Presiden, sedang tugas dan wewenang Penguasa Perang Daerah yang berhubungan dengan peraturan-peraturan/tindakan- *10482 tindakan tersebut diselenggarakan oleh
Kepala Daerah yang bersangkutan;

d.lembaga-lembaga, badan-badan dan lain sebagainya yang terbentuk karena peraturan-peraturan/tindakan-tindakan tersebut tetap mempunyai kedudukan dan tugas seperti semula sampai diubah/diganti.

BAB VII
PERATURAN PENUTUP.

Pasal 62.
Peraturan ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Desember 1959, Presiden Republik Indonesia,

SOEKARNO.

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Desember 1959, Menteri Muda Kehakiman,
SAHARDJO.
----------