Stockholm, 18 Agustus 2003

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

PAKAR HUKUM TIDAK BERANI UNGKAPKAN DASAR HUKUM ACEH TAKUT DICAP PEMBELA GAM
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

JELAS PARA PAKAR HUKUM KENAL DASAR HUKUM ACEH TETAPI TAKUT DICAP PEMBELA DAN PENDUKUNG NII DAN ASNLF/GAM

"Bung Ahmad, kalau benar secara de jure kedaulatan Aceh seperti yang anda paparkan mengapa pakar pakar hukum yang didominasi oleh tokoh tokoh yang punya latar belakang berasal dari Sumatera, terutama Sumatera Utara, lebih khusus lagi dari daerah pedalaman Tapanuli tidak menegakkan kebenaran hukum seperti yang anda paparkan? Kenapa hal ini sepertinya hanya anda yang mengerti sementara yang lainnya tidak mempersoalkan masalah ini? Apakah ini berarti sekian banyak ahli ahli hukum dan konstitusi dibutakan mata dan hatinya atau anda yang sebenarnya yang menutup mata?"
(Wakngahnyalah , wakngahnyalah@hotmail.com , Sun, 17 Aug 2003 17:10:19 +0700)

Sebenarnya, para pakar hukum, mereka kenal dasar hukum sebenarnya tentang negeri Aceh yang dicaplok dan diduduki oleh Soekarno dengan dasar hukum Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Propinsi yang ditetapkan pada tanggal 14 Agustus 1950 oleh Presiden RIS Soekarno dan diumumkan pada tanggal 16 Agustus 1950 oleh Menteri Kehakiman Soepomo dan Menteri Dalam Negeri Ide Anak Agung Gde Agung

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Propinsi itu diingatkan kepada "Piagam-persetujuan Pemerintah Republik Indonesia Serikat dan Republik Indonesia pada tanggal 19 Mei 1950 dan Pernyataan-bersama tanggal 19/20 Juli 1950, dalam hal mana Pemerintah Republik Indonesia Serikat bertindak juga dengan mandat penuh atas nama Pemerintah Negara Indonesia Timur dan Pemerintah Negara Sumatera Timur; Ketetapan dalam sidang Dewan Menteri pada tanggal 8 Agustus 1950"

Dimana dari 16 Negara / Daerah bagian Republik Indonesia Serikat apabila telah dilebur menjadi Negara RI-Jawa-Yogya dibagi atas daerah-daerah propinsi:

1.Jawa - Barat
2.Jawa - Tengah
3.Jawa - Timur
4.Sumatera - Utara
5.Sumatera - Tengah
6.Sumatera - Selatan
7.Kalimantan
8.Sulawesi
9.Maluku
10.Sunda - Kecil.
(Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Propinsi, Pasal 1)

Nah, disini kita fokuskan kepada daerah propinsi Sumatera Utara, yang asalnya daerah kekuasaan Negara Sumatera Timur yang didirikan pada tanggal 24 Maret 1948 yang beribukota di Medan dengan Wali Negaranya Dr. Teungku Mansyur. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.176)

Menurut Penjelasan atas Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Propinsi Pasal 1 adalah Pembagian daerah Republik Indonesia Serikat, sesudah terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, atas 10 propinsi itu didasarkan atas keputusan bersama antara pemerintah Republik Indonesia Serikat dan Republik Indonesia dengan memperhatikan usul-usul Panitia Bersama.

Kemudian mengenai negeri Aceh dimasukkan kedalam daerah propinsi Sumatera Utara adalah bisa diketahui menurut Penjelasan atas Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Daerah Propinsi Pasal 2 "Segala peraturan-peraturan yang bertentangan dengan peraturan ini tidak berlaku lagi.". Dimana penjelasan Pasal 2 ini terutama ditujukan kepada daerah-daerah yang sampai sekarang belum mempunyai pemerintahan yang setingkat dan sesuai dengan propinsi. Untuk menjaga jangan sampai peraturan ini disuatu daerah tidak dapat dijalankan atau kurang lancar jalannya, oleh karena dianggap bertentangan atau tidak sesuai dengan perundang-undangan atau peraturan-peraturan lama yang masih berlaku di daerah tersebut, maka disini dijelaskan, bahwa dalam hal yang demikian itu peraturan inilah yang akan diturut.

