Stockholm, 8 Agustus 2003

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

KORBAN UU NO.15/2003 & UU NO.16/2003 MULAI BERJATUHAN
Ahmad Sudirman
Stockholm - SWEDIA.

 

4 BULAN SETELAH UU NO.15 & 16 TAHUN 2003 DISAHKAN DAN DIUNDANGKAN, AMROZI TELAH DIJADIKAN KORBAN PIDANA MATI

Pada hari Selasa, tanggal 5 Agustus 2003, jam 12.44 WIB, dua hari sebelum Amrozi bin Nur Hasyim, usia 41 tahun, divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, bom yang berjenis high explosive telah diledakkan di depan Hotel Hotel JW Marriott yang berlantai 33 dan memilki 333 kamar, yang menelan 14 korban tewas dan 149 korban luka, yang pemiliknya pengusaha Amerika yang diresmikan bulan September 2001 yang terletak di Lingkar Mega Kuningan, Jakarta Selatan dan pernah dipakai untuk merayakan Hari Kemerdekaan Amerika pada tanggal 4 Juli 2003.

Ini membuktikan bahwa, sebenarnya salah seorang terdakwa Amrozi bin Nur Hasyim, usia 41 tahun, dari Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur yang dijatuhi pidana dengan pidana mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar pada hari Kamis, tanggal 7 Agustus 2003, karena didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum "terbukti merencanakan tindak pidana terorisme" dan dituntut dengan pidana mati berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-Undang, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali Tanggal 12 Oktober 2002, Menjadi Undang-Undang, adalah bukan orang yang "merencanakan tindak pidana terorisme", atau otak dibalik layar, sebagaimana yang didakwakan oleh pihak JPU.

Jelas, bom berjenis high explosive yang diledakkan di depan Hotel Hotel JW Marriott yang menelan 14 korban tewas dan 149 korban luka, dua hari sebelum Amrozi dijatuhi pidana dengan pidana mati, itu menunjukkan bahwa memang otak yang dibelakang layar dan perencana peledakan bom baik yang di Bali maupun yang di depan hotel JW Marriott bukanlah Amrozi bin Nur Hasyim yang telah dipidana dengan pidana mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar tanggal 7 Agustus 2003, melainkan otak yang berada dibalik layar dan perencana peledakan bom itu masih berkeliaran bebas diluar tanpa mendapat gangguan dan hambatan untuk merencanakan peledakan bom-bom lainnya.

Coba saja perhatikan dari sikap, cara, pandangan, pikiran, yang dilontarkan oleh Amrozi bin Nur Hasyim didepan sidang, menunjukkan secara jelas dan gamblang bahwa memang Amrozi bin Nur Hasyim itu bukan seorang dalang, otak, atau perencana-nya, melainkan Amrozi bin Nur Hasyim hanyalah sebagai salah seorang pesuruh saja. Dan memang seperti apa yang dikatakan Amrozi bin Nur Hasyim dalam sidang ke-10 kasus bom Bali di Gedung Nari Graha, Jl. Cut Nyak Dien, Denpasar, hari Rabu, tanggal 11 Juni 2003, yang mengatakan: "Saya menyangkal sebagai pencetus ide. Saya sekolah tinggi saja nggak pernah lulus".

Lihat dan perhatikan waktu Amrozi bin Nur Hasyim dipidana dengan pidana mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar tanggal 7 Agustus 2003, spontan Amrozi bin Nur Hasyim mengacungkan jempol tangannya seperti anak kecil kegirangan dikasih mainan.

Saya justru melihat Amrozi bin Nur Hasyim adalah hanya dijadikan korban pertama pidana mati Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-Undang, dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali Tanggal 12 Oktober 2002.

Tentu saja akan menyusul korban pidana mati lainnya. Dimana kesemuanya itu adalah merupakan suatu bentuk propaganda dari pihak Presiden Megawati Cs kepada pihak dunia internasional terutama kepada pihak Presiden George W Bush yang dari sejak tanggal 11 September 2001 dengan gencarnya melancarkan propaganda dan serangan-serangannya baik secara militer maupun secara politis terhadap orang dan kelompok muslim yang menentang kebijaksanaan politik, keamanan dan pertahanan yang dilancarkan oleh Gedung Putih dibawah pimpinan George W Bush, bahwa orang dan kelompok muslim yang menentang kebijaksanaan politik, keamanan dan pertahanan yang dilancarkan oleh George W Bush telah diseret dan dipidana dengan pidana mati.

Siapa yang menjadi dalang, otak dan perencana sebenarnya peledakan bom yang berjenis high explosive di Bali dan di Jakarta Selatan ini, masih belum bisa diketahui secara pasti. Yang jelas mereka itu masih berkeliaran bebas di Negara RI-Jawa-Yogya.

Sedangkan Amrozi bin Nur Hasyim, Abdul Azis alias Imam Samudera, Ali Gufron alias Muklas, Ali Imron, Utomo Pamungkas alias Mubarok, Dulmatin, Idris alias Jhoni Hendrawan alias Gembrot, Zulkarnaen, Abdul Goni alias Umar alias Wayan, Sawad alias Sarjio, Saad, Mohamad Fadli, dan yang lainnya yang berjumlah 34 orang tersangka dan terdakwa tersebut, semuanya hanyalah sebagai pelaku-pelaku suruhan saja.

Karena itu, kalau saya melihat dan memperhatikan, penerapan Pasal 14 yang berbunyi: "Setiap orang yang merencanakan dan/atau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup." (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Bab III Tindak Pidana Terorisme, Pasal 14) terhadap para tersangka dan terdakwa bom Bali yang 34 orang tersebut, tidaklah mengenai sasaran. Lihat saja buktinya, itu Amrozi bin Nur Hasyim, tidak lebih daripada seorang pesuruh saja, bukan seorang pemimpin, perencana, dalang dan otak dari semua planing yang telah dijalankan.

Jadi terakhir, mereka itu tidak lebih dan tidak kurang adalah yang dijadikan korban perdana pidana mati Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-Undang, yang disahkan di Jakarta pada tanggal 4 April 2003 oleh Presiden RI Megawati Soekarnoputri dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 April 2003 oleh Sekretaris Negara RI Bambang Kesowo, sebagai alat propaganda untuk dunia internasional bahwa memang dalang, otak dan perencana peledakan bom Bali telah dipidana dengan pidana mati.

Dan tentu saja, dalang, otak dan perencana yang sebenarnya tentang peledakan bom Bali dan Jakarta Selatan sampai detik ini masih belum terjamah apalagi teringkus.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se