Stockholm, 11 Agustus 2000

Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Assalamu'alaikum wr wbr.

KESALAHAN FATAL SEBAGIAN TOKOH ISLAM TENTANG PIAGAM JAKARTA
Ahmad Sudirman
XaarJet Stockholm - SWEDIA.

 

KESALAHAN PERTAMA 55 TAHUN YANG LALU

Dimana kejadiannya diawali oleh sekelompok orang Kristen yang berasal dari Sulawesi Utara, tanah kelahiran A.A. Maramis (salah seorang anggota Panitia Sembilan, dimana anggota Panitia Sembilan yang merumuskan Piagam Jakarta adalah Soekarno, Hatta, Maramis, Abikusno Cokrosuyoso, Agus Salim, Kahar Muzakkir, Wahid Hasyim, Ahmad Subardjo, Mohammad Yamin.) yang secara serius menolak sila pertama dalam piagam Jakarta yang menyatakan: "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya".

Kemudian Muhammad Hatta, yang  memimpin rapat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) tanggal 18 Agustus 1945 itu, setelah berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan dan Kasman Singodimedjo (keduanya bukan anggota panitia sembilan), menghapus tujuh kata dari Piagam Jakarta yang menjadi keberatan dimaksud. Sebagai gantinya, atas usul Ki Bagus Hadikusumo (yang kemudian menjadi ketua gerakan pembaharu Islam Muhammadiyah), ditambahkan sebuah ungkapan baru dalam sila Ketuhanan itu, sehingga berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa dan di cantumkan dalam preambule (pembukaan) UUD'45 sampai sekarang.

KESALAHAN YANG DIULANG KEMBALI 55 TAHUN KEMUDIAN

Sekarang, 55 tahun setelah sila pertama dalam piagam Jakarta yang berbunyi: "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya" ditolak oleh sidang rapat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dipimpin oleh Muhammad Hatta untuk dimasukkan kedalam preambule (pembukaan) UUD 1945 karena adanya ancaman dari sekelompok orang Kristen yang berasal dari Sulawesi Utara, tanah kelahiran A.A. Maramis (salah seorang anggota Panitia Sembilan).

Ternyata sekarang kejadian yang sama terulang kembali. Kongres Minahasa memberi ultimatum kepada MPR dalam ST (sidang tahunan) yang dimulai tanggal 7 Agustus 2000. Dimana Forum Kongres Minahasa Raya yang berlangsung Sabtu (5/8) lalu itu sepakat mengultimatum MPR bahwa jika ST itu mengamandemen UUD '45 dengan memasukan Piagam Jakarta ke dalamnya, tanah Toar Lumimuut akan merdeka. Jika keinginan untuk membatalkan komitmen Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus dan UUD 1945 diluluskan atau bahkan dikompromikan sedikit pun, maka pada saat yang sama eksistensi NKRI (Negera Kesatuan Republik Indonesia) berakhir. Pada saat itu juga rakyat Minahasa terlepas dari seluruh ikatan dengan ke-Indonesia-an dan berhak membatalkan komitmen ke-Minahasa-an dalam ke-Indonesia-an. Dengan demikian, maka rakyat Minahasa berhak menentukan nasibnya sendiri untuk masa depannya. (Kongres Minahasa ultimatum MPR, Piagam Jakarta Diterima, Minahasa Merdeka, Manado Post, Senin, 7 Agustus 2000 )

Dimana dengan adanya gertakan dari sekelompok masyarakat Minahasa melalui Forum Kongres Minahasa Raya-nya, ternyata membuat  Nurcholish Madjid, Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafi'i Ma'arif, dan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi gemetaran sehingga sepakat untuk menolak piagam Jakarta masuk dalam UUD 45. Kejadian ini merupakan ulangan dari apa yang telah ditunjukkan oleh Muhammad Hatta yang memimpin rapat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) untuk mengesyahkan rancangan UUD 1945  55 tahun yang lalu dengan membuang tujuh kata yang ada dalam Piagam Jakarta hasil rumusan Panitia sembilan yaitu Soekarno, Hatta, Maramis, Abikusno Cokrosuyoso, Agus Salim, Kahar Muzakkir, Wahid Hasyim, Ahmad Subardjo, Mohammad Yamin.

BEBERAPA TOKOH MUSLIM YANG PUAS BERENANG DI  LUMPUR SEKULARISME DAN CINTA NASIONALISME KARENA PHOBIA DIR

Tiga tokoh muslim diatas merupakan contoh utama yang senang berenang dilumpur sekularisme dan cinta nasionalisme karena phobia Daulah Islam Rasulullah.

Persatuan seagama dengan menghormati agama lain, pembentukan ummat, hak asasi manusia, golongan minoritas dan politik perdamaian telah dijamin dalam Undang Undang Madinah Daulah Islam Rasulullah.

Golongan minoritas yang berada dibawah Daulah Islam Rasulullah telah dijamin kehidupan dan kebebasan beragamanya. Seperti yang dijamin dalam Undang Undang Madinah. Kaum Yahudi bebas memeluk agama mereka, sebagai kaum Muslimin bebas memeluk agama mereka. Kebebasan ini berlaku juga terhadap pengikut-pengikut/sekutu-sekutu mereka, dan diri mereka sendiri. Kecuali kalau ada yang mengacau dan berbuat kejahatan, yang menimpa diri orang yang bersangkutan dan
keluarganya.

Begitu juga dengan politik perdamaian. Dimana apabila mereka diajak kepada perdamaian (dan) membuat perjanjian damai (treaty), mereka tetap sedia untuk berdamai dan membuat perjanjian damai. Setiap kali ajakan perdamaian seperti demikian, sesungguhnya kaum yang beriman harus melakukannya, kecuali terhadap orang (negara) yang menunjukkan  permusuhan terhadap agama (Islam). Kewajiban atas setiap  warganegara mengambil bahagian dari pihak mereka untuk perdamaian itu. Sesungguhnya kebaikan (perdamaian) dapat menghilangkan segala kesalahan.

Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada ahmad@dataphone.se agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.*

Wassalam.

Ahmad Sudirman

http://www.dataphone.se/~ahmad
ahmad@dataphone.se