Selanjutnya kalau dilihat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 5 tahun 1950 tentang pembentukan Propinsi Sumatera-Utara, ditemukan bahwa daerah Aceh yang melingkungi Kabupaten-Kabupaten 1. Aceh Besar, 2. Pidie, 3. Aceh-Utara, 4. Aceh-Timur, 5. Aceh-Tengah, 6. Aceh-Barat, 7. Aceh-Selatan dan Kota Besar Kutaraja masuk kedalam lingkungan daerah otonom Propinsi Sumatera-Utara.

Nah sekarang makin jelas, bahwa memang Soekarno bersama Dewan Menteri Republik Indonesia Serikat (RIS) telah dengan sengaja tanpa konsultasi, bertanya dan meminta kerelaan dan persetujuan rakyat dan pemimpin Aceh, khususnya Teungku Muhammad Daud Beureueh telah memasukkan daerah Aceh yang melingkungi Kabupaten-Kabupaten 1. Aceh Besar, 2. Pidie, 3. Aceh-Utara, 4. Aceh-Timur, 5. Aceh-Tengah, 6. Aceh-Barat, 7. Aceh-Selatan dan Kota Besar Kutaraja kedalam lingkungan daerah otonom Propinsi Sumatera Utara.

Padahal secara de facto dan de jure dari sejak 1947 daerah wilayah Aceh, Langkat dan Tanah Karo berada dibawah kekuasaan Gubernur Militer dibawah pimpinan Teungku Muhammad Daud Beureueh. Dan diluar daerah wilayah kekuasaan Negara RI-Jawa-Yogya menurut hasil Perjanjian Renville 17 Januari 1948.

Jadi, berdasarkan dasar hukum diatas tentang pendudukan negeri Aceh oleh Soekarno yang dipertahankan sampai sekarang oleh pihak Presiden Megawati, sebenarnya para pakar hukum di Negara RI-Jawa-Yogya telah mengetahuinya.

Hanya persoalannya, para pakar hukum ini tidak berani mengungkapkannya kehadapan umum, karena takut dicap sebagai pembela dan pendukung ASNLF/GAM.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se
----------

From: "Wakngahnyalah" <wakngahnyalah@hotmail.com>
To: <Lantak@yahoogroups.com>
Cc: ahmad@dataphone.se
Subject: Re: [Lantak] PERJUANGAN RAKYAT ACEH BUKAN PERJUANGAN PEREBUTAN KEKUASAAN DAN FULUS
Date: Sun, 17 Aug 2003 17:10:19 +0700

Bung Ahmad, kalau benar secara de jure kedaulatan Aceh seperti yang anda paparkan mengapa pakar pakar hukum yang didominasi oleh tokoh tokoh yang punya latar belakang berasal dari Sumatera, terutama Sumatera Utara, lebih khusus lagi dari daerah pedalaman Tapanuli tidak menegakkan kebenaran hukum seperti yang anda paparkan?

Kenapa hal ini sepertinya hanya anda yang mengerti sementara yang lainnya tidak mempersoalkan masalah ini?

Apakah ini berarti sekian banyak ahli ahli hukum dan konstitusi dibutakan mata dan hatinya atau anda yang sebenarnya yang menutup mata?

Wakngahnyalah

Jakarta, Indonesia
wakngahnyalah@hotmail.com
----------

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 21 TAHUN 1950 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH PROPINSI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

Menimbang :

bahwa menjelang berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang terbagi atas daerah-daerah otonom, dipandang perlu untuk membentuk daerah-daerah propinsi sebagai persiapan pembentukan daerah-daerah otonom;

Mengingat :

a. Piagam-persetujuan Pemerintah Republik Indonesia Serikat dan Republik Indonesia pada tanggal 19 Mei 1950 dan Pernyataan-bersama tanggal 19/20 Juli 1950, dalam hal mana Pemerintah Republik Indonesia Serikat bertindak juga dengan mandat penuh atas nama Pemerintah Negara Indonesia Timur dan Pemerintah Negara Sumatera Timur;

b. Ketetapan dalam sidang Dewan Menteri pada tanggal 8 Agustus 1950;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH PROPINSI.

Pasal 1.
Daerah Republik Indonesia Serikat, sesudah terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, terbagi atas daerah-daerah propinsi di bawah ini :

1.Jawa - Barat
2.Jawa - Tengah
3.Jawa - Timur
4.Sumatera - Utara
5.Sumatera - Tengah
6.Sumatera - Selatan
7.Kalimantan
8.Sulawesi
9.Maluku
10.Sunda - Kecil.

Pasal 2.
Segala peraturan-peraturan yang bertentangan dengan peraturan ini tidak berlaku lagi.

*11450 Pasal 3.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia Serikat.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Agustus 1950.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

SOEKARNO.

PERDANA MENTERI,

MOHAMMAD HATTA

Diumumkan di Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1950.
MENTERI KEHAKIMAN,

SOEPOMO.

MENTERI DALAM NEGERI,

IDE ANAK AGUNG GDE AGUNG
 

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 21 TAHUN 1950 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH PROPINSI.

I. Umum.
Berhubung dengan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang terbagi atas daerah-daerah otonoom, maka dipandang penting sekali mulai sekarang diadakan persiapan-persiapan seperlunya. Langkah pertama ke arah itu ialah mengadakan daerah-daerah propinsi bersifat
administratif, yang kemudian akan dibangun sebagai daerah-daerah otonoom menurut
dasar-dasar dalam Undang-undang.

Dengan pembentukan daerah-daerah tersebut dapatlah diatur segala sesuatu yang mengenai daerah-daerah otonoom seperti : mengatur pemerintahan, menyusun alat-alat perlengkapan, mencari tenaga-tenaga yang dibutuhkan dan lain-lain sebagainya, sehingga pada waktu pembentukan daerah otonoom pemerintahan dapat berjalan dengan saksama. Karena membangun daerah-daerah otonoom itu menurut pengalaman adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan orientasi yang luas dan tenaga-tenaga yang cukup dan cakap, maka teranglah bahwa penyusunan daerah-daerah otonoom yang berjenis-jenis di *11451 seluruh Indonesia itu akan membutuhkan waktu yang agak luas pula.

II. Nama.
Peraturan-Pemerintah ini dinamakan : "Peraturan pembentukan daerah propinsi". Di sini dipakai perkataan "daerah propinsi" yang bersifat administratif, untuk membedakan dengan "propinsi" yang bersifat otonoom.

III. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1.
Pembagian daerah Republik Indonesia Serikat, sesudah terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, atas 10 propinsi itu didasarkan atas keputusan bersama antara pemerintah Republik Indonesia Serikat dan Republik Indonesia dengan memperhatikan usul-usul Panitia Bersama.

Pasal 2.
Pasal ini terutama ditujukan kepada daerah-daerah yang sampai sekarang belum mempunyai pemerintahan yang setingkat dan sesuai dengan propinsi. Untuk menjaga jangan sampai peraturan ini disuatu daerah tidak dapat dijalankan atau kurang lancar jalannya, oleh karena dianggap bertentangan atau tidak sesuai dengan perundang-undangan atau peraturan-peraturan lama yang masih berlaku di daerah tersebut, maka disini dijelaskan, bahwa dalam hal yang demikian itu peraturan inilah yang akan diturut.

Pasal 3.
Tidak memerlukan penjelasan.
--------------------------------
CATATAN DICETAK ULANG
----------

UU NOMOR 24 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM PROPINSI ACEH DAN PERUBAHAN PERATURAN PEMBENTUKAN PROPINSI SUMATERA UTARA

Presiden Republik Indonesia,

Menimbang:
a.bahwa berkenaan dengan hasrat Pemerintah dalam usahanya meninjau kembali pembentukan-pembentukan daerah-daerah otonom Propinsi sesuai dengan keinginan dan kehendak rakyat di daerahnya masing-masing, memandang perlu membentuk daerah Aceh sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah-tangganya sendiri lepas dari lingkungan daerah otonom Propinsi Sumatera Utara;

b.bahwa berhubung dengan pertimbangan ad a di atas serta untuk melancarkan jalannya pemerintahan daerah otonom Propinsi Sumatera Utara yang terbentuk dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 5 tahun 1950 (sejak telah diubah dengan Undang-undang Darurat No. 16 tahun 1955, Lembaran-Negara tahun 1955 No. 52) perlu ditinjau kembali dan diganti dengan undang-undang dimaksud di bawah ini.

Mengingat:

1.Pasal-pasal 89, 131, 132 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara;
2.Undang-undang No. 22 tahun 1948.
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;

Memutuskan

I. Menetapkan:
Undang-undang tentang pembentukan daerah otonom Propinsi Aceh dan perubahan peraturan pembentukan Propinsi Sumatera Utara.

II. Mencabut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 5 tahun 1950 tentang pembentukan Propinsi Sumatera-Utara.

BAB I. Ketentuan Umum.

*1244 Pasal 1.
(1) Daerah Aceh yang melingkungi Kabupaten-Kabupaten 1. Aceh Besar, 2. Pidie, 3. Aceh-Utara, 4. Aceh-Timur, 5. Aceh-Tengah, 6. Aceh-Barat, 7. Aceh-Selatan dan Kota Besar Kutaraja dipisahkan dari lingkungan daerah otonom Propinsi Sumatera-Utara dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 5 tahun 1950 dan dibentuk menjadi daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah-tangganya sendiri, tingkatan ke-I dengan nama "Propinsi Aceh".
(2) Propinsi Sumatera-Utara tersebut dalam ayat 1 di atas yang wilayahnya telah dikurangi dengan bagian-bagian yang terbentuk sebagai daerah otonom Propinsi Aceh, tetap disebut Propinsi Sumatera-Utara.
(3) Apabila selanjutnya dalam ketentuan-ketentuan undang-undang ini tidak disebutkan dengan tegas nama daerah otonom Propinsi yang bersangkutan, maka yang dimaksud dengan kata "Propinsi" adalah "Propinsi Aceh" dan/atau "Propinsi Sumatera-Utara".

Pasal 2.
(1) Pemerintah Daerah Propinsi Aceh berkedudukan di Kutaraja dan Propinsi Sumatera-Utara di Medan.
(2) Jika perkembangan keadaan di daerah menghendakinya, maka atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi yang bersangkutan, tempat kedudukan pemerintah daerah Propinsi tersebut dalam ayat 1 di atas, dengan keputusan Presiden dapat dipindahkan ke lain tempat dalam lingkungan daerahnya.
(3) Dalam keadaan darurat, tempat kedudukan pemerintah daerah untuk sementara waktu oleh Gubernur yang bersangkutan dapat dipindahkan ke lain tempat.

Pasal 3.
(1) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Aceh dari Propinsi Sumatera-Utara masing-masing terdiri dari 30 anggota, dengan ketentuan, bahwa apabila pada waktu diadakan pemilihan anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi ternyata banyaknya jumlah anggota tersebut tidak lagi seimbang dengan banyaknya penduduk dalam Propinsi, maka atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi yang bersangkutan jumlah tersebut dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri dapat diubah.
(2) Jumlah anggota Dewan Pemerintah Daerah Propinsi Aceh dan Propinsi Sumatera-Utara masing-masing terdiri sekurang-kurangnya dari 3 dan sebanyak-banyaknya dari 5 orang, dengan ketentuan bahwa dalam jumlah tersebut tidak termasuk Kepala Daerah Propinsi, yang menjabat Ketua merangkap anggota Dewan Pemerintah Daerah Propinsi.

BAB II. Tentang Urusan Rumah Tangga Propinsi

Pasal 4.
(1) Pemerintah Daerah Propinsi mengatur dan mengurus hal-hal yang dahulu diserahkan kepada Pemerintah daerah Propinsi Sumatera-Utara (lama) menurut ketentuan-ketentuan dalam Peraturan-peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan penyerahan urusan-urusan dari Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah *1245 Propinsi Sumatera-Utara (lama) yang kini masih berlaku, dengan ketentuan bahwa dimana dalam Peraturan-peraturan Pemerintah itu masih disebut "Propinsi" atau
"Propinsi Sumatera-Utara" harus diartikan "Propinsi Aceh" atau "Propinsi Sumatera Utara" (baru).
(2) Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan-peraturan Pemerintah tersebut dalam ayat 1 di atas dapat diubah pula dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Hal-hal lain yang masih dikuasai oleh Pemerintah Pusat dan yang dipandang sebagai tugas-tugas yang termasuk urusan rumah-tangga dan kewajiban Propinsi pada waktunya dapat diatur dalam Peraturan Pemerintah untuk diserahkan kepada Propinsi sebagai urusan rumah-tangga dan kewajiban Propinsi.

Tentang hal penguburan mayat.
Pasal 5.
(1) Dengan tidak mengurangi kewenangan, hak, tugas dan kewajiban daerah-daerah otonom bawahan dalam lingkungan daerahnya, Propinsi diberi hak mengatur hal-hal yang telah diatur dalam ordonnantie tentang penguburan mayat, tanggal 15 Desember 1864 (Staatsblad 1864 No. 196) sebagaimana bunyinya ordonnantie ini sesudah diubah dan ditambah.
(2) Jika Propinsi mempergunakan haknya yang tercantum dalam ayat 1 di atas, maka bagi daerah Propinsi ordonnatie tersebut berhenti berkekuatan pada waktu peraturan-daerah Propinsi yang mengatur hal-hal termaksud mulai berlaku.

Tentang hal sumur bor.
Pasal 6.
(1)Propinsi diberi hak untuk mengatur hal-hal tentang pembikinan sumur-bor oleh fihak lain dari Negara yang ditetapkan dalam ordonnantie- tanggal 10 Agustus 1912 Staatsblad No. 430 yang sejak telah ditambah dan diubah.............

(2) Pada waktu mulai berlakunya peraturan-daerah Propinsi dimaksud dalam ayat 1 di atas, ordonnantie Staatsblad No. 430 tahun 1912 tersebut berhenti berkekuatan bagi wilayah daerah Propinsi.

(3) Dewan Pemerintah Daerah Propinsi tidak
memberikan izin untuk pembikinan sumur-bor, dengan tiada pertimbangan dari
Jawatan "Geologi".

Tentang hal Undang-undang gangguan.
Pasal 7.
Dewan Pemerintah Daerah Propinsi menjalankan kekuasaan yang menurut ketentuan pasal 10 ayat 2 sub b "Hinder-ordonnantie" (Staatsblad 1926, sejak telah diubah dan ditambah) dahulu dijalankan oleh "Gouverneur". Tentang hal penangkapan ikan di pantai.

Pasal 8.
Pemerintah Daerah Propinsi menjalankan kewenangan, hak, tugas dan kewajiban mengenai penangkapan ikan di pantai yang menurut ketentuan dalam pasal 7 ayat 2 dari "Kustvisscherijordonnantie", Staatsblad 1927 No. 144 sejak telah diubah dan ditambah, paling akhir dengan Staatsblad 1940 No. 25 dahulu dapat diatur dengan "gewestelijke keuren". *1246

Tentang hal perhubungan dan lalu-lintas jalan.
Pasal 9.
Pemerintah Daerah Propinsi menjalankan kewenangan, hak, tugas kewajiban tentang urusan lalu-lintas jalan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam "Wegvorkeers-ordonnantie" dan "Wegverkeers-verordening" Staatsblad 1933 No. 86 dan Staatsblad 1936 No. 451 sebagaimana bunyinya staatsblad-staatsblad tersebut sekarang setelah diubah dan ditambah.

Tentang hal pengambilan benda-benda tambang tidak tersebut dalam pasal 1 "Indische Mijnwet".
Pasal 10.
(1) Pemerintah Daerah Propinsi diberi hak menguasai benda- benda tambang (delfstoffen) yang tidak disebut dalam pasal 1 ayat 1 "Indische Mijnwet", Staatsblad 1899 No. 214 jo Staatsblad 1919 No. 4 yang terdapat di tanah-tanah Negeri bebas (Vrij landsdomein).
(2) Dalam menjalankan kewenangan yang dimaksud dalam ayat 1 di atas berlaku mutatis mutandis ketentuan-ketentuan yang termaktub dalam peraturan tentang syarat-syarat umum mengenai pemberian izin mengambil benda-benda tambah dimaksud, yang dimuat dalam Staatsblad 1926 No. 219 (sejak telah beberapa kali diubah dan ditambah).
(3) Semua surat-surat izin tentang pengambilan benda-benda tambang yang telah dikeluarkan sebelumnya berlaku undang-undang ini, sepanjang dapat dipandang masih berlaku, sesudah mulai
berlakunya undang-undang ini tetap berlaku dan dapat ditarik kembali atau diganti dengan surat izin baru oleh Dewan Pemerintah Daerah Propinsi. (4) Dewan Pemerintah Daerah Propinsi tidak memberi izin tentang pengambilan benda-benda tambah dimaksud dalam ayat 1 pasal ini kepada siapa saja, atau menarik kembali izin yang lama, atau membolehkan izin lama diserahkan kepada fihak ketiga, apabila tentang hal-hal itu belum diperoleh pertimbangan dari Kepala Jawatan Pertambangan, kecuali mengenai izin yang diberikan kepada penduduk asli untuk mengambil benda-benda tambang itu dari tempat-tempat yang luasnya tidak lebih dari 1 hektar, yang dikerjakan dengan kekuatan tenaga manusia dan dipakai untuk keperluannya sendiri.
(5) Pada waktu mulai berlakunya undang-undang ini, maka bagi Daerah Propinsi tidak berlaku lagi ketentuan-ketentuan tentang hal penyerahan hak-hak kekuasaan pemberian izin pengambilan benda-benda tambang dimaksud kepada "Hoofden van gewestelijk bestuur" di luar Jawa yang dimaksud dalam Staatsblad 1926 No. 137 dan sepanjang mengenai keputusan Gubernur Jenderal
dahulu tanggal 26 Januari 1935 No. 21 dimuat dalam Staatsblad 1935 No. 42 maka peraturan ini tidak berlaku lagi bagi Propinsi yang bersangkutan sesudah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut diganti dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan daerah Propinsi yang bersangkutan. Tentang hal kehutanan.
 

Pasal 11.
(1) Dalam hutan-hutan yang tidak ditunjuk oleh Menteri Pertanian, sebagai hutan-hutan yang dipertahankan untuk kepentingan tata-air dan pemeliharaan tanah, Pemerintah Daerah Propinsi *1247 menjalankan kewenangan, hak, tugas dan kewajiban tentang pemberian izin menebang kayu hutan dan memungut lain-lain hasil hutan, yang dahulu dijalankan oleh "Hoofdvan Gewestelik Bestuur" berdasarkan peraturan dalam Bijblad 6075, sebagaimana bunyinya setelah diubah
dan ditambah, terakhir dengan Bijblad 14432, dan hak, kewenangan, tugas dan kewajiban Hoofd van Gewestelijk Bestuur menurut peraturan dalam Lembaran-Negara 1927 No. 283.
(2) Dalam menjalankan kewenangan, hak, tugas dan kewajiban termaksud dalam ayat 1 Pemerintah Daerah mengindahkan petunjuk-petunjuk Menteri Pertanian, baik petunjuk yang bersifat teknis kehutanan, maupun petunjuk tentang teknik penjualan hasil hutan. Tentang hal pembikinan dan penjualan es dan barang-barang cair yang mengandung zat arang.

Pasal 12.
Dewan Pemerintah Daerah Propinsi menjalankan kewenangan yang menurut
ketentuan-ketentuan pasal 7 dan 8 peraturan "Nieuw Reglement op het maken en verkrijgbaar stellen van ijs en koolzuurhoudende wateren" (Staatsblad 1922 No. 678, sejak telah beberapa kali diubah dan ditambah) dahulu dijalankan oleh "Hoofd van Gewestelijk Bestuur" atau "Gouverneur".

Pasal 13.
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang tersebut dalam pasal 4 sampai dengan 12 di atas, maka Pemerintah Daerah Propinsi berhak pula mengatur dan mengurus hal-hal termasuk kepentingan daerahnya yang tidak diatur dan diurus oleh Pemerintah Pusat atau tidak telah diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom bawahan dalam wilayah daerahnya, kecuali apabila kemudian dengan peraturan perundangan lain diadakan ketentuan lain.
(2) Dalam menyelenggarakan hal-hal termaksud dalam ayat 1 di atas Propinsi mengikuti petunjuk-petunjuk yang diadakan oleh Pemerintah Pusat.

Pasal 14.
Pemerintah Daerah Propinsi turut serta menjalankan ketentuan ketentuan dalam
peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, apabila yang demikian itu ditugaskan kepada Propinsi untuk dilaksanakan.

BAB III. Tentang Hal-hal Yang Bersangkutan Dengan Penyerahan Kekuasaan-Kekuasaan
Campur Tangan Dan Pekerjaan- Pekerjaan Yang Diserahkan Kepada Propinsi.

Tentang pegawai-pegawai Propinsi.
Pasal 15.
(1) Dengan tidak mengurangi hak untuk mengangkat pegawai daerah Propinsi termaksud dalam pasal 21 Undang-undang No. 22 tahun 1948, maka untuk menyelenggarakan hal-hal yang termasuk urusan rumah-tangga dan kewajiban Propinsi, dengan keputusan Menteri yang bersangkutan dapat:
*1248 a.diserahkan pegawai Negara untuk diangkat menjadi pegawai Propinsi,
b.diperbantukan pegawai Negara untuk dipekerjakan kepada Propinsi.
(2) Dengan mengingat peraturan-peraturan yang ada mengenai pegawai Negara, maka dengan keputusan Menteri yang bersangkutan dapat diadakan ketentuan-ketentuan tentang kedudukan pegawai Negara yang diserahkan atau diperbantukan kepada Propinsi.
(3) Pemindahan pegawai Negara yang diperbantukan kepada Propinsi ke daerah otonom lain, diatur oleh Menteri yang bersangkutan sesudah mendengar pertimbangan Dewan Pemerintah Daerah Propinsi yang bersangkutan.
(4) Pemindahan pegawai Negara yang diperbantukan kepada Propinsi di dalam lingkungan daerahnya, diatur oleh Dewan Pemerintah Daerah Propinsi dan diberitahukan kepada Menteri
yang bersangkutan.
(5) Penetapan dan kenaikan pangkat dan gaji dari pegawai yang diperbantukan menurut ketentuan ayat 1 b di atas, diselenggarakan oleh Kementerian yang bersangkutan dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Pemerintah Daerah Propinsi ......
(6) Kenaikan gaji berkala, pemberian istirahat, baik istirahat tahunan, istirahat besar, maupun istirahat karena sakit/hamil dan sebagainya dari pegawai-pegawai Negara yang diperbantukan kepada Propinsi, diputus oleh Dewan Pemerintah Daerah Propinsi menurut peraturan-peraturan yang berlaku bagi pegawai Negara dan diberitahukan kepada Menteri yang bersangkutan.

Tentang hal tanah, bangunan, gedung dan lain-lain sebagainya.
Pasal 16.
(1) Tanah, bangunan, gedung dan barang-barang tidak bergerak lainnya milik Pemerintah, yang dibutuhkan oleh Propinsi untuk memenuhi tugas kewajibannya menurut undang-undang ini, diserahkan kepada daerah Propinsi dalam hak milik atau diserahkan untuk dipakai atau diserahkan dalam pengelolaan guna keperluannya.
(2) Barang-barang inventaris dan barang bergerak lainnya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan urusan rumah-tangga dan kewajiban daerah Propinsi, diserahkan kepada daerah Propinsi dalam hak milik.
(3) Segala hutang-piutang yang bersangkutan dengan hal-hal yang diserahkan kepada daerah Propinsi, mulai saat penyerahan tersebut menjadi tanggungan daerah Propinsi, dengan ketentuan, bahwa penyelesaian soal-soal yang timbul mengenai hal itu dapat diminta pada Pemerintah Pusat.
(4) Untuk penyelenggaraan tugas-kewajiban daerah Propinsi, Kementerian yang bersangkutan menyerahkan kepada daerah otonom Propinsi sejumlah uang yang ditetapkan dalam ketetapan Menteri yang bersangkutan, sekedar perbelanjaannya yang dimaksud sebelum diselenggarakan oleh
daerah otonom Propinsi, termasuk dalam anggaran belanja Kementerian yang bersangkutan itu.

BAB IV. Ketentuan Peralihan.

Pasal 17.
Semua peraturan daerah termasuk pula "Keuren en reglementen van politie" sebagai dimaksud dalam Staatsblad 1938 No. 618 jo. Staatsblad 1938 No. 652 yang masih belum diubah, ditambah atau *1249 diganti oleh Propinsi Sumatera Utara (lama) dan yang masih berlaku sampai saat mulai berlakunya undang-undang ini, sepanjang peraturan-peraturan dimaksud mengatur hal-hal yang berdasarkan undang-undang ini termasuk tugas kewajiban Propinsi, berlaku terus dalam daerah hukumnya semula sebagai peraturan daerah Propinsi dan dapat dicabut, ditambah atau diubah oleh
Propinsi.

Pasal 18.
(1) Peraturan-peraturan daerah dari Propinsi Sumatera-Utara (lama) dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang No. 5 tahun 1950 (sejak telah diubah dan ditambah), yang masih berlaku pada waktu mulai berlakunya undang-undang ini, berlaku terus dalam daerah hukumnya semula, dengan ketentuan-ketentuan bahwa di daerah hukum yang termasuk wilayah propinsi Aceh peraturan-daerah dimaksud berlaku sebagai peraturan Propinsi Aceh dan dapat
diubah, ditambah atau dicabut oleh Pemerintah Daerah Propinsi tersebut. (2) Keputusan-keputusan lain dari Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera-Utara (lama) sepanjang mengenai Propinsi Aceh pada waktu mulai berlakunya undang-undang ini dijalankan terus oleh Pemerintah Daerah Propinsi Aceh hingga keputusan-keputusan tersebut oleh Pemerintah Daerah Aceh dinyatakan tidak berlaku lagi atau diganti dengan keputusan lain.

Pasal 19.
(1) Pegawai-pegawai Propinsi Sumatera-Utara (lama) yang hingga saat mulai berlakunya undang-undang ini dipekerjakan dalam wilayah yang termasuk dalam wilayah daerah Propinsi Aceh, untuk sementara waktu diperbantukan kepada Propinsi Aceh, dengan ketentuan bahwa belanja untuk pegawai-pegawai tersebut harus ditanggung oleh Pemerintah Daerah Propinsi Aceh, hingga tentang hal status pegawai-pegawai itu dapat ditetapkan oleh Pemerintah-pemerintah daerah Propinsi Aceh dan Propinsi Sumatera- Utara (baru) bersama-sama. (2) Pegawai-pegawai Negara yang diperbantukan kepada Propinsi Sumatera-Utara (lama) dan sampai pada saat mulai berlakunya undang-undang ini.dipekerjakan di bagian wilayah yang termasuk Propinsi Aceh, sesudah berlakunya undang-undang ini diperbantukan terus kepada Propinsi Aceh. (3) Kesulitan-kesulitan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan ketentuan dimaksud dalam ayat 1 di atas diputus oleh Menteri Dalam Negeri dan mengenai ayat 2 oleh Menteri yang bersangkutan.

Pasal 20.
(1) Barang-barang milik Propinsi Sumatera-Utara (lama) yang berada dalam wilayah Daerah Propinsi Aceh, begitu pula segala penghasilan dan beban-beban, serta hak-hak dan kewajiban-kewajiban lain dari Propinsi Sumatera-Utara (lama) sepanjang mengenai daerah Propinsi Aceh, oleh Pemerintah daerah Propinsi Sumatera-Utara (baru) diserahkan kepada Pemerintah daerah Propinsi Aceh dan karenanya dalam hal ini untuk selanjutnya Pemerintah daerah Propinsi Aceh wajib dan harus membayar segala tagihan-tagihan yang oleh Pemerintah daerah Propinsi
Sumatera-Utara (lama) belum dapat dilunasi.
(2) Barang-barang bergerak milik Propinsi Sumatera-Utara (lama) termasuk barang-barang inventaris yang dibutuhkan oleh *1250 Pemerintah daerah Propinsi Aceh diserahkan oleh Pemerintah Propinsi Sumatera-Utara (baru) kepada Pemerintah
daerah Propinsi Aceh.
(3) Kesulitan-kesulitan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan ketentuan-ketentuan dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 di atas diputus oleh Menteri Dalam Negeri.

Pasal 21.
Akibat-akibat keuangan yang timbul karena pemisahan daerah Aceh dari wilayah daerah Propinsi Sumatera-Utara (lama) c.q. pembentukan Propinsi Aceh ini diselesaikan oleh Menteri Dalam Negeri.

BAB V. Ketentuan Penutup.
Pasal 22.
Undang-undang ini dinamakan "Undang-undang tentang pembentukan deretan otonom Propinsi Aceh, dan perubahan peraturan pembentukan Propinsi Sumatera-Utara".

Pasal 23.
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 29 Nopember 1956.
Presiden Republik Indonenia,
ttd.

SOEKARNO.

Diundangkan pada tanggal 7 Desember 1956.
Menteri Kehakiman,
ttd.

MULJATNO

Menteri Dalam Negeri,
ttd.

SUNARJO
----